Kelulusan Gelombang I Seleksi Administrasi- IJEPA Print E-mail
18 Mar 2009
Sebanyak 329 peserta program penempatan perawat Indonesia ke Jepang angkatan II tahun 2009 dinyatakan lulus verifikasi berkas. Peserta yang lulus selanjutnya wajib melakukan Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi yang akan dilaksanakan di 4 lokasi yaitu Jakarta, Medan, Pekanbaru dan Denpasar.
Demikian keterangan Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri (Puspronakes LN) dr. Asjikin Iman H. Dahlan, MHA yang diterima Pusat Komunikasi Publik, Senin (16/3). Penempatan perawat Indonesia ke Jepang ini merupakan bagian dari Program Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Ditambahkan, pendaftaran ulang peserta Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi akan dilakukan tanggal 19 Maret 2009 di Gedung Badan PPSDM Kesehatan Ruang Serba Guna, lantai 4, Jl. Hang Jebat III/F-3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Telp. 7245517 – 72797302 ext. 4045. Pendaftaran dibuka pukul 09.00 WIB dengan membayar biaya ujian sebesar Rp. 250.000,-
Pelaksanaan Pra Uji Kompetensi di Jakarta akan dilaksanakan tanggal 19 Maret 2009 jam 09.00 WIB. Sementara Uji Kompetensi diselenggarakan tanggal 20 Maret jam 12:00 WIB. Sedangkan untuk Medan, Pekanbaru dan Denpasar pelaksanaan Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi dilaksanakan tanggal 21 Maret 2009 jam 11.00 (waktu setempat). Keterangan nama peserta dan alamat lokasi ujian terlampir.
Pengumuman Gelombang I
Data Verifikasi Lengkap IJEPA
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.
Mengapa saya ingin menulis tentang keperawatan!! karna saya adalah seorang perawat.. kemudian saya sangat prihatin terhadap kehidupan seorang perawat.. MARI KITA BERSATU MEWUJUDKAN PERAWAT YANG PROPESIONAL
Senin, 23 Maret 2009
MEDISTRA LUBUK PAKAM, kampusku idolaku
hai.... teman sekalian
para alumni angkatan XI kapan kita mengadakan pertemuan untuk REUNI aku udah kangen kali sama kalian semua....
bagi temanku jauh... di RIAU, ACEH, BAGAN BATU, DAN DIMANAPUN TEMAN BERADA....
LIHATLAH KAMPUSKITA..INI
berikan komentar kapan kita akan mengadakan reuni.....
dik
YASIR ARIFIN
081362238784
KUISONER DATA PENELITIAN
KUISONER DATA PENELITIAN
Kode :
Tanggal/ waktu :
Bagian 1. Kuisoner Data Demografi
Petunjuk : Anggota keluarga ditanyakan informasi tentang data pribadi.
Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan keadaan keluarga sebenarnya dan beri tanda (√ ) di kotak yang telah disediakan.
1. Nama (inisial) :
2. umur :
3. Jenis Kelamin 7. Pekerjaan kepala keluarga
1. laki-laki 1. Petani
2. perempuan 2. Wiraswasta
4. Suku 3. Pegawai Negeri Sipil (PNS
1. Batak 8. Penghasilan Kepala Keluarga
2. Jawa 1. < Rp.300.000
3. Melayu 2. Rp.3000.000 - Rp.600.000
4. Minang 3. Rp.1.000.000 - Rp.900.000
5. Lain-lain…..(sebutkan) 4. Rp.1.000.000 - Rp.1.500.000
5. Agama 5. > Rp.2.000.000
1. Islam 9. Penyakit yang diderita lansia…………
2. Kristen ………………………………………..
3. Budha 10. Berapa lama menderita penyakit
4. Hindu tersebut……………………………...
6. Pendidikan 11. Berapa lama lansia tinggal bersama
1. Tidak sekolah dengan keluarga…………………..
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
Bagian 2 : Kuisoner Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi
Pengantar : Pada bagian ini ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi pada Lansia. Lansia diminta untuk mengisi kolom-kolom skala dengan tanda ceklist ( √ ) sesuai dengan apa yang dirasakan lansia dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu ?
a. Diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg
b. Diastolik 80 mmHg atau sistolik 130 mmHg
c. Diastolik 70 mmHg atau sistolik 120 mmHg
d. Diastolik 60 mmHg atau sistolik 110 mmHg
2. Faktor Resiko Hipertensi adalah ?
a. Diet dan asupan garam
b. Kurang gizi
c. Virus
d. Infeksi pada jantung
3. Terapi non farmakologis untuk Hipertensi yang mengalami obesitas adalah?
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan Asupan Garam
4. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ yaitu
a. Seperti strok untuk otak
b. Infeksi kandung kemih
c. Ginjal
d. Hepatitis
5. Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakukan ?
a. Aktivitas berat
b. Aktivitas biasa
c. Aktivitas sedang
d. Aktivitas ringan
6. Pada lansia fungsi Jantung sudah mengalami penurunan sehingga yang harus dilakukan adalah ?
a. Melatih jantung agar lebih kuat
b. Mengurangi aktivitas
c. Mengurangi aktivitas yang memberatkan kerja jantung
d. Memakan obat untuk menguatkan kerja jantung
7. Penyakit yang sering timbul akibat komplikasi dari Hipertensi adalah ?
a. Hepatitis
b. Diabetes
c. TBC
d. Pneumonia
8. Hipertensi sering terjadi pada lansia karena ?
a. Jantung tidak dapat memompa darah lagi
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun jika usia semakin bertambah tua
c. Tidak olahraga
d. Sering merokok
9. Tanda gejala Hipertensi yang sering muncul pada umumnya adalah ?
a. Dehidrasi
b. Nyeri tengkuk
c. Mual dan muntah
d. Penurunan berat badan
10. Pada lansia yang sudah terkena Hipertensi baiknya yang harus dilakukan adalah ?
a. Olahraga 20 menit sehari
b. Mengurangi aktivitas
c. Meningkatkan asupan natrium/garam
d. Memakan makanan yang mengandung kolesterol
Kode :
Tanggal/ waktu :
Bagian 1. Kuisoner Data Demografi
Petunjuk : Anggota keluarga ditanyakan informasi tentang data pribadi.
Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan keadaan keluarga sebenarnya dan beri tanda (√ ) di kotak yang telah disediakan.
1. Nama (inisial) :
2. umur :
3. Jenis Kelamin 7. Pekerjaan kepala keluarga
1. laki-laki 1. Petani
2. perempuan 2. Wiraswasta
4. Suku 3. Pegawai Negeri Sipil (PNS
1. Batak 8. Penghasilan Kepala Keluarga
2. Jawa 1. < Rp.300.000
3. Melayu 2. Rp.3000.000 - Rp.600.000
4. Minang 3. Rp.1.000.000 - Rp.900.000
5. Lain-lain…..(sebutkan) 4. Rp.1.000.000 - Rp.1.500.000
5. Agama 5. > Rp.2.000.000
1. Islam 9. Penyakit yang diderita lansia…………
2. Kristen ………………………………………..
3. Budha 10. Berapa lama menderita penyakit
4. Hindu tersebut……………………………...
6. Pendidikan 11. Berapa lama lansia tinggal bersama
1. Tidak sekolah dengan keluarga…………………..
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
Bagian 2 : Kuisoner Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi
Pengantar : Pada bagian ini ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi pada Lansia. Lansia diminta untuk mengisi kolom-kolom skala dengan tanda ceklist ( √ ) sesuai dengan apa yang dirasakan lansia dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu ?
a. Diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg
b. Diastolik 80 mmHg atau sistolik 130 mmHg
c. Diastolik 70 mmHg atau sistolik 120 mmHg
d. Diastolik 60 mmHg atau sistolik 110 mmHg
2. Faktor Resiko Hipertensi adalah ?
a. Diet dan asupan garam
b. Kurang gizi
c. Virus
d. Infeksi pada jantung
3. Terapi non farmakologis untuk Hipertensi yang mengalami obesitas adalah?
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan Asupan Garam
4. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ yaitu
a. Seperti strok untuk otak
b. Infeksi kandung kemih
c. Ginjal
d. Hepatitis
5. Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakukan ?
a. Aktivitas berat
b. Aktivitas biasa
c. Aktivitas sedang
d. Aktivitas ringan
6. Pada lansia fungsi Jantung sudah mengalami penurunan sehingga yang harus dilakukan adalah ?
a. Melatih jantung agar lebih kuat
b. Mengurangi aktivitas
c. Mengurangi aktivitas yang memberatkan kerja jantung
d. Memakan obat untuk menguatkan kerja jantung
7. Penyakit yang sering timbul akibat komplikasi dari Hipertensi adalah ?
a. Hepatitis
b. Diabetes
c. TBC
d. Pneumonia
8. Hipertensi sering terjadi pada lansia karena ?
a. Jantung tidak dapat memompa darah lagi
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun jika usia semakin bertambah tua
c. Tidak olahraga
d. Sering merokok
9. Tanda gejala Hipertensi yang sering muncul pada umumnya adalah ?
a. Dehidrasi
b. Nyeri tengkuk
c. Mual dan muntah
d. Penurunan berat badan
10. Pada lansia yang sudah terkena Hipertensi baiknya yang harus dilakukan adalah ?
a. Olahraga 20 menit sehari
b. Mengurangi aktivitas
c. Meningkatkan asupan natrium/garam
d. Memakan makanan yang mengandung kolesterol
ASUHAN KEPERAWATAN COLOSTOMY
ASUHAN KEPERAWATAN COLOSTOMY
Pengertian Colostomi
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Indikasi Colostomy
Indikasi colostomy yang permanent Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon.
Komplikasi Colostomy
Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit. Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang sampat loop ilium Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
Stenosis Stoma
Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
Hernia Paracolostomy
Pendarahan Stoma
Eviserasi
Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah
lnfeksi luka operasi
Retraksi : karena fixasi yang kurang sempurna
Sepsis dan kematian
Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif yang memadai.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA PASIEN KOLOSTOMI
>Keadaan stoma :
Warna stoma (normal warna kemerahan)
Tanda2 perdarahan (perdarahan luka operasi)
Tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese)
Posisi stoma
Apakah ada perubahan eliminasi tinja :
Konsistensi, bau, warna feces
Apakah ada konstipasi / diare
Apakah feces tertampung dengan baik
Apakah pasien dapat mengurus feces sendiri
Apakah ada gangguan rasa nyeri :
Keluhan nyeri ada/tidak
Hal-hal yang menyebabkan nyeri
Kualitas nyeri
Kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang)
Apakah pasien gelisah atau tidak
Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tidur nyenyak/tidak
Apakah stoma mengganggu tidur/tidak
Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur
Adakah faktor psikologis mempersulit tidur
Bagaimana konsep diri pasien Bagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga diri,ideal diri,gambaran diri & peran
Apakah ada gangguan nutrisi :
Bagaimana nafsu makan klien
BB normal atau tidak
Bagaimana kebiasaan makan pasien
Makanan yang menyebabkan diarhe
Makanan yang menyebabkan konstipasi
Apakah pasien seorang yang terbuka ?
Maukah pasien mengungkapkan masalahnya
Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan
setelah tahu bag tubuhnya diangkat
Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksual :
Tanyakan masalah kebutuhan seksual klien
Isteri/Suami memahami keadaan klien
Prioritas Perawatan Ditujukan Kepada:
Pengkajian mengenai penyesuaian psikologis
Pencegahan terhadap komplikasi
Pemberian dukungan untuk rnerawat diri sendiri
Menyediakan informasi
Kriteria Keberhasilan
Adanya perasaan penyesuaian yang aktual
Komplikasi dapat dicegah
Klien memenuhi kebutuhan sendiri
Adanya dukungan pelaksanaan pengobatan, mengetahui potensial terjadinya komplikasi
Dx. Keperawatan yg mungkin pada Colostomy
Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) s.d kemungkinan diet yang tidak balans yang ditandai, dengan ….
Gangguan rasa nyaman nyeri s.d gangguan mekans kulit akibat tindakan operasi, ditandai dengan ….
Gangguan rasa nyaman s.d BAB yang tidak terkontrol, yang ditandai dengan ….
Gangguan istirahat dan tidur s.d adanya rasa takut pada keadaan stoma, ditandai dengan ….
Potensial gangguan nutrisi sehubungan dengan ketidaktahuan terhadap kebutuhan makanan
Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran) s.d belum dapat beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis, yang ditandai dengan ….
Potensial ggn integritas kulit s.d terkontaminasinya kulit dengan feces, ditandai dengan ….
Disfungsi seksualitas s.d perubahan struktur tubuh, yang ditandai dengan ….
Potensial terjadinya infeksi s.d adanya kontaminasi luka dengan feces, yang ditandai dengan ….
Cemas s.d takut terisolasi dari orang lain ….
Keterbatasan aktifitas s.d klien merasa takut untuk melakukan aktifitas karena stoma.
Tujuan dan Intervensi
Agar pasien dapat BAB dengan teratur :
Hindari makan makanan berefek laksatif
Hindari makan makanan yang menyebabkan konstipasi (makanan yang keras)
Kolaborasi dengan ahli gizi masalah menu makanan
Kontrol makanan yang dibawa dari rumah
Berikan minum yang cukup (2-3 1t/hari)
Pola makan yang teratur (3 kali sehari)
Agar rasa nyeri dapat berkurang :
Catat pemberian medikasi pada saat intra operatif
Evaluasi rasa nyeri dan karakteristiknya
Beri pengertian pada klien agar rasa nyeri diterima sebagai suatu yang wajar dlm batas tertentu
Berikan analgetik sebagai tindakan kolaborasi
Agar klien dapat tidur/istirahat yang cukup :
Jelaskan, stoma tidak akan terbuka pada saat tidur
Amati faktor lingkungan yang mempersulit tidur
Amati faktor psikologis yang mempersulit tidur
Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi :
Bekerja sama dengan ahli gizi untuk menu makanan
Berikan gizi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan
Berikan motivasi agar tidak merasa takut menghabiskan makanannya
Agar tidak terjadi gangguan konsep diri :
Berikan dorongan semangat yang membesarkan hati
Hindari sikap asing pada keadaan penyakit pasien
Arahkan agar klien mampu merawat diri sendiri
Beri penjelasan agar klien dapat menerima keadaan dan beradaptasi terhadap stomanya
Hindarkan perilaku yang membuat pasien tersinggung (marah, jijik, dll)
Agar kebutuhan seksualitas dapat terpenuhi :
Beri penjelasan bahwa klien boleh melakukan hubungan seksual dengan wajar
Agar tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Lakukan teknik perawatan baik (bersih)
Lindungi kulit dengan pelindung kulit (vaselin / skin barier) disekitar stoma
Letakan alas (kasa) yang dapat menyerap aliran feces
Untuk menghindari infeksi sekunder :
Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada stoma
Ajarkan klien tentang personal hygiene dan perawatan stoma
Untuk menghindari rasa cemas :
Berikan keyakinan bahwa klten mampu beradaptasi dengan lingkungan (masyarakat)
Agar klien tidak takut melakukan aktifitas
Berikan penjelasan masalah aktifitas yang tidak boleh dilakukan (olah raga sepak bola, lari)
Bila akan melakukan aktifitas kantong stoma diberi penyangga (ikat pinggang)
Evaluasi
Kebersihan stoma dan sekitarnya terjaga dengan baik :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
Stoma tidak mengalami penurunan
Klien dapat BAB dengan teratur dan lancar :
Frekuensi BAB teratur (1-2 kali sehari)
Pola BAB teratur
Tidak ada diare/konstipasi
Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi :
–>KIien dapat tidur tenang (6-8 jam sehari)
Tidak ada faktor lingkungan dan psikologis yang mempersulit tidur
Klien kelihatan segar (tidak mengantuk)
Rasa nyeri dapat diantisipasi oleh klien sendiri
a.Tidak ada keluhan rasa nyeri
b. Wajah tampak ceria
5. Nutrisi dapat terpenuhi
Klien mau menghabiskan makanan yang diberikan
Tidak ada penyulit makan
BB seimbang
Tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
(lecet)
Kebutuhan seksual terpenuhi
a. Isteri/Suami mau mengerti keadaan klien
b. Klien memahami dengan cara yang disarankan dalam melakukan hubungan seksual
8.lnfeksi tidak terjadi
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rnerah, nyeri,
bengkak, panas)
9.Klien tidak cemas :
Klien terlihat tenang dan memahami keadaanya
10. Aktifitas klien tidak terganggu
Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan
PERAWATAN KOLOSTOMI (MENGGANTI KANTONG KOLOSTOMI)
Persiapan alat:
Sarung tangan
Handuk mandi
Air hangat
Sabun mandi
Tissue
–>Kantong colostomy
Bengkok/plastik keresek untuk tempat sampah
Kassa
Vaselin
Spidol
Plastik untuk guide size (mengukur stoma)
Gunting
Pelaksanaan
Dekatkan alat-alat ke klien
Pasang selimut mandi
Dekatkan bengkok ke dekat klien
Pasang sarung tangan
Buka kantung lama
Bersihkan stoma dan kulit sekitar stoma dengan sabun atau air hangat
Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces yang keluar lagi tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan
Ukur stoma dengan guide size untuk memilih kantung stoma yang sesuai
Pasang kantong stoma
Pastikan kantong stoma merekat dengan baik dan tidak bocor
Buka sarung tangan
Bereskan alat-alat
Cuci tangan
Pengertian Colostomi
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Indikasi Colostomy
Indikasi colostomy yang permanent Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon.
Komplikasi Colostomy
Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit. Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang sampat loop ilium Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
Stenosis Stoma
Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
Hernia Paracolostomy
Pendarahan Stoma
Eviserasi
Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah
lnfeksi luka operasi
Retraksi : karena fixasi yang kurang sempurna
Sepsis dan kematian
Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif yang memadai.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA PASIEN KOLOSTOMI
>Keadaan stoma :
Warna stoma (normal warna kemerahan)
Tanda2 perdarahan (perdarahan luka operasi)
Tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese)
Posisi stoma
Apakah ada perubahan eliminasi tinja :
Konsistensi, bau, warna feces
Apakah ada konstipasi / diare
Apakah feces tertampung dengan baik
Apakah pasien dapat mengurus feces sendiri
Apakah ada gangguan rasa nyeri :
Keluhan nyeri ada/tidak
Hal-hal yang menyebabkan nyeri
Kualitas nyeri
Kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang)
Apakah pasien gelisah atau tidak
Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tidur nyenyak/tidak
Apakah stoma mengganggu tidur/tidak
Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur
Adakah faktor psikologis mempersulit tidur
Bagaimana konsep diri pasien Bagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga diri,ideal diri,gambaran diri & peran
Apakah ada gangguan nutrisi :
Bagaimana nafsu makan klien
BB normal atau tidak
Bagaimana kebiasaan makan pasien
Makanan yang menyebabkan diarhe
Makanan yang menyebabkan konstipasi
Apakah pasien seorang yang terbuka ?
Maukah pasien mengungkapkan masalahnya
Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan
setelah tahu bag tubuhnya diangkat
Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksual :
Tanyakan masalah kebutuhan seksual klien
Isteri/Suami memahami keadaan klien
Prioritas Perawatan Ditujukan Kepada:
Pengkajian mengenai penyesuaian psikologis
Pencegahan terhadap komplikasi
Pemberian dukungan untuk rnerawat diri sendiri
Menyediakan informasi
Kriteria Keberhasilan
Adanya perasaan penyesuaian yang aktual
Komplikasi dapat dicegah
Klien memenuhi kebutuhan sendiri
Adanya dukungan pelaksanaan pengobatan, mengetahui potensial terjadinya komplikasi
Dx. Keperawatan yg mungkin pada Colostomy
Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) s.d kemungkinan diet yang tidak balans yang ditandai, dengan ….
Gangguan rasa nyaman nyeri s.d gangguan mekans kulit akibat tindakan operasi, ditandai dengan ….
Gangguan rasa nyaman s.d BAB yang tidak terkontrol, yang ditandai dengan ….
Gangguan istirahat dan tidur s.d adanya rasa takut pada keadaan stoma, ditandai dengan ….
Potensial gangguan nutrisi sehubungan dengan ketidaktahuan terhadap kebutuhan makanan
Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran) s.d belum dapat beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis, yang ditandai dengan ….
Potensial ggn integritas kulit s.d terkontaminasinya kulit dengan feces, ditandai dengan ….
Disfungsi seksualitas s.d perubahan struktur tubuh, yang ditandai dengan ….
Potensial terjadinya infeksi s.d adanya kontaminasi luka dengan feces, yang ditandai dengan ….
Cemas s.d takut terisolasi dari orang lain ….
Keterbatasan aktifitas s.d klien merasa takut untuk melakukan aktifitas karena stoma.
Tujuan dan Intervensi
Agar pasien dapat BAB dengan teratur :
Hindari makan makanan berefek laksatif
Hindari makan makanan yang menyebabkan konstipasi (makanan yang keras)
Kolaborasi dengan ahli gizi masalah menu makanan
Kontrol makanan yang dibawa dari rumah
Berikan minum yang cukup (2-3 1t/hari)
Pola makan yang teratur (3 kali sehari)
Agar rasa nyeri dapat berkurang :
Catat pemberian medikasi pada saat intra operatif
Evaluasi rasa nyeri dan karakteristiknya
Beri pengertian pada klien agar rasa nyeri diterima sebagai suatu yang wajar dlm batas tertentu
Berikan analgetik sebagai tindakan kolaborasi
Agar klien dapat tidur/istirahat yang cukup :
Jelaskan, stoma tidak akan terbuka pada saat tidur
Amati faktor lingkungan yang mempersulit tidur
Amati faktor psikologis yang mempersulit tidur
Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi :
Bekerja sama dengan ahli gizi untuk menu makanan
Berikan gizi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan
Berikan motivasi agar tidak merasa takut menghabiskan makanannya
Agar tidak terjadi gangguan konsep diri :
Berikan dorongan semangat yang membesarkan hati
Hindari sikap asing pada keadaan penyakit pasien
Arahkan agar klien mampu merawat diri sendiri
Beri penjelasan agar klien dapat menerima keadaan dan beradaptasi terhadap stomanya
Hindarkan perilaku yang membuat pasien tersinggung (marah, jijik, dll)
Agar kebutuhan seksualitas dapat terpenuhi :
Beri penjelasan bahwa klien boleh melakukan hubungan seksual dengan wajar
Agar tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Lakukan teknik perawatan baik (bersih)
Lindungi kulit dengan pelindung kulit (vaselin / skin barier) disekitar stoma
Letakan alas (kasa) yang dapat menyerap aliran feces
Untuk menghindari infeksi sekunder :
Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada stoma
Ajarkan klien tentang personal hygiene dan perawatan stoma
Untuk menghindari rasa cemas :
Berikan keyakinan bahwa klten mampu beradaptasi dengan lingkungan (masyarakat)
Agar klien tidak takut melakukan aktifitas
Berikan penjelasan masalah aktifitas yang tidak boleh dilakukan (olah raga sepak bola, lari)
Bila akan melakukan aktifitas kantong stoma diberi penyangga (ikat pinggang)
Evaluasi
Kebersihan stoma dan sekitarnya terjaga dengan baik :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
Stoma tidak mengalami penurunan
Klien dapat BAB dengan teratur dan lancar :
Frekuensi BAB teratur (1-2 kali sehari)
Pola BAB teratur
Tidak ada diare/konstipasi
Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi :
–>KIien dapat tidur tenang (6-8 jam sehari)
Tidak ada faktor lingkungan dan psikologis yang mempersulit tidur
Klien kelihatan segar (tidak mengantuk)
Rasa nyeri dapat diantisipasi oleh klien sendiri
a.Tidak ada keluhan rasa nyeri
b. Wajah tampak ceria
5. Nutrisi dapat terpenuhi
Klien mau menghabiskan makanan yang diberikan
Tidak ada penyulit makan
BB seimbang
Tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
(lecet)
Kebutuhan seksual terpenuhi
a. Isteri/Suami mau mengerti keadaan klien
b. Klien memahami dengan cara yang disarankan dalam melakukan hubungan seksual
8.lnfeksi tidak terjadi
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rnerah, nyeri,
bengkak, panas)
9.Klien tidak cemas :
Klien terlihat tenang dan memahami keadaanya
10. Aktifitas klien tidak terganggu
Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan
PERAWATAN KOLOSTOMI (MENGGANTI KANTONG KOLOSTOMI)
Persiapan alat:
Sarung tangan
Handuk mandi
Air hangat
Sabun mandi
Tissue
–>Kantong colostomy
Bengkok/plastik keresek untuk tempat sampah
Kassa
Vaselin
Spidol
Plastik untuk guide size (mengukur stoma)
Gunting
Pelaksanaan
Dekatkan alat-alat ke klien
Pasang selimut mandi
Dekatkan bengkok ke dekat klien
Pasang sarung tangan
Buka kantung lama
Bersihkan stoma dan kulit sekitar stoma dengan sabun atau air hangat
Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces yang keluar lagi tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan
Ukur stoma dengan guide size untuk memilih kantung stoma yang sesuai
Pasang kantong stoma
Pastikan kantong stoma merekat dengan baik dan tidak bocor
Buka sarung tangan
Bereskan alat-alat
Cuci tangan
Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSU Dr.Djoelham Binjai
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1, 15 milyar kasus di tahun 2025. prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini ( Riqwana Miruddin, 2006).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indeonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun pelaksanaan pengobatan jangkauanya masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 samppai dengan 15 % tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, jawa tengah 1,8% ; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0, 6 % ; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata disini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukan angka yang tinggi.Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo, 2007 menemukan prevalensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3 % (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas).
Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi daripada pria (P=0,005). Dari kasus tadi ternyata 68,4 % termasuk hipertensi ringan ( diastolik 95/104 mmHg), 28,1 % hipertensi sedang (diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5 % dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1 % suatu persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3 %), jadi merupakan faktor resiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai. Oleh karena itu, negara indonesia yang membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan terarah. Tujuan program penanggulangan penaykit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokko, stres dan lain-lain.
Hipertensi yang akan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit kardivaskular di derita oleh lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Lebih kurang 10-30 persen penduduk di hampir semua negara mengalami hipertensi (Elokdyah, 2007).
Hipertensi ini disebut sebagai ”pembunuh diam-diam” karena umumnya tidak merasakan tekanan darah tinggi selama seseorang ke organ-organ yang bersangkutan.
Menurut Dr Hisyam Aptamimi ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU Kraton pekalongan menyatakan Hipertensi atau penyakit darah tinggo merupakan penyebab terbesar dari penyakit jantung. ” bahkan, 75% penderita hipertensi akan berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada lanjut usia, ketika jantung telah ’lelah’ bekerja untuk memompa darah dengan tekanan yang berat (Siwono, 2003).
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun (Elokdyah, 2007).
Pada tahun 1995 Survei Kesehatan Rumah Tangga menunujukkan prevalensi hipertensi di Inidonesia sudah mencapai 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Wanita lebih banyak yang terkena ketimbang pria.
Survei yang sama sebelumnya tahun 1986, hipertensi disebutkan sebagai peneyebab utama kematian pada penderita janutng korner di Indonesia. Jumlah kasusnya 42.8 per 1.00.000 kematia. Hipertensi yang sudah mencapai tahap lanjut, artinya sudah terjadi bertahun-tahun, bisa dirasakan gejalanya. Biasanya muncu; sakit kepala, napas pendek, pandangan mata kabur dan gangguan tidur (Senio, 2005).
Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakuka aktivitas berat seperti olahraga dan stres. Peningkatan tekanan dan percepatan sirkulasi ini normal karena aktivitas dan emosi ekstrak serta oksigen yang cukup untuk disalurkan ke pembuluh darah.
Menurut Dr Sunarya Soeriatna SpJP dari RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Hipertensi, panyakit jantung dan diabetes sangat erat kaitannya satu dengan yang lainnya. Di negara ini, katanya ada kecenderungan peningkatan jumlah penderita hipertensi maupun diabetes melitus. ”Diabetes melitus menjadi epidemi di seluruh dunia , terutama Asia. Dalam kurun waktu 10 tahun (200-2010) diperkirakan insiden diabetes meningkat 57 persen. Dengan menekan resiko timbulnya diabetes melitua pada hipertensi, maka jumlah penyakit kardiovaskuler dapat di tekan (wed, 2004).
WHO menyatakan hipertensi merupakan silent killer, karena banyak masyarakat tak menaruh perhatian terhadap penaykit yang kadang dianggap sepele oleh mereka, tanpa meyadari jika penyakit ini menjadi berbahaya dari berbagai kelainan yang lebih fatal misalnya kelainan pembuluh darah, jantung (kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan pecahnya pembuluh darah kapiler di otak atau yang lebih disebut dengan nama stroke (Nissonline, 2007).
Berdasarkan yang saya lihat selama ini dirumah sakit ataupun di masyarkat penyakit hipertensi saat ini sudah semakin banyak terkadi dari itu saya mengambil kesimpulan karena saya berminat untuk memperdalam dan meneliti Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka di dapat perumusan masalah sebagai berikut untuk megetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
C. TUJUAN PENELITAN
Untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSU Dr.Djoelham Binjai
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini menyediakan informasi tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar dapat menjadi bahan masukan bagi praktek kesehatan
2. Sebagai refrensi perepustakaan sekaolah tinggi ilmu kesehatan Deli Husada Delitua dan merupakan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar lebih dipahami.
3. Hasil penelitian ini merupakan sumber data bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia supaya menjadi lebih dikembangkan atau dipahami.
4. Untuk pelayanan kesehatan agar dapat menambah wawasan dan bahan masukan khususnya bagi perawat ada di rumah sakit, agar dapat lebih memahami tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia,yakni indera penglihatan,pendengaraan,penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kongnitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan (Notoatmojo,2003).
B. Tingkat Pengetahuan
Menurut Bloom 1956, dikutip dari Notoatmojo, 2003 bahwa pengetahuan tercakup dalam dominan kongnitif yang mempunyai tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam keadaan pengetahuan tingkat ini adalah meningat kembali (recall.) sesuatu yang sepesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu tahu itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (compherehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dapat diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut itu secara benar. Orang yang telah paham terhadap oleh objek atau materi harus dapat menjelaska, menyebutkan contoh, menyimpulkan,meramalkan,dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum ,rumus-rumus, prinsip dan sebagainya atau situasi yang lain.
4. Aplikasi (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetepi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis) menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formasi-formasi baru dari formulasi yang ada
6. Evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.
C. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun. Hipertensi benigna bersifat progresif lambat, sedangkan hipertensi maligna adalah suatu keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan berat pada berbagai organ (elokdyah, 2007).
1. Kerusakan organ target
a. Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris, gagal jantung.
b. Otak ; stroke
c. Penyakit ginjal kronik
d. Penyakit artei perifer
e. Retinopati
2. klasifikasi tekanan darah
menurut The Seventh Report of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.
Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal
Pra Hipertensi
Hipertensi 1
Hipertensi 2 <120
120-139
140-159
≥160 <80
80-89
90-99
≥100
3. Faktor Resiko
a. Diet dan asupan garam
b. Stres
c. Ras
d. Obesitas
e. Merokok
f. Genetik
g. Sistem saraf simpatis
h. Keseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi
i. Pengaruh sitem RAA
4. Patogenesis Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit dengan penyebab yang multifaktor. Diantaranya ;
a. Asupan garam berlebih dapat menyebabkan peningkatan volume cairan. Sedangkan peningkatan volume cairan meyebabkan peningkatan preload yang berakibat tekanan darah meningkat.
b. Jumlah nefron yang berkurang dapat menyebabkan retensi natrium ginjal dan penurunan permukaan filtrasi. Apabila terjadi retensi urin pada ginjal volume cairan akan meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
c. Stres akan berakibat pada penurunan permukaan filtrasi, aktivitas saraf simpatis yang berlebih serta produksi berlebih renin agiotensin. Aktivitas saraf simpatis yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renin angiotensin yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renis angiotensin yang berlebih mengakibatkan kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural sehingga tekanan darah dapat meningkat.
d. Perubahan genetis dapat menyebabkan perubahan pada membaran sel sehinggaa terjadi kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
e. Obesitas juga dapat meningkatkan tekanan darah karena obesitas terjadi hiperinsulinemis yang dapat menyebabkan hipertrofi struktural. Akibat adanya hipertrofi struktural, maka terjadilah peningkatan tekanan darah
f. Bahan-bahan yang berasal dari endotel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsionil dan hipertrofi struktural yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Elokdyah, 2007).
5. Terapi non farmakologis
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan asupan garam
e. Meningkatkan komsumsi buah dan sayur
f. Menurunkan aspek lemak (Elokdyah, 2007)
6. Etiologi
a. Esensial (95%): 10-15% pada orang dewasa kulit putih 20-30 % pada orang dewasa kulit hitam ; onset 25-55 tahun ; riwayat dalam keluarga.
b. Renal (40%) renovasikular (2%) ; stenosis arteri renalis dari aterosklerosis atau
c. Isplasia fibromuskular parenkimal (2%) ; insufisiensi fungsi ginjal-retensi NA
d. Endokrin (0,5%). Feokromositoma (0,2%), hiperaldosteronisme primer (0,1%), sindrom cusing (0,2%)
e. Koartasio aorta (0,2%)
f. Penggunaan esterogen (5%) pada wanita dengan pil kontrasepsi oral karena meningkatnya substansi substrat renin di dalam hepar)
7. Langkah penanganan standar
a. Tujuan :
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. Menilai Kerusakan organ target
3. Mengidentifikasikan faktor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit yang lain akan memodifikasi terapi
8. Pemeriksaan fisik
a. ≥2 pengukuran tekanan darah secara terpisah > 2menit ; perifikasi pada kontra latralnya, funduskopi,jantung (LVH, murmur) vasikuler perifer, abdomen (masa atau burit), neurologik
b. Uji laboratorium ; elektrolit BUN, kreatinin, darah perifer lengkap, urinalisis, profil lipid, EKG, (cari LVH) foto rontgen toraks
c. Pertimbagan pada pasien yang berusia < 20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru
d. Penyakit reonvasikular petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat penyakit aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan
• Langkah penanganan penyebab-penyebab sekunder
1. Pertimbangan pada pasien yang berusia <20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap, atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru.
2. penyakit renovasikuler petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan.
Stenosis arteri renalis (RAS) unilateral (70%) normovolemik dan kreatinin normal ; RAS bilateral (30%) hipervolemik, kreatinin meningkat (Liza, 2008).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Seken renal kaptopril ; sensitifitas 90%,spesifitas 90 %, RAS bilateral mungkin tak terdeteksi USG dupleks : sangat bergantung pada keterampilan operator MRA ; sensitifitas 90%, spesifitas 90% dari penilaian beratnya stenosis bila berlebihan renin vena renalis + capptropil (terpengaruh/tak terpengaruh>1,5/1) sensitifitas > 80 %, spesifitas 60 % Angiografi standar paling baik
1) Penyakit parenkim ginjal : BUN, kreatinin, bersihkan kreatinin
2) Etiologi endokrin-lihat gangguan adrenal
3) Kortasio aorta
Petunjuk klinis ; denyut ekstremitas inferior menurun, murmur sistolik posterior, perlambatan radioformal, LVH, takik tualang iga pada foto rontgen toraks pemeriksaan diagnostik : ekokardiogram, aortagram (Liza, 2008)
10. Penatalaksanaan
a. Bergantung pada derajat hipertensi dan adanya faktor resiko lain terhadap kardiovaskular, ginjal dan penyakit neurologik.
b. Modifikasi pola hidup ; penurunan berat badan untuk mencapai berat badan ideal, olahraga 20 menit sehari, tidak merokok atau minum alkohol, asupan natrium ≤3g/hari
c. Pilihan obat : pilihan obat amat banyak dan bervariasi, berikut ini adalah anjuran :
Hipertensi tanpa komplikasi ; diuretik atau peyekat β
+ diabetes melitus ACEI
+PJK ; Penyekat β
+gagal jantung : ACEI, diuretik
d. Penyebab sekunder
Renovasikular; angioplasti ± stenting, bedah
Parenkim ginjal ; pembatasan garam dan cairan, ± diuretik
Etiologi endokrin – gangguan adrenal
11. Komplikasi
a) Neurologik ; TIA/CVA, ruptur aneurisma
b) Retinopati : I = penyempitan arteriolar, II = pembentukan cooper wiring, AV ancking, III = perdarahan dan eksudat IV ; papil edema
c) Jantung ; PJKLVH, gagal jantung kongestif
d) Vaskular ; diseksi aorta, anurisme aorta
e) Ginjal ; proteinuria, gagal ginjal
D. Pengertian Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dan proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Wahjudi, 2000).
1. Batasan-batasan Lansia
Menurut WHO, lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi 4 bagian:
a. fase iuventus, yaitu antara 25 dan 40 tahun.
b. fase verilitas, yaitu antara 40 sampai 50 tahun.
c. fase prasenium, yaitu antara 55 sampai 65 tahun.
d. fase senium, yaitu antara 65 sampai tutup usia.
2. Teori-teori Proses Menua
1. Teori genetik dan mutasi. Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/ DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2. ”pemakaian dan rusak”. Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan gangguan pada fungsi sel itu sendiri.
4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
5. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi.
6. Reaksi dari kekebalan sendiri. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat akan diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adalah tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadilah kelainan autoimu.
7. Teori “immunologi slow virus”. Sistem immun menjadi efektif dengan betambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
8. Teori stress. Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
9. Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
10. Teori rantai silang. Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi
3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia.
a. Perubahan Fisik.
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukurannya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d. Menurunnnya menurunnya proporsi di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
2. Sistem Persyarafan.
a. Berat otak menurun 10-20%. (pada setiap orang berkurang sel syaraf otaknya setiap hari).
b. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
d. Mengecilnya syaraf panca indera.
e. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
f. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.
4. Sistem Penglihatan.
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang : berkurang luas pandangannya.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
5. Sistem Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bias menyebabakan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistansi dari pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg dan diastolic normal kurang lebih 90 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh.
a. Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Yang sering ditemui, antara lain:
b. Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik + 35 oC ini akibat metabolisme yang menurun.
c. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru- paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO2 pada arteri tidak berganti.
g. Kemampuan untuk batuk berkurang.
h. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lender, atropi indera pengecap (+80%), hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap.
c. Esophagus melebar.
d. Lambung; rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
g. Liver (hati); makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
9. Sistem reproduksi.
a. Atropi payudara.
b. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
c. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (dengan kondisi kesehatan baik), yaitu: Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual dan tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami.
d. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan warna.
10. Sistem Genitourinaria.
a. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron(tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya berkurangnya kemampuan mengkonsentrasikan urin.
b. Vesika urinaria (kandung kemih). Otot mejadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi urine meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urine.
c. Pembesaran prostate +75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
d. Atropi vulva.
e. Vagina orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih juga membutuhkannya; tidak ada batasan umur tertentu fungsi seksual seseorang berhenti; frekuensi seksual intercourse cenderung menurun secara bertahap setiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.
11. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran gas.
d. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen dan testosteron.
12. Sistem integumen.
Pada lansia kulit akan mengeriput akibat kehilangan jaringan lemak, dan permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. Mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut pada lansia akan menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh serta kuku menjadi pudar dan tidak bercahaya.
13. Sistem Muskuluskeletal.
Pada lansia tulang akan kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, terjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi menjadi berkurang), persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skelerosis. Terjadi atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor (Wahjudi, 2000).
b. Perubahan Psikologik
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Stereotif psikologik lansia biasanya sesuai dengan pembawaannya pada waktu muda. Beberapa sifat stereotif yang dikenal adalah sebagai berikut:
Tipe konstruktif. Orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristic, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami masa pension dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
Tipe ketergantungan. Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pension, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.
Tipe defensive. Orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/ jabatan tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, seringkali emosinya tidak dapat dikontrol, memgang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Tipe bermusuhan. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda.
Tipe membenci/ menyalahkan diri sendiri. Orang ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Namun dapat menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada (Boedhi, 2006).
Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas tingkat ketergantungan atau kemandirian mereka. Dalam kaitan ini penduduk lansia dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) kelompok lansia yang sudah uzur, pikun (senile) yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; (ii) kelompok lansia yang produktif, yaitu mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain; (iii) kelompok lansia yang miskin (destitute), yaitu termasuk mereka yang secara relatif tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti pekerjaan atau pendapatan yang tidak dapat menunjang kelangsungan kehidupannya (Wirakartakusumah, 1994).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90 % kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial), masalah hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka ditetapkan kerangka konsep sebagai berikut :
B. Defenisi Konseptual
B. Defenisi Konseptual
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 2003).
2. Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg (Noer Sjaifoellah, 1996).
3. Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Wahjudi, 2000).
C. Defenisi Operasional
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil berpikir dari otak manusia.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi.
3. Lansia
Lansia adalah bertambahnya usia yang semakin lama semakin tua, yang menyababkan penurunan fungsi tubuh.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sample yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai. Tahun 2009 yang berjumlah 30 orang (Notoadmojo, 2005).
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lansia yang rawat inap
2. Dapat berbahasa Indonesia.
3. Dapat membaca dan menulis.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr Djoelham binjai selama bulan 12 Pebruari 2009 sampai dengan 16 Pebruari 2009.
D. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari program studi ilmu keperawatan Deli Husada Delitua dan permintaan izin kepada Direktur RSUD Dr Djoelham binjai. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.
Pada pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan penjelasan tentang informasi esensial dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian ini.
Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner, kuisoner ini terdiri dari : kuisoner data demografi, kuisoner Hipertensi.
Kuesioner tentang data demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, penyakit yang sedang diderita bayi dan berapa lama menderita penyakit tersebut. Kuesioner tentang faktor-faktor berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada lansia yang terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup yang ber sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal menyilang jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Kuisioner terdiri dari 10 pertanyaan untuk setiap jawaban yang dianggap jawaban yang tegas dengan memberi checklist.
E. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode dengan petunjuk
c. Tabulating
Tabulating adalah untuk mempermudah analisa data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
F. Analisis Data
Analisa data dilkukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di isi, kemudian data yang sesuai di beri kode (coding) untuk memudahkan tabulasi dan analisa data
G. Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti mendapat surat rekomendasi dari pendidikan, peneliti membawa surat rekomendasi ke puskesmas delitua. Setelah mendapat izin dari RSUD Dr Djoelham binjai, peneliti diberi persetujuan pengambilan data di RSUD Dr Djoelham binjai tersebut Tahun 2009.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan pasien mengenai hipertensi pada lansia di RSUD Dr. Djoelham Binjai pada bulan januari sampai pebruari Tahun 2009 dengan jumlah yang diteliti adalah sebanyak 30 0rang lansia dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.
1. Karakteristik Responden
a. Kelompok Umur
Tabel 5. 1
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
60-70 17 56,7 %
80-90 13 43,4 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.1 diatas responden paling banyak dijumpai umur lansia 60-70 tahun yaitu 17 orang (56,7%).
b. Jenis kelamin
Tabel 5. 2
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan jenis kelamin di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
Laki-laki 16 53,3 %
Perempuan 14 46,7 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.2 diatas responden paling banyak dijumpai jenis kelaminnya laki-laki yaitu 16 orang (53,3%).
3. Suku
Tabel 5.3
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan suku di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Suku Jumlah Persentase %
Batak 13 43,3 %
Jawa 8 26,7 %
Melayu 5 16,7 %
Minang 4 13,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 3 diatas responden paling banyak dijumpai suku batak yaitu 13 orang (43,3%).
4. Agama
Tabel 5.4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Agama di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Agama Jumlah Persentase %
Islam 15 50 %
Kristen 12 43,3 %
Buddha 2 6,7 %
Hindu - 0 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai agama Islam yaitu 15 orang (50%).
5. Pendidikan
Tabel 5. 4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Pendidikan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pendidikan Jumlah Persentase %
Tidak sekolah - -
SD 8 26,7 %
SMP 10 33,3 %
SMU 9 30 %
Diploma 3 10 %
Sarjana - -
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai pada pendidikan SMP yaitu 10 orang (33,3%).
6. Pekerjaan
Tabel 5. 5
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pekerjaan Jumlah Persentase %
Petani 11 36,7 %
wiraswata 13 43,4 %
PNS 6 20 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 5 diatas responden paling banyak dijumpai pada pekerjaan wiraswasta yaitu 13 orang (43,3 %).
7. Penghasilan
Tabel 5.6
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Penghasilan Jumlah Persentase
< Rp. 300.000 3 10 %
Rp. 300.000 – Rp. 600.000 21 70%
Rp. 600.000 – Rp. 900.000 3 10%
Rp. 900.000 – Rp.1.000.000 0 0%
> Rp. 1.000.000 3 10%
Total 30 100%
Berdasarkan tabel 5. 6 diatas responden paling banyak dijumpai pada penghasilan keluarga sebanyak Rp. 300.000 – Rp. 600.000 yaitu 20 orang (70 %), bahkan penghasilan keluarga ada juga sebanyak Rp. 300.000 sebanyak 5 orang (10%) dari rata-rata. Hal ini bararti pengahasilan keluarga masih sangat rendah.
8. Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi
Tabel 5. 7
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan pengetahuan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
pengetahuan Jumlah Persentase
Baik 17 56,7%
Sedang 10 33,3%
Buruk 3 10%
Total 30 100%
Dari tabel 5.7 yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa gambaran pengetahuan responden lebih banyak pada kategori baik yaitu 17 orang (56,7%).
B Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi di RSUD Dr. Djoelham Binjai dari data yang diperoleh dari 30 responden rata-rata sebanyak 17 orang (56,7%). Namun hal ini masih banyak dari antara mereka memahami pengetahuan mengenai hipertensi.
Menurut peneliti, mereka hanya menyerahkan sepenuhnya proses kejadian hipertensi melalui pengobatan dan perawatan dari dokter dan perawat. Perawat yang sering berinteraksi dengan memilki tanggung jawab penuh dalam hal proses penyampaian informasi mengenai kejadian serta perawat harus berperan aktif dalam pelaksanaannya bagi pasien dalam membantu mempercepat proses kejadian hipertensi. Pada saat peneliti membagikan kuisoner, responden juga tidak terlihat bingung dan tahu, serta mengerti mengenai kejadian hipertensi tetapi peneliti memberikan penjelasan sebelum responden menjawab kuisoner.
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mayoritas responden pada umur 60-70 tahun sebanyak 17 orang (56,7%).
2. Mayoritas responden pada laki-laki sebanyak 16 orang (53,3%)
3. Mayoritas responden pada suku batak sebanyak 13 orang (43,3%)
4. Mayoritas responden pada Agama Islam sebanyak 15 orang (50%)
5. Mayoritas responden pada Pendidikan SMP sebanyak 10 orang (33,3%)
6. Mayoritas responden pada Pekerjaan Wiraswasta sebanyak 13 orang (33,3%)
7. Mayoritas responden pada Pengahasilan Rp. 300.000 – Rp. 600.000, sebanyak 21 orang (70%)
B Saran
1. Bagi petugas kesehatan agar kiranya melakukan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan bagi penerus-penerus yang akan datang.
2. Perlu kiranya ada dorongan yang dapat mencegah kejadian hipertensi, hal ini petugas kesehatan harus berperan aktif.
3. Bagi lansia kiranya menjaga komsumsi makanan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan Hipertensi yang akan menganggu kesehatan.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1, 15 milyar kasus di tahun 2025. prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini ( Riqwana Miruddin, 2006).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indeonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun pelaksanaan pengobatan jangkauanya masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 samppai dengan 15 % tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, jawa tengah 1,8% ; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0, 6 % ; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata disini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukan angka yang tinggi.Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo, 2007 menemukan prevalensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3 % (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas).
Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi daripada pria (P=0,005). Dari kasus tadi ternyata 68,4 % termasuk hipertensi ringan ( diastolik 95/104 mmHg), 28,1 % hipertensi sedang (diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5 % dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1 % suatu persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3 %), jadi merupakan faktor resiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai. Oleh karena itu, negara indonesia yang membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan terarah. Tujuan program penanggulangan penaykit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokko, stres dan lain-lain.
Hipertensi yang akan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit kardivaskular di derita oleh lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Lebih kurang 10-30 persen penduduk di hampir semua negara mengalami hipertensi (Elokdyah, 2007).
Hipertensi ini disebut sebagai ”pembunuh diam-diam” karena umumnya tidak merasakan tekanan darah tinggi selama seseorang ke organ-organ yang bersangkutan.
Menurut Dr Hisyam Aptamimi ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU Kraton pekalongan menyatakan Hipertensi atau penyakit darah tinggo merupakan penyebab terbesar dari penyakit jantung. ” bahkan, 75% penderita hipertensi akan berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada lanjut usia, ketika jantung telah ’lelah’ bekerja untuk memompa darah dengan tekanan yang berat (Siwono, 2003).
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun (Elokdyah, 2007).
Pada tahun 1995 Survei Kesehatan Rumah Tangga menunujukkan prevalensi hipertensi di Inidonesia sudah mencapai 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Wanita lebih banyak yang terkena ketimbang pria.
Survei yang sama sebelumnya tahun 1986, hipertensi disebutkan sebagai peneyebab utama kematian pada penderita janutng korner di Indonesia. Jumlah kasusnya 42.8 per 1.00.000 kematia. Hipertensi yang sudah mencapai tahap lanjut, artinya sudah terjadi bertahun-tahun, bisa dirasakan gejalanya. Biasanya muncu; sakit kepala, napas pendek, pandangan mata kabur dan gangguan tidur (Senio, 2005).
Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakuka aktivitas berat seperti olahraga dan stres. Peningkatan tekanan dan percepatan sirkulasi ini normal karena aktivitas dan emosi ekstrak serta oksigen yang cukup untuk disalurkan ke pembuluh darah.
Menurut Dr Sunarya Soeriatna SpJP dari RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Hipertensi, panyakit jantung dan diabetes sangat erat kaitannya satu dengan yang lainnya. Di negara ini, katanya ada kecenderungan peningkatan jumlah penderita hipertensi maupun diabetes melitus. ”Diabetes melitus menjadi epidemi di seluruh dunia , terutama Asia. Dalam kurun waktu 10 tahun (200-2010) diperkirakan insiden diabetes meningkat 57 persen. Dengan menekan resiko timbulnya diabetes melitua pada hipertensi, maka jumlah penyakit kardiovaskuler dapat di tekan (wed, 2004).
WHO menyatakan hipertensi merupakan silent killer, karena banyak masyarakat tak menaruh perhatian terhadap penaykit yang kadang dianggap sepele oleh mereka, tanpa meyadari jika penyakit ini menjadi berbahaya dari berbagai kelainan yang lebih fatal misalnya kelainan pembuluh darah, jantung (kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan pecahnya pembuluh darah kapiler di otak atau yang lebih disebut dengan nama stroke (Nissonline, 2007).
Berdasarkan yang saya lihat selama ini dirumah sakit ataupun di masyarkat penyakit hipertensi saat ini sudah semakin banyak terkadi dari itu saya mengambil kesimpulan karena saya berminat untuk memperdalam dan meneliti Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka di dapat perumusan masalah sebagai berikut untuk megetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
C. TUJUAN PENELITAN
Untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSU Dr.Djoelham Binjai
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini menyediakan informasi tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar dapat menjadi bahan masukan bagi praktek kesehatan
2. Sebagai refrensi perepustakaan sekaolah tinggi ilmu kesehatan Deli Husada Delitua dan merupakan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar lebih dipahami.
3. Hasil penelitian ini merupakan sumber data bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia supaya menjadi lebih dikembangkan atau dipahami.
4. Untuk pelayanan kesehatan agar dapat menambah wawasan dan bahan masukan khususnya bagi perawat ada di rumah sakit, agar dapat lebih memahami tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia,yakni indera penglihatan,pendengaraan,penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kongnitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan (Notoatmojo,2003).
B. Tingkat Pengetahuan
Menurut Bloom 1956, dikutip dari Notoatmojo, 2003 bahwa pengetahuan tercakup dalam dominan kongnitif yang mempunyai tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam keadaan pengetahuan tingkat ini adalah meningat kembali (recall.) sesuatu yang sepesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu tahu itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (compherehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dapat diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut itu secara benar. Orang yang telah paham terhadap oleh objek atau materi harus dapat menjelaska, menyebutkan contoh, menyimpulkan,meramalkan,dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum ,rumus-rumus, prinsip dan sebagainya atau situasi yang lain.
4. Aplikasi (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetepi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis) menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formasi-formasi baru dari formulasi yang ada
6. Evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.
C. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun. Hipertensi benigna bersifat progresif lambat, sedangkan hipertensi maligna adalah suatu keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan berat pada berbagai organ (elokdyah, 2007).
1. Kerusakan organ target
a. Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris, gagal jantung.
b. Otak ; stroke
c. Penyakit ginjal kronik
d. Penyakit artei perifer
e. Retinopati
2. klasifikasi tekanan darah
menurut The Seventh Report of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.
Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal
Pra Hipertensi
Hipertensi 1
Hipertensi 2 <120
120-139
140-159
≥160 <80
80-89
90-99
≥100
3. Faktor Resiko
a. Diet dan asupan garam
b. Stres
c. Ras
d. Obesitas
e. Merokok
f. Genetik
g. Sistem saraf simpatis
h. Keseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi
i. Pengaruh sitem RAA
4. Patogenesis Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit dengan penyebab yang multifaktor. Diantaranya ;
a. Asupan garam berlebih dapat menyebabkan peningkatan volume cairan. Sedangkan peningkatan volume cairan meyebabkan peningkatan preload yang berakibat tekanan darah meningkat.
b. Jumlah nefron yang berkurang dapat menyebabkan retensi natrium ginjal dan penurunan permukaan filtrasi. Apabila terjadi retensi urin pada ginjal volume cairan akan meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
c. Stres akan berakibat pada penurunan permukaan filtrasi, aktivitas saraf simpatis yang berlebih serta produksi berlebih renin agiotensin. Aktivitas saraf simpatis yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renin angiotensin yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renis angiotensin yang berlebih mengakibatkan kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural sehingga tekanan darah dapat meningkat.
d. Perubahan genetis dapat menyebabkan perubahan pada membaran sel sehinggaa terjadi kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
e. Obesitas juga dapat meningkatkan tekanan darah karena obesitas terjadi hiperinsulinemis yang dapat menyebabkan hipertrofi struktural. Akibat adanya hipertrofi struktural, maka terjadilah peningkatan tekanan darah
f. Bahan-bahan yang berasal dari endotel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsionil dan hipertrofi struktural yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Elokdyah, 2007).
5. Terapi non farmakologis
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan asupan garam
e. Meningkatkan komsumsi buah dan sayur
f. Menurunkan aspek lemak (Elokdyah, 2007)
6. Etiologi
a. Esensial (95%): 10-15% pada orang dewasa kulit putih 20-30 % pada orang dewasa kulit hitam ; onset 25-55 tahun ; riwayat dalam keluarga.
b. Renal (40%) renovasikular (2%) ; stenosis arteri renalis dari aterosklerosis atau
c. Isplasia fibromuskular parenkimal (2%) ; insufisiensi fungsi ginjal-retensi NA
d. Endokrin (0,5%). Feokromositoma (0,2%), hiperaldosteronisme primer (0,1%), sindrom cusing (0,2%)
e. Koartasio aorta (0,2%)
f. Penggunaan esterogen (5%) pada wanita dengan pil kontrasepsi oral karena meningkatnya substansi substrat renin di dalam hepar)
7. Langkah penanganan standar
a. Tujuan :
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. Menilai Kerusakan organ target
3. Mengidentifikasikan faktor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit yang lain akan memodifikasi terapi
8. Pemeriksaan fisik
a. ≥2 pengukuran tekanan darah secara terpisah > 2menit ; perifikasi pada kontra latralnya, funduskopi,jantung (LVH, murmur) vasikuler perifer, abdomen (masa atau burit), neurologik
b. Uji laboratorium ; elektrolit BUN, kreatinin, darah perifer lengkap, urinalisis, profil lipid, EKG, (cari LVH) foto rontgen toraks
c. Pertimbagan pada pasien yang berusia < 20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru
d. Penyakit reonvasikular petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat penyakit aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan
• Langkah penanganan penyebab-penyebab sekunder
1. Pertimbangan pada pasien yang berusia <20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap, atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru.
2. penyakit renovasikuler petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan.
Stenosis arteri renalis (RAS) unilateral (70%) normovolemik dan kreatinin normal ; RAS bilateral (30%) hipervolemik, kreatinin meningkat (Liza, 2008).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Seken renal kaptopril ; sensitifitas 90%,spesifitas 90 %, RAS bilateral mungkin tak terdeteksi USG dupleks : sangat bergantung pada keterampilan operator MRA ; sensitifitas 90%, spesifitas 90% dari penilaian beratnya stenosis bila berlebihan renin vena renalis + capptropil (terpengaruh/tak terpengaruh>1,5/1) sensitifitas > 80 %, spesifitas 60 % Angiografi standar paling baik
1) Penyakit parenkim ginjal : BUN, kreatinin, bersihkan kreatinin
2) Etiologi endokrin-lihat gangguan adrenal
3) Kortasio aorta
Petunjuk klinis ; denyut ekstremitas inferior menurun, murmur sistolik posterior, perlambatan radioformal, LVH, takik tualang iga pada foto rontgen toraks pemeriksaan diagnostik : ekokardiogram, aortagram (Liza, 2008)
10. Penatalaksanaan
a. Bergantung pada derajat hipertensi dan adanya faktor resiko lain terhadap kardiovaskular, ginjal dan penyakit neurologik.
b. Modifikasi pola hidup ; penurunan berat badan untuk mencapai berat badan ideal, olahraga 20 menit sehari, tidak merokok atau minum alkohol, asupan natrium ≤3g/hari
c. Pilihan obat : pilihan obat amat banyak dan bervariasi, berikut ini adalah anjuran :
Hipertensi tanpa komplikasi ; diuretik atau peyekat β
+ diabetes melitus ACEI
+PJK ; Penyekat β
+gagal jantung : ACEI, diuretik
d. Penyebab sekunder
Renovasikular; angioplasti ± stenting, bedah
Parenkim ginjal ; pembatasan garam dan cairan, ± diuretik
Etiologi endokrin – gangguan adrenal
11. Komplikasi
a) Neurologik ; TIA/CVA, ruptur aneurisma
b) Retinopati : I = penyempitan arteriolar, II = pembentukan cooper wiring, AV ancking, III = perdarahan dan eksudat IV ; papil edema
c) Jantung ; PJKLVH, gagal jantung kongestif
d) Vaskular ; diseksi aorta, anurisme aorta
e) Ginjal ; proteinuria, gagal ginjal
D. Pengertian Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dan proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Wahjudi, 2000).
1. Batasan-batasan Lansia
Menurut WHO, lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi 4 bagian:
a. fase iuventus, yaitu antara 25 dan 40 tahun.
b. fase verilitas, yaitu antara 40 sampai 50 tahun.
c. fase prasenium, yaitu antara 55 sampai 65 tahun.
d. fase senium, yaitu antara 65 sampai tutup usia.
2. Teori-teori Proses Menua
1. Teori genetik dan mutasi. Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/ DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2. ”pemakaian dan rusak”. Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan gangguan pada fungsi sel itu sendiri.
4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
5. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi.
6. Reaksi dari kekebalan sendiri. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat akan diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adalah tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadilah kelainan autoimu.
7. Teori “immunologi slow virus”. Sistem immun menjadi efektif dengan betambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
8. Teori stress. Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
9. Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
10. Teori rantai silang. Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi
3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia.
a. Perubahan Fisik.
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukurannya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d. Menurunnnya menurunnya proporsi di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
2. Sistem Persyarafan.
a. Berat otak menurun 10-20%. (pada setiap orang berkurang sel syaraf otaknya setiap hari).
b. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
d. Mengecilnya syaraf panca indera.
e. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
f. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.
4. Sistem Penglihatan.
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang : berkurang luas pandangannya.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
5. Sistem Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bias menyebabakan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistansi dari pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg dan diastolic normal kurang lebih 90 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh.
a. Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Yang sering ditemui, antara lain:
b. Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik + 35 oC ini akibat metabolisme yang menurun.
c. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru- paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO2 pada arteri tidak berganti.
g. Kemampuan untuk batuk berkurang.
h. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lender, atropi indera pengecap (+80%), hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap.
c. Esophagus melebar.
d. Lambung; rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
g. Liver (hati); makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
9. Sistem reproduksi.
a. Atropi payudara.
b. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
c. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (dengan kondisi kesehatan baik), yaitu: Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual dan tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami.
d. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan warna.
10. Sistem Genitourinaria.
a. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron(tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya berkurangnya kemampuan mengkonsentrasikan urin.
b. Vesika urinaria (kandung kemih). Otot mejadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi urine meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urine.
c. Pembesaran prostate +75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
d. Atropi vulva.
e. Vagina orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih juga membutuhkannya; tidak ada batasan umur tertentu fungsi seksual seseorang berhenti; frekuensi seksual intercourse cenderung menurun secara bertahap setiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.
11. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran gas.
d. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen dan testosteron.
12. Sistem integumen.
Pada lansia kulit akan mengeriput akibat kehilangan jaringan lemak, dan permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. Mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut pada lansia akan menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh serta kuku menjadi pudar dan tidak bercahaya.
13. Sistem Muskuluskeletal.
Pada lansia tulang akan kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, terjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi menjadi berkurang), persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skelerosis. Terjadi atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor (Wahjudi, 2000).
b. Perubahan Psikologik
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Stereotif psikologik lansia biasanya sesuai dengan pembawaannya pada waktu muda. Beberapa sifat stereotif yang dikenal adalah sebagai berikut:
Tipe konstruktif. Orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristic, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami masa pension dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
Tipe ketergantungan. Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pension, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.
Tipe defensive. Orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/ jabatan tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, seringkali emosinya tidak dapat dikontrol, memgang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Tipe bermusuhan. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda.
Tipe membenci/ menyalahkan diri sendiri. Orang ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Namun dapat menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada (Boedhi, 2006).
Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas tingkat ketergantungan atau kemandirian mereka. Dalam kaitan ini penduduk lansia dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) kelompok lansia yang sudah uzur, pikun (senile) yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; (ii) kelompok lansia yang produktif, yaitu mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain; (iii) kelompok lansia yang miskin (destitute), yaitu termasuk mereka yang secara relatif tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti pekerjaan atau pendapatan yang tidak dapat menunjang kelangsungan kehidupannya (Wirakartakusumah, 1994).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90 % kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial), masalah hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka ditetapkan kerangka konsep sebagai berikut :
B. Defenisi Konseptual
B. Defenisi Konseptual
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 2003).
2. Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg (Noer Sjaifoellah, 1996).
3. Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Wahjudi, 2000).
C. Defenisi Operasional
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil berpikir dari otak manusia.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi.
3. Lansia
Lansia adalah bertambahnya usia yang semakin lama semakin tua, yang menyababkan penurunan fungsi tubuh.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sample yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai. Tahun 2009 yang berjumlah 30 orang (Notoadmojo, 2005).
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lansia yang rawat inap
2. Dapat berbahasa Indonesia.
3. Dapat membaca dan menulis.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr Djoelham binjai selama bulan 12 Pebruari 2009 sampai dengan 16 Pebruari 2009.
D. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari program studi ilmu keperawatan Deli Husada Delitua dan permintaan izin kepada Direktur RSUD Dr Djoelham binjai. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.
Pada pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan penjelasan tentang informasi esensial dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian ini.
Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner, kuisoner ini terdiri dari : kuisoner data demografi, kuisoner Hipertensi.
Kuesioner tentang data demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, penyakit yang sedang diderita bayi dan berapa lama menderita penyakit tersebut. Kuesioner tentang faktor-faktor berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada lansia yang terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup yang ber sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal menyilang jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Kuisioner terdiri dari 10 pertanyaan untuk setiap jawaban yang dianggap jawaban yang tegas dengan memberi checklist.
E. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode dengan petunjuk
c. Tabulating
Tabulating adalah untuk mempermudah analisa data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
F. Analisis Data
Analisa data dilkukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di isi, kemudian data yang sesuai di beri kode (coding) untuk memudahkan tabulasi dan analisa data
G. Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti mendapat surat rekomendasi dari pendidikan, peneliti membawa surat rekomendasi ke puskesmas delitua. Setelah mendapat izin dari RSUD Dr Djoelham binjai, peneliti diberi persetujuan pengambilan data di RSUD Dr Djoelham binjai tersebut Tahun 2009.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan pasien mengenai hipertensi pada lansia di RSUD Dr. Djoelham Binjai pada bulan januari sampai pebruari Tahun 2009 dengan jumlah yang diteliti adalah sebanyak 30 0rang lansia dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.
1. Karakteristik Responden
a. Kelompok Umur
Tabel 5. 1
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
60-70 17 56,7 %
80-90 13 43,4 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.1 diatas responden paling banyak dijumpai umur lansia 60-70 tahun yaitu 17 orang (56,7%).
b. Jenis kelamin
Tabel 5. 2
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan jenis kelamin di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
Laki-laki 16 53,3 %
Perempuan 14 46,7 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.2 diatas responden paling banyak dijumpai jenis kelaminnya laki-laki yaitu 16 orang (53,3%).
3. Suku
Tabel 5.3
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan suku di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Suku Jumlah Persentase %
Batak 13 43,3 %
Jawa 8 26,7 %
Melayu 5 16,7 %
Minang 4 13,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 3 diatas responden paling banyak dijumpai suku batak yaitu 13 orang (43,3%).
4. Agama
Tabel 5.4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Agama di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Agama Jumlah Persentase %
Islam 15 50 %
Kristen 12 43,3 %
Buddha 2 6,7 %
Hindu - 0 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai agama Islam yaitu 15 orang (50%).
5. Pendidikan
Tabel 5. 4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Pendidikan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pendidikan Jumlah Persentase %
Tidak sekolah - -
SD 8 26,7 %
SMP 10 33,3 %
SMU 9 30 %
Diploma 3 10 %
Sarjana - -
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai pada pendidikan SMP yaitu 10 orang (33,3%).
6. Pekerjaan
Tabel 5. 5
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pekerjaan Jumlah Persentase %
Petani 11 36,7 %
wiraswata 13 43,4 %
PNS 6 20 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 5 diatas responden paling banyak dijumpai pada pekerjaan wiraswasta yaitu 13 orang (43,3 %).
7. Penghasilan
Tabel 5.6
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Penghasilan Jumlah Persentase
< Rp. 300.000 3 10 %
Rp. 300.000 – Rp. 600.000 21 70%
Rp. 600.000 – Rp. 900.000 3 10%
Rp. 900.000 – Rp.1.000.000 0 0%
> Rp. 1.000.000 3 10%
Total 30 100%
Berdasarkan tabel 5. 6 diatas responden paling banyak dijumpai pada penghasilan keluarga sebanyak Rp. 300.000 – Rp. 600.000 yaitu 20 orang (70 %), bahkan penghasilan keluarga ada juga sebanyak Rp. 300.000 sebanyak 5 orang (10%) dari rata-rata. Hal ini bararti pengahasilan keluarga masih sangat rendah.
8. Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi
Tabel 5. 7
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan pengetahuan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
pengetahuan Jumlah Persentase
Baik 17 56,7%
Sedang 10 33,3%
Buruk 3 10%
Total 30 100%
Dari tabel 5.7 yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa gambaran pengetahuan responden lebih banyak pada kategori baik yaitu 17 orang (56,7%).
B Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi di RSUD Dr. Djoelham Binjai dari data yang diperoleh dari 30 responden rata-rata sebanyak 17 orang (56,7%). Namun hal ini masih banyak dari antara mereka memahami pengetahuan mengenai hipertensi.
Menurut peneliti, mereka hanya menyerahkan sepenuhnya proses kejadian hipertensi melalui pengobatan dan perawatan dari dokter dan perawat. Perawat yang sering berinteraksi dengan memilki tanggung jawab penuh dalam hal proses penyampaian informasi mengenai kejadian serta perawat harus berperan aktif dalam pelaksanaannya bagi pasien dalam membantu mempercepat proses kejadian hipertensi. Pada saat peneliti membagikan kuisoner, responden juga tidak terlihat bingung dan tahu, serta mengerti mengenai kejadian hipertensi tetapi peneliti memberikan penjelasan sebelum responden menjawab kuisoner.
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mayoritas responden pada umur 60-70 tahun sebanyak 17 orang (56,7%).
2. Mayoritas responden pada laki-laki sebanyak 16 orang (53,3%)
3. Mayoritas responden pada suku batak sebanyak 13 orang (43,3%)
4. Mayoritas responden pada Agama Islam sebanyak 15 orang (50%)
5. Mayoritas responden pada Pendidikan SMP sebanyak 10 orang (33,3%)
6. Mayoritas responden pada Pekerjaan Wiraswasta sebanyak 13 orang (33,3%)
7. Mayoritas responden pada Pengahasilan Rp. 300.000 – Rp. 600.000, sebanyak 21 orang (70%)
B Saran
1. Bagi petugas kesehatan agar kiranya melakukan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan bagi penerus-penerus yang akan datang.
2. Perlu kiranya ada dorongan yang dapat mencegah kejadian hipertensi, hal ini petugas kesehatan harus berperan aktif.
3. Bagi lansia kiranya menjaga komsumsi makanan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan Hipertensi yang akan menganggu kesehatan.
Langganan:
Postingan (Atom)