Jumat, 27 Maret 2009

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELITUA TAHUN 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A . LATAR BELAKANG

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan (lisa ira 2002).

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).

Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo. 2008).
Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umxumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus (Medicastor 2006).
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas (Unair. 2008).
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (Ummualya. 2008).

Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24 jam. Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat. Penyebab- diare sangat penting untuk diketahui. Dokter tidak dapat meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare (wordpress 2008).
Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar (handwashing 2006). Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada anak usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik saja (cpd.dokter 2008).
Penyebab diare pada balita lebih beragam. Bisa karena infeksi bakteri, virus, dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengonsumsi makanan. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet (melanicyber 2008)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita.
Latar belakang di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Delitua. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Delitua.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Delitua Tahun 2009.

C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Tingkat pengetahuan Ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Delitua Tahun 2009.

D.MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang penyakit diare yang terjadi pada balita.
2. Sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang diare pada balita.
3. Sebagai bahan masukan bagi perawat rumah sakit khusus di ruang anak dengan penyakit diare.
4. Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan terutama pada penyakit diare.
5. Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGETAHUAN
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadii memalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penawaran rasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) ( Sukidjo .N. A, 1960).

B. Tingkatkan pengetahuan
Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan tanda – tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui. Dan dapat menginterpertasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita harus makan – makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain. Contohnya dapat menggunakan prinsip – prinsip, siklus pemecahan masalah, dari kasus yang diberi.

d. Analisis (Analysis)
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen – komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan – kemampuan untuk melakukan identifikasi atau menilai penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek, penilaian – penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria tak ada.

C. Pengertian Diare Pada Balita
1. Defenisi Balita
Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekutan untuk mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh.

2. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Masa neoratus : usia 0 – 28 hari
• Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
• Masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari
• Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
b. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
• Masa bayi dini : 0 – 1 tahun
• Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
c. Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)
• Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
• Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun


d. Masa neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 350 gr, selama 10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan. (Soetjeningsih, 2003)

D. Diare
1.ePengrtian Diare
a. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. (Aziz, 2006).
b. Diare dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah, 2002).
c. Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
1. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitis usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

2. Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).

3. Tanda dan Gejala (gambaran klinis)
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karenna sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)

E. Gejala-Gejala Dehidrasi
1. Dehidrasi ringan
• Meningkatnya rasa haus
• Kegelisahan atau rewel
• Menurunnya elastisitas kulit
• Mulut dan lidah yang kering
• Mata yang kering karena tidak adanya air mata
• Mata yang cekung
2. Dehidrasi berat
• Tangan dan kaki yang dingin dan lembab
• Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas
• Ketidakmampuan untuk minum
• Hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya
• Tidak ada air mata
• Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut
• Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni (Ramaiah,2002)

Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun
Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 200 25 350

Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
Ringan 13 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185

Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
Berat Badan Umur PWL MWL CWL Jumlah
0-3 Kg 0-1 bulan 150 125 25 300
3-10 1 bln – 2 thn 125 100 25 250
10-15 2-5 thn 100 80 25 205
15-25 5-10 thn 80 25 25 130

(Ngastiyah 2003)
Keterangan :
PWL : Cairan yang hilang karena muntah
NWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL : Cairan hilang karena muntah hebat

3. Komplikasi Diare
Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :
1. Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik.
2. Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus)
Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya
3. Septi semia
Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.
4. Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi
Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).
4. Faktro Penyebab Diare
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
- Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides)
b. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya


2. Faktor Malabsorsi
Malabsorsi karbohidrat disakarida
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah 2003).

5. Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko Diare
1. Faktor lingkungan
• Pasokan air tidak memadai
• Air terkontaminasi tinja
• Fasilitas kebersihan kurang
• Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air
• Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anaak di WC
• Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes . Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.
2. Praktik penyapihan yang buruk
• Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol
• Berhenti menyusui sebelum anak berusia setahun
3. Faktor individu
• Kurang gizi
• Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lajim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak.
4. Produksi asam lambung berkurang
5. Gerakan pada usus berkurang yang memengaruhi aliran makanan yang normal (Savitri 2002).

6. Pencegahan Diare
• Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun.
• Hindari pemberian susu botol.Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih.
• Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak.
• Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari.
• Jika anda tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.
• Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya
• Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak.
• Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin.
• Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat.
• Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak.
• Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.
7. Cara Pemberian Cairan dalam Terapi Dehidrasi
a. Belum ada dehidrasi
Peroal sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi.
b. Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25-50 ml / kg BB peroral (intragastrik), selanjutnya : 125 ml / Kg BB / hari ad libitum.
c. Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
1 jam pertama :
40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes / kg BB / menit (Set infus 1 ml = 20 tetes).
7 Jam berikutnya :
12 ml / kg BB / Jam = 3 tetes / kg / BB / menit (Set infus berukuran 1 ml = 15
tetes) atau 4 tetes / kg / BB / menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
16 jam berikutnya :
125 ml / kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG 11 intravena 2 tetes / kg / BB / menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes / Kg / BB / menit. (1 ml = 20 tetes) (Ngastiyah 2003).

8. Pengobatan untuk diare
a. Obat anti sekresi
Asetosal dosis 25 mg / tahun dengan dosis minimun 30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari

b. Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papverim, ekstrak beladora, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi.
c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / KG / BB / hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia (Ngastiyah 2003).
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dijabarkan dengan menggunakan skema tentang Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita.
Dari konsep diatas penulis dapat menyatakan sebagai berikut :

B. Defenisi Konseptual dan Operasional
1. Defenisi Konseptual
a. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadii memalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penawaran rasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) ( Sukidjo .N. A, 1960).
b.IBU
1. Pengertian ibu
Ibu adalah orang yang ingin melihat, menyentuh, dan merawat anaknya dengan di bantu staf perawat yang ramah.

2. Defenisi operasional
a. pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pikiran manusia yang terjadi pada statu objek atau benda tertentu.
b. Ibu
Ibu adalah oarang yang menjaga dan merawat kita sampai tumbuh dewasa dengab kasih dan sayangnya.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif tipikal, yang bertujuan untuk mengetahui Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Delitua Tahun 2009.

B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di wilayah kerja puskesmas Delitua Tahun 2009 yang berjumlah 50 orang (Notoadmojo,2005).
2. Sampel
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang di telita dan di anggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang memiliki anak yang menderita sakit diare di wilayah kerja puskesmas delitua Tahun 2009 yang berjumlah 20 orang (Notoadmojo,2005).

C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian akan dilakukan di wilayah kerja puskesmas delitua tahun 2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di bulan Desember 2008 sampai dengan februari tahun 2009.

D. Etika penelitian
Dalam penelitian ini mendapat rekomondasi dari Ka.prodi Ilmu Keperawatan DELIHUSADA Delitua, setelah di setujui oleh pembimbing I dan II selaku pembimbing penelitian. Kemudia permintaan secara tertulis ke puskesmas delitua.
Kemudian penelitian akan dilakukan dengan memperhatikan masalah etika antara lain sebagai berikut:
1. (informed consent) saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta izin kepada responden secara lisan atas kesediannya menjadi responden
2. Anonymity (tanpa nama) pada lembaran persetujuan maupun lembar pertanyaan wawancara tidak akan menuliskan nama responden tetapi hanya dengan memberi simbol saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan) pembenaran informasi oleh responden dan semua data yang terkumpul akan menjadi koleksi pribadi, dan tidak akan di sebarluaskan kepada orang lain tanpa seizin reponden.


E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dan terlebih dahulu diberi penjelasan singkat kepada responden tentang kuisioner dan hal-hal yang tidak dimengerti responden, kuesioner yang di buat terdiri dari 15 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup.

F. Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi pertanyan. Kuesioner adalah suatu alat pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum / orang banyak (Notoadmojo 2002). Kuesioner yang dibuat terdiri dari 15 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup. Penilaian dengan menggunakan Skala LIKERT dengan pilihan jawaban,
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup baik
d. Kurang baik.
Untuk pilihan jawaban dapat di beri skor sebagai berikut:
1. untuk pilihan jawaban A. di beri nilai 4
2. untuk pilihan jawaban B diberi nilai 3
3. untuk pilihan jawaban C di beri nilai 2
4. untuk pilihan jawaban D di beri nilai 1


G. Pengolahan data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode dengan petunjuk.
c. Tabulating
Tabulating adalah untuk mempermudah analisa data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
H. Analisis data
Analisa data di lakukan estela semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di isi, kemudian data yang sesuai di beri kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data.
I. Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti mendapat surat rekomendasi dari pendidikan, peneliti membawa surat rekomendasi ke puskesmas delitua. Setelah mendapat izin dari kepala puskesmas Delitua, peneliti diberi persetujuan pengambilan data di wilayah kerja puskesmas Delitua tersebut Tahun 2008.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil
Setelah di lakukan penelitian mengenai Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Delitua tahun 2009 dengan menggunakan daftar kuesioner bagi orang tua yang mempunyai balita, dengan sampel sebanyak 20 orang dan hasil di sajikan dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ibu di wilayah kerja Puskesmas Delitua Tahun 2009.

NO Umur (Tahun) Jumlah Persentase
1 19 - 30 15 75 %
2 31 – 50 5 25 %
3 > 50 0 0 %
Total 20 100 %

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas responden berusia 19 – 30 tahun ( 75 % ).





Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Delitua Tahun 2009.

NO Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 2 10 %
2 SLTP 4 20 %
3 SLTA 13 65 %
4 DIPLOMA 0 0
5 SARJANA 1 5 %
Total 20 100 %

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas responden berpendidikan SLTA ( 65 % ).

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu di wilayah kerja Puskesmas Delitua Tahun 2009.
NO Pekerjaan Jumlah Persentase ( % )
1 IRT 12 60 %
2 PNS 1 5 %
3 Dan lain-lain 7 35 %
Total 20 100 %

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas pekerjaan responden IRT( 60 % ).


Tabel 4. Distribusi frekuensiTingkat pengetahuan ibu tentang diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Delitua Tahun 2009.
NO Tingkat pengetahuan F Presentase
1 Sangat baik 1 5 %
2 Baik 10 50 %
3 Cukup baik 6 30 %
4 Kurang baik 3 15 %
Total 20 100 %

2. Pembahasan
Hasil penelitian Tingkat pengetahuan ibu tentang diare berdasarkan tabel di atas di dapatkan sebagian besar ibu yang punya tingkat pengetahuan yang sangat baik yaitu sebesar (5%), dan hanya setengah ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan Baik yaitu sebesar (50%), hanya sebagian ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup baik yaitu sebesar (30%), sedangka ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang sebesar baik yaitu sebesar (15%). Pengetahuan yang kurang bisa mengakibabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling mempengaruhi.

Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan ibu tentang diare adalah faktor lingkungan, makanan, infeksi dan fsikologis, dan pengalaman si ibu yang tidak mendukung (Ngastyah 2003). Menurut Sarwono (1997) Pengetahuan dapat di pengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, ekonomi, sosial budaya dan politik.
Pengetahuan bisa juga di pengaruhi oleh karakteristik yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, dan sosial ekonomi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang diare pada balita dalam lingkungan antara lain kurangnya informasi dari tenaga kesehatan kepada ibu, kurang jelasnya informasi yang di sampaikan oleh tenaga kesehatan kepada ibu, kurangnya kemampuan dari ibu untuk memahami informasi yang di berikan (Notoadmojo, 2003).

Pengetahuan merupakan faktor yang penting untuk terbentuknya prilaku seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang di dasari pengetahuan akan lebih lenggang dari prilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003). Dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang stimulasi di harapkan akan terjadi perubahan perilaku ke arah yang mendukung kesehatan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang di buat adalah:
1. Mayoritas responden berpendidikan SLTA Sebayak 13 Responden ( 65 % )
2. Mayoritas responden pada umur 19-30 Tahun Sebayak 15 Responden ( 75 % )
3. Mayoritas responden bekerja sebagai IRT Sebayak 12 Responden ( 60 % ).
4. Mayoritas responden pada tingkat pengetahuan ibu adalah Baik Sebayak 10 Responden ( 50 % ).

2. SARAN
1. Kepada Ibu yang memiliki anak Balita usia 1-5 tahun, agar lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan balitanya. Serta memberikan perlindungan , pelayanan kesehatan, dan makanan yang sehat yang layak diterima oleh anak balita.Agar anak balita tumbuh kembang menjadi anak yang sehat dan terbebas dari semua penyakit.
2. Bagi pihak puskesmas
1. Bagi pihak puskesmas agar dapat menyampaikan informasi / penyuluhan terhadap Ibu mengenai bagaimana makanan yang sehat dan lingkungan yang sehat itu perlu untuk kita semua dan Sangat berpengaruh pada anak-anaknya apabila hal tersebut tidak kita jalankan dengan baik.
2. Diharapkan puskesmas dapat memberi pelayanan yang cukup akurat.

Kamis, 26 Maret 2009

LOWONGAN KERJA KE JEPANG ANGKATAN II 2009

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN
PUSAT PEMBERDAYAAN PROFESI DAN TENAGA KESEHATAN LUAR NEGERI
(PUSPRONAKES LN)

PROGRAM PENEMPATAN PERAWAT INDONESIA KE JEPANG
ANGKATAN II TAHUN 2009

Departemen Kesehatan RI membuka kesempatan bagi Perawat Indonesia untuk bekerja sebagai Perawat di Jepang sebagai realisasi dari kesepakatan G to G dalam kerangka IJEPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement). Kontrak kerja selama 3 (tahun). Total kuota 400 perawat (untuk tahun 2008-2009)

Angkatan I tahun 2008 berjumlah 104 orang perawat Indonesia telah tiba di Jepang pada tanggal 8 Agustus 2008 dan saat ini sedang mengikuti pelatihan bahasa dan budaya Jepang. Status sementara: candidate nurse .Selama masa kontrak kerja 3 tahun di Jepang para candidat nurse berhak mengikuti ujian RN Jepang (Kangoshi) yang diselenggarakan 1x setahun setiap bulan Februari. Bila lulus ujian maka berhak bekerja sebagai nurse dan kontrak kerjanya akan diperbaharui oleh pihak RS tempatnya bekerja.

Angkatan II direncanakan terpilih 296 perawat untuk ditempatkan ke Jepang tahun 2009. Pendaftaran ke:

PUSPRONAKES LN DEPKES RI
Jln. Wijaya Kusuma Raya No. 48 Cilandak Jakarta Selatan 12430
Telp 021-75914747 (pswt 115,117, 112 dan 102), Fax 021-
75914740
Website : www.depkes.go.id, www.bppsdmk.depkes.go.id,
www.Puspronakesln.org
e-mail : puspronakesln@yahoo.com

PERSYARATAN :
1. Perawat Indonesia, laki-laki dan wanita, usia 23-35 tahun, lulusan D3, D4 dan S1 Keperawatan (Ners) dengan pengalaman kerja di RS sebagai perawat minimal 2 tahun.
2. Lulus seleksi yang diselenggarakan oleh tim gabungan Depkes RI, PPNI, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dan JICWELS (Japan International Corporation of Welfare Services). Lihat bagan prosedur penempatan perawat Indonesia ke Jepang angkatan II tahun 2009
3. Good performance (bagi wanita tidak dalam keadaan hamil, bagi pria tidak bertindik dan baik pria&wanita tidak boleh bertato).
4. Berkas yang diperlukan untuk seleksi (berkas rangkap dua dimasukkan dalam map biru) :
a. Fotocopy ijazah dan transkrip nilai akademik yang sudah dilegalisir dalam bhs Indonesia & terjemahan dalam bhs Inggris (dari institusi tempat bekerja/penterjemah resmi).
b. Fotocopy surat keterangan pengalaman kerja minimal 2 tahun dalam bhs Indonesia & terjemahan dalam bhs Inggris (dari institusi tempat bekerja/penterjemah resmi).
c. Fotocopy KTP dan fotocopy paspor yang masih berlaku sekurangkurangnya 1(satu) tahun.
d. Asli Kartu Pencari kerja AK-1/Kartu kuning atau fotocopy yang dilegalisir dari Disnakertrans setempat.
e. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian(SKCK)
f. Surat asli ijin dari orang tua/wali/suami/istri diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dengan meterai Rp.6000.
g. Pasfoto berwarna dengan latar belakang biru ukuran 3×4cm= 6 lembar

BAGAN PROSEDUR PENEMPATAN PERAWAT INDONESIA KE JEPANG ANGKATAN II TAHUN 2009
DEPKES (Puspronakes-LN)

SOSIALISASI
1. Sosialisasi Penempatan TKKI ke Jepang (tanggal 1 Desember 2008 s/d awal Maret 2009)
2. Pengumuman melalui sosialisasi langsung, media cetak dan elektronik

DEPKES (Puspronakes-LN)
PENDAFTARAN
1. Pendaftaran dengan membawa berkas lengkap (Desember 2008 - minggu II Maret 2009)

DEPKES (Puspronakes-LN) SELEKSI ADMINISTRASI
1. Seleksi administrasi (minggu ke I – II Maret 2009)
2. Verifikasi berkas (minggu ke I – II Maret 2009)
3. Pengumuman hasil seleksi administrasi / berkas (minggu ke III Maret 2009)

DEPKES (Puspronakes-LN)
DAN PPNI
SELEKSI KUALIFIKASI
1. Seleksi ujian tulis (minggu ke IV Maret 2009)
2. Pengumuman seleksi ujian tulis (minggu ke I April 2009),

DEPKES (Puspronakes-LN)
MEDICAL CHECK UP
1. Medical Check Up/MCU (minggu ke II April 2009) Tempat RS yang ditunjuk oleh panitia
2. Pengumuman hasil Medical Check Up/MCU (minggu ke III April 2009) JICWELS, BNP2TKI, DEPKES (Puspronakes-LN))
1. Psikotes dan Wawancara (minggu ke IV April 2009). Tempat BNP2TKI
2. Proses matching memilih RS Jepang melalui internet (bulan Mei – Juni 2009)
3. Pengumuman hasil seleksi final (awal Juli 2009)
4. Peserta yang lulus seleksi akan mengikuti pelatihan bahasa dan budaya Jepang selama 6 bulan (di Indonesia dan di Jepang)

JEPANG
1. Start bekerja sebagai candidate nurse Januari 2010
2. Ujian Nasional Kangoshi (RN Jepang) bulan Februari 2010
3. Kesempatan ujian kangoshi 3 kali selama masa kontrak 3 tahun, setiap bulan Februari

Senin, 23 Maret 2009

penerimaan perawat ke luar negeri, IJEPA, Kelulusan Gelombang I Seleksi Administrasi

Kelulusan Gelombang I Seleksi Administrasi- IJEPA Print E-mail
18 Mar 2009

Sebanyak 329 peserta program penempatan perawat Indonesia ke Jepang angkatan II tahun 2009 dinyatakan lulus verifikasi berkas. Peserta yang lulus selanjutnya wajib melakukan Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi yang akan dilaksanakan di 4 lokasi yaitu Jakarta, Medan, Pekanbaru dan Denpasar.

Demikian keterangan Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri (Puspronakes LN) dr. Asjikin Iman H. Dahlan, MHA yang diterima Pusat Komunikasi Publik, Senin (16/3). Penempatan perawat Indonesia ke Jepang ini merupakan bagian dari Program Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Ditambahkan, pendaftaran ulang peserta Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi akan dilakukan tanggal 19 Maret 2009 di Gedung Badan PPSDM Kesehatan Ruang Serba Guna, lantai 4, Jl. Hang Jebat III/F-3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Telp. 7245517 – 72797302 ext. 4045. Pendaftaran dibuka pukul 09.00 WIB dengan membayar biaya ujian sebesar Rp. 250.000,-

Pelaksanaan Pra Uji Kompetensi di Jakarta akan dilaksanakan tanggal 19 Maret 2009 jam 09.00 WIB. Sementara Uji Kompetensi diselenggarakan tanggal 20 Maret jam 12:00 WIB. Sedangkan untuk Medan, Pekanbaru dan Denpasar pelaksanaan Pra Uji Kompetensi dan Uji Kompetensi dilaksanakan tanggal 21 Maret 2009 jam 11.00 (waktu setempat). Keterangan nama peserta dan alamat lokasi ujian terlampir.

Pengumuman Gelombang I
Data Verifikasi Lengkap IJEPA

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

MEDISTRA LUBUK PAKAM, kampusku idolaku


hai.... teman sekalian
para alumni angkatan XI kapan kita mengadakan pertemuan untuk REUNI aku udah kangen kali sama kalian semua....
bagi temanku jauh... di RIAU, ACEH, BAGAN BATU, DAN DIMANAPUN TEMAN BERADA....
LIHATLAH KAMPUSKITA..INI

berikan komentar kapan kita akan mengadakan reuni.....



dik
YASIR ARIFIN
081362238784

KUISONER DATA PENELITIAN

KUISONER DATA PENELITIAN
Kode :
Tanggal/ waktu :
Bagian 1. Kuisoner Data Demografi
Petunjuk : Anggota keluarga ditanyakan informasi tentang data pribadi.
Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan keadaan keluarga sebenarnya dan beri tanda (√ ) di kotak yang telah disediakan.
1. Nama (inisial) :
2. umur :
3. Jenis Kelamin 7. Pekerjaan kepala keluarga
1. laki-laki 1. Petani
2. perempuan 2. Wiraswasta
4. Suku 3. Pegawai Negeri Sipil (PNS
1. Batak 8. Penghasilan Kepala Keluarga
2. Jawa 1. < Rp.300.000
3. Melayu 2. Rp.3000.000 - Rp.600.000
4. Minang 3. Rp.1.000.000 - Rp.900.000
5. Lain-lain…..(sebutkan) 4. Rp.1.000.000 - Rp.1.500.000
5. Agama 5. > Rp.2.000.000
1. Islam 9. Penyakit yang diderita lansia…………
2. Kristen ………………………………………..
3. Budha 10. Berapa lama menderita penyakit
4. Hindu tersebut……………………………...
6. Pendidikan 11. Berapa lama lansia tinggal bersama
1. Tidak sekolah dengan keluarga…………………..
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan Tinggi
Bagian 2 : Kuisoner Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi
Pengantar : Pada bagian ini ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Gambaran Pengetahuan responden menjadi Hipertensi pada Lansia. Lansia diminta untuk mengisi kolom-kolom skala dengan tanda ceklist ( √ ) sesuai dengan apa yang dirasakan lansia dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu ?
a. Diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg
b. Diastolik 80 mmHg atau sistolik 130 mmHg
c. Diastolik 70 mmHg atau sistolik 120 mmHg
d. Diastolik 60 mmHg atau sistolik 110 mmHg

2. Faktor Resiko Hipertensi adalah ?
a. Diet dan asupan garam
b. Kurang gizi
c. Virus
d. Infeksi pada jantung

3. Terapi non farmakologis untuk Hipertensi yang mengalami obesitas adalah?
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan Asupan Garam
4. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ yaitu
a. Seperti strok untuk otak
b. Infeksi kandung kemih
c. Ginjal
d. Hepatitis

5. Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakukan ?
a. Aktivitas berat
b. Aktivitas biasa
c. Aktivitas sedang
d. Aktivitas ringan

6. Pada lansia fungsi Jantung sudah mengalami penurunan sehingga yang harus dilakukan adalah ?
a. Melatih jantung agar lebih kuat
b. Mengurangi aktivitas
c. Mengurangi aktivitas yang memberatkan kerja jantung
d. Memakan obat untuk menguatkan kerja jantung




7. Penyakit yang sering timbul akibat komplikasi dari Hipertensi adalah ?
a. Hepatitis
b. Diabetes
c. TBC
d. Pneumonia

8. Hipertensi sering terjadi pada lansia karena ?
a. Jantung tidak dapat memompa darah lagi
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun jika usia semakin bertambah tua
c. Tidak olahraga
d. Sering merokok

9. Tanda gejala Hipertensi yang sering muncul pada umumnya adalah ?
a. Dehidrasi
b. Nyeri tengkuk
c. Mual dan muntah
d. Penurunan berat badan

10. Pada lansia yang sudah terkena Hipertensi baiknya yang harus dilakukan adalah ?
a. Olahraga 20 menit sehari
b. Mengurangi aktivitas
c. Meningkatkan asupan natrium/garam
d. Memakan makanan yang mengandung kolesterol

ASUHAN KEPERAWATAN COLOSTOMY

ASUHAN KEPERAWATAN COLOSTOMY
Pengertian Colostomi
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Indikasi Colostomy
Indikasi colostomy yang permanent Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon.
Komplikasi Colostomy
Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit. Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang sampat loop ilium Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
Stenosis Stoma
Kontraktur lumen  terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
Hernia Paracolostomy
Pendarahan Stoma
Eviserasi
Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah
lnfeksi luka operasi
Retraksi : karena fixasi yang kurang sempurna
Sepsis dan kematian
Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif yang memadai.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA PASIEN KOLOSTOMI
>Keadaan stoma :
Warna stoma (normal warna kemerahan)
Tanda2 perdarahan (perdarahan luka operasi)
Tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese)
Posisi stoma
Apakah ada perubahan eliminasi tinja :
Konsistensi, bau, warna feces
Apakah ada konstipasi / diare
Apakah feces tertampung dengan baik
Apakah pasien dapat mengurus feces sendiri
Apakah ada gangguan rasa nyeri :
Keluhan nyeri ada/tidak
Hal-hal yang menyebabkan nyeri
Kualitas nyeri
Kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang)
Apakah pasien gelisah atau tidak
Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tidur nyenyak/tidak
Apakah stoma mengganggu tidur/tidak
Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur
Adakah faktor psikologis mempersulit tidur
Bagaimana konsep diri pasien Bagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga diri,ideal diri,gambaran diri & peran
Apakah ada gangguan nutrisi :
Bagaimana nafsu makan klien
BB normal atau tidak
Bagaimana kebiasaan makan pasien
Makanan yang menyebabkan diarhe
Makanan yang menyebabkan konstipasi
Apakah pasien seorang yang terbuka ?
Maukah pasien mengungkapkan masalahnya
Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan
setelah tahu bag tubuhnya diangkat
Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksual :
Tanyakan masalah kebutuhan seksual klien
Isteri/Suami memahami keadaan klien
Prioritas Perawatan Ditujukan Kepada:
Pengkajian mengenai penyesuaian psikologis
Pencegahan terhadap komplikasi
Pemberian dukungan untuk rnerawat diri sendiri
Menyediakan informasi
Kriteria Keberhasilan
Adanya perasaan penyesuaian yang aktual
Komplikasi dapat dicegah
Klien memenuhi kebutuhan sendiri
Adanya dukungan pelaksanaan pengobatan, mengetahui potensial terjadinya komplikasi
Dx. Keperawatan yg mungkin pada Colostomy
Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) s.d kemungkinan diet yang tidak balans yang ditandai, dengan ….
Gangguan rasa nyaman nyeri s.d gangguan mekans kulit akibat tindakan operasi, ditandai dengan ….
Gangguan rasa nyaman s.d BAB yang tidak terkontrol, yang ditandai dengan ….
Gangguan istirahat dan tidur s.d adanya rasa takut pada keadaan stoma, ditandai dengan ….
Potensial gangguan nutrisi sehubungan dengan ketidaktahuan terhadap kebutuhan makanan
Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran) s.d belum dapat beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis, yang ditandai dengan ….
Potensial ggn integritas kulit s.d terkontaminasinya kulit dengan feces, ditandai dengan ….
Disfungsi seksualitas s.d perubahan struktur tubuh, yang ditandai dengan ….
Potensial terjadinya infeksi s.d adanya kontaminasi luka dengan feces, yang ditandai dengan ….
Cemas s.d takut terisolasi dari orang lain ….
Keterbatasan aktifitas s.d klien merasa takut untuk melakukan aktifitas karena stoma.
Tujuan dan Intervensi
Agar pasien dapat BAB dengan teratur :
Hindari makan makanan berefek laksatif
Hindari makan makanan yang menyebabkan konstipasi (makanan yang keras)
Kolaborasi dengan ahli gizi masalah menu makanan
Kontrol makanan yang dibawa dari rumah
Berikan minum yang cukup (2-3 1t/hari)
Pola makan yang teratur (3 kali sehari)
Agar rasa nyeri dapat berkurang :
Catat pemberian medikasi pada saat intra operatif
Evaluasi rasa nyeri dan karakteristiknya
Beri pengertian pada klien agar rasa nyeri diterima sebagai suatu yang wajar dlm batas tertentu
Berikan analgetik sebagai tindakan kolaborasi
Agar klien dapat tidur/istirahat yang cukup :
Jelaskan, stoma tidak akan terbuka pada saat tidur
Amati faktor lingkungan yang mempersulit tidur
Amati faktor psikologis yang mempersulit tidur
Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi :
Bekerja sama dengan ahli gizi untuk menu makanan
Berikan gizi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan
Berikan motivasi agar tidak merasa takut menghabiskan makanannya
Agar tidak terjadi gangguan konsep diri :
Berikan dorongan semangat yang membesarkan hati
Hindari sikap asing pada keadaan penyakit pasien
Arahkan agar klien mampu merawat diri sendiri
Beri penjelasan agar klien dapat menerima keadaan dan beradaptasi terhadap stomanya
Hindarkan perilaku yang membuat pasien tersinggung (marah, jijik, dll)
Agar kebutuhan seksualitas dapat terpenuhi :
Beri penjelasan bahwa klien boleh melakukan hubungan seksual dengan wajar
Agar tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Lakukan teknik perawatan baik (bersih)
Lindungi kulit dengan pelindung kulit (vaselin / skin barier) disekitar stoma
Letakan alas (kasa) yang dapat menyerap aliran feces
Untuk menghindari infeksi sekunder :
Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada stoma
Ajarkan klien tentang personal hygiene dan perawatan stoma
Untuk menghindari rasa cemas :
Berikan keyakinan bahwa klten mampu beradaptasi dengan lingkungan (masyarakat)
Agar klien tidak takut melakukan aktifitas
Berikan penjelasan masalah aktifitas yang tidak boleh dilakukan (olah raga sepak bola, lari)
Bila akan melakukan aktifitas kantong stoma diberi penyangga (ikat pinggang)
Evaluasi
Kebersihan stoma dan sekitarnya terjaga dengan baik :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
Stoma tidak mengalami penurunan
Klien dapat BAB dengan teratur dan lancar :
Frekuensi BAB teratur (1-2 kali sehari)
Pola BAB teratur
Tidak ada diare/konstipasi
Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi :
–>KIien dapat tidur tenang (6-8 jam sehari)
Tidak ada faktor lingkungan dan psikologis yang mempersulit tidur
Klien kelihatan segar (tidak mengantuk)
Rasa nyeri dapat diantisipasi oleh klien sendiri
a.Tidak ada keluhan rasa nyeri
b. Wajah tampak ceria
5. Nutrisi dapat terpenuhi
Klien mau menghabiskan makanan yang diberikan
Tidak ada penyulit makan
BB seimbang
Tidak terjadi gangguan integritas kulit :
Tidak tampak tanda-tanda gangguan integritas kulit
(lecet)
Kebutuhan seksual terpenuhi
a. Isteri/Suami mau mengerti keadaan klien
b. Klien memahami dengan cara yang disarankan dalam melakukan hubungan seksual
8.lnfeksi tidak terjadi
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rnerah, nyeri,
bengkak, panas)
9.Klien tidak cemas :
Klien terlihat tenang dan memahami keadaanya
10. Aktifitas klien tidak terganggu
Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan
PERAWATAN KOLOSTOMI (MENGGANTI KANTONG KOLOSTOMI)
Persiapan alat:
Sarung tangan
Handuk mandi
Air hangat
Sabun mandi
Tissue
–>Kantong colostomy
Bengkok/plastik keresek untuk tempat sampah
Kassa
Vaselin
Spidol
Plastik untuk guide size (mengukur stoma)
Gunting
Pelaksanaan
Dekatkan alat-alat ke klien
Pasang selimut mandi
Dekatkan bengkok ke dekat klien
Pasang sarung tangan
Buka kantung lama
Bersihkan stoma dan kulit sekitar stoma dengan sabun atau air hangat
Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces yang keluar lagi tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan
Ukur stoma dengan guide size untuk memilih kantung stoma yang sesuai
Pasang kantong stoma
Pastikan kantong stoma merekat dengan baik dan tidak bocor
Buka sarung tangan
Bereskan alat-alat
Cuci tangan

Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSU Dr.Djoelham Binjai

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1, 15 milyar kasus di tahun 2025. prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini ( Riqwana Miruddin, 2006).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indeonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun pelaksanaan pengobatan jangkauanya masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 samppai dengan 15 % tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, jawa tengah 1,8% ; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0, 6 % ; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata disini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukan angka yang tinggi.Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo, 2007 menemukan prevalensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3 % (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas).
Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi daripada pria (P=0,005). Dari kasus tadi ternyata 68,4 % termasuk hipertensi ringan ( diastolik 95/104 mmHg), 28,1 % hipertensi sedang (diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5 % dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1 % suatu persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3 %), jadi merupakan faktor resiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai. Oleh karena itu, negara indonesia yang membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan terarah. Tujuan program penanggulangan penaykit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokko, stres dan lain-lain.
Hipertensi yang akan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit kardivaskular di derita oleh lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Lebih kurang 10-30 persen penduduk di hampir semua negara mengalami hipertensi (Elokdyah, 2007).
Hipertensi ini disebut sebagai ”pembunuh diam-diam” karena umumnya tidak merasakan tekanan darah tinggi selama seseorang ke organ-organ yang bersangkutan.
Menurut Dr Hisyam Aptamimi ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU Kraton pekalongan menyatakan Hipertensi atau penyakit darah tinggo merupakan penyebab terbesar dari penyakit jantung. ” bahkan, 75% penderita hipertensi akan berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada lanjut usia, ketika jantung telah ’lelah’ bekerja untuk memompa darah dengan tekanan yang berat (Siwono, 2003).
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun (Elokdyah, 2007).
Pada tahun 1995 Survei Kesehatan Rumah Tangga menunujukkan prevalensi hipertensi di Inidonesia sudah mencapai 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Wanita lebih banyak yang terkena ketimbang pria.
Survei yang sama sebelumnya tahun 1986, hipertensi disebutkan sebagai peneyebab utama kematian pada penderita janutng korner di Indonesia. Jumlah kasusnya 42.8 per 1.00.000 kematia. Hipertensi yang sudah mencapai tahap lanjut, artinya sudah terjadi bertahun-tahun, bisa dirasakan gejalanya. Biasanya muncu; sakit kepala, napas pendek, pandangan mata kabur dan gangguan tidur (Senio, 2005).
Tekanan darah sering meningkat terutama orang yang melakuka aktivitas berat seperti olahraga dan stres. Peningkatan tekanan dan percepatan sirkulasi ini normal karena aktivitas dan emosi ekstrak serta oksigen yang cukup untuk disalurkan ke pembuluh darah.
Menurut Dr Sunarya Soeriatna SpJP dari RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Hipertensi, panyakit jantung dan diabetes sangat erat kaitannya satu dengan yang lainnya. Di negara ini, katanya ada kecenderungan peningkatan jumlah penderita hipertensi maupun diabetes melitus. ”Diabetes melitus menjadi epidemi di seluruh dunia , terutama Asia. Dalam kurun waktu 10 tahun (200-2010) diperkirakan insiden diabetes meningkat 57 persen. Dengan menekan resiko timbulnya diabetes melitua pada hipertensi, maka jumlah penyakit kardiovaskuler dapat di tekan (wed, 2004).
WHO menyatakan hipertensi merupakan silent killer, karena banyak masyarakat tak menaruh perhatian terhadap penaykit yang kadang dianggap sepele oleh mereka, tanpa meyadari jika penyakit ini menjadi berbahaya dari berbagai kelainan yang lebih fatal misalnya kelainan pembuluh darah, jantung (kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan pecahnya pembuluh darah kapiler di otak atau yang lebih disebut dengan nama stroke (Nissonline, 2007).
Berdasarkan yang saya lihat selama ini dirumah sakit ataupun di masyarkat penyakit hipertensi saat ini sudah semakin banyak terkadi dari itu saya mengambil kesimpulan karena saya berminat untuk memperdalam dan meneliti Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka di dapat perumusan masalah sebagai berikut untuk megetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.

C. TUJUAN PENELITAN
Untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSU Dr.Djoelham Binjai

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini menyediakan informasi tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar dapat menjadi bahan masukan bagi praktek kesehatan
2. Sebagai refrensi perepustakaan sekaolah tinggi ilmu kesehatan Deli Husada Delitua dan merupakan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia agar lebih dipahami.
3. Hasil penelitian ini merupakan sumber data bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia supaya menjadi lebih dikembangkan atau dipahami.
4. Untuk pelayanan kesehatan agar dapat menambah wawasan dan bahan masukan khususnya bagi perawat ada di rumah sakit, agar dapat lebih memahami tentang Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia,yakni indera penglihatan,pendengaraan,penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kongnitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan (Notoatmojo,2003).

B. Tingkat Pengetahuan
Menurut Bloom 1956, dikutip dari Notoatmojo, 2003 bahwa pengetahuan tercakup dalam dominan kongnitif yang mempunyai tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam keadaan pengetahuan tingkat ini adalah meningat kembali (recall.) sesuatu yang sepesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu tahu itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (compherehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dapat diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut itu secara benar. Orang yang telah paham terhadap oleh objek atau materi harus dapat menjelaska, menyebutkan contoh, menyimpulkan,meramalkan,dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum ,rumus-rumus, prinsip dan sebagainya atau situasi yang lain.
4. Aplikasi (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetepi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis) menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formasi-formasi baru dari formulasi yang ada
6. Evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.

C. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun. Hipertensi benigna bersifat progresif lambat, sedangkan hipertensi maligna adalah suatu keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan berat pada berbagai organ (elokdyah, 2007).

1. Kerusakan organ target
a. Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris, gagal jantung.
b. Otak ; stroke
c. Penyakit ginjal kronik
d. Penyakit artei perifer
e. Retinopati

2. klasifikasi tekanan darah
menurut The Seventh Report of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.
Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal
Pra Hipertensi
Hipertensi 1
Hipertensi 2 <120
120-139
140-159
≥160 <80
80-89
90-99
≥100



3. Faktor Resiko
a. Diet dan asupan garam
b. Stres
c. Ras
d. Obesitas
e. Merokok
f. Genetik
g. Sistem saraf simpatis
h. Keseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi
i. Pengaruh sitem RAA

4. Patogenesis Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit dengan penyebab yang multifaktor. Diantaranya ;
a. Asupan garam berlebih dapat menyebabkan peningkatan volume cairan. Sedangkan peningkatan volume cairan meyebabkan peningkatan preload yang berakibat tekanan darah meningkat.
b. Jumlah nefron yang berkurang dapat menyebabkan retensi natrium ginjal dan penurunan permukaan filtrasi. Apabila terjadi retensi urin pada ginjal volume cairan akan meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.


c. Stres akan berakibat pada penurunan permukaan filtrasi, aktivitas saraf simpatis yang berlebih serta produksi berlebih renin agiotensin. Aktivitas saraf simpatis yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renin angiotensin yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renis angiotensin yang berlebih mengakibatkan kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural sehingga tekanan darah dapat meningkat.
d. Perubahan genetis dapat menyebabkan perubahan pada membaran sel sehinggaa terjadi kontriksi fungsionil dan hipertrofi struktural, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
e. Obesitas juga dapat meningkatkan tekanan darah karena obesitas terjadi hiperinsulinemis yang dapat menyebabkan hipertrofi struktural. Akibat adanya hipertrofi struktural, maka terjadilah peningkatan tekanan darah
f. Bahan-bahan yang berasal dari endotel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsionil dan hipertrofi struktural yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Elokdyah, 2007).

5. Terapi non farmakologis
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan komsumsi alkohol berlebih
c. Latihan fisik
d. Menurunkan asupan garam
e. Meningkatkan komsumsi buah dan sayur
f. Menurunkan aspek lemak (Elokdyah, 2007)

6. Etiologi
a. Esensial (95%): 10-15% pada orang dewasa kulit putih 20-30 % pada orang dewasa kulit hitam ; onset 25-55 tahun ; riwayat dalam keluarga.
b. Renal (40%) renovasikular (2%) ; stenosis arteri renalis dari aterosklerosis atau
c. Isplasia fibromuskular parenkimal (2%) ; insufisiensi fungsi ginjal-retensi NA
d. Endokrin (0,5%). Feokromositoma (0,2%), hiperaldosteronisme primer (0,1%), sindrom cusing (0,2%)
e. Koartasio aorta (0,2%)
f. Penggunaan esterogen (5%) pada wanita dengan pil kontrasepsi oral karena meningkatnya substansi substrat renin di dalam hepar)






7. Langkah penanganan standar
a. Tujuan :
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. Menilai Kerusakan organ target
3. Mengidentifikasikan faktor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit yang lain akan memodifikasi terapi

8. Pemeriksaan fisik
a. ≥2 pengukuran tekanan darah secara terpisah > 2menit ; perifikasi pada kontra latralnya, funduskopi,jantung (LVH, murmur) vasikuler perifer, abdomen (masa atau burit), neurologik
b. Uji laboratorium ; elektrolit BUN, kreatinin, darah perifer lengkap, urinalisis, profil lipid, EKG, (cari LVH) foto rontgen toraks
c. Pertimbagan pada pasien yang berusia < 20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru
d. Penyakit reonvasikular petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat penyakit aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan
• Langkah penanganan penyebab-penyebab sekunder
1. Pertimbangan pada pasien yang berusia <20 tahun atau > 50 tahun, onset mendadak, hipertensi yang memburuk, berat atau menetap, atau mengarah kegangguan pada jantung dan paru.
2. penyakit renovasikuler petunjuk klinis ; lebih tua, riwayat aterosklerosis, burit arteri renalis, gagal ginjal dengan akut ACEI, K yang spontan.
Stenosis arteri renalis (RAS) unilateral (70%) normovolemik dan kreatinin normal ; RAS bilateral (30%) hipervolemik, kreatinin meningkat (Liza, 2008).

9. Pemeriksaan Diagnostik
Seken renal kaptopril ; sensitifitas 90%,spesifitas 90 %, RAS bilateral mungkin tak terdeteksi USG dupleks : sangat bergantung pada keterampilan operator MRA ; sensitifitas 90%, spesifitas 90% dari penilaian beratnya stenosis bila berlebihan renin vena renalis + capptropil (terpengaruh/tak terpengaruh>1,5/1) sensitifitas > 80 %, spesifitas 60 % Angiografi standar paling baik
1) Penyakit parenkim ginjal : BUN, kreatinin, bersihkan kreatinin
2) Etiologi endokrin-lihat gangguan adrenal
3) Kortasio aorta
Petunjuk klinis ; denyut ekstremitas inferior menurun, murmur sistolik posterior, perlambatan radioformal, LVH, takik tualang iga pada foto rontgen toraks pemeriksaan diagnostik : ekokardiogram, aortagram (Liza, 2008)
10. Penatalaksanaan
a. Bergantung pada derajat hipertensi dan adanya faktor resiko lain terhadap kardiovaskular, ginjal dan penyakit neurologik.
b. Modifikasi pola hidup ; penurunan berat badan untuk mencapai berat badan ideal, olahraga 20 menit sehari, tidak merokok atau minum alkohol, asupan natrium ≤3g/hari
c. Pilihan obat : pilihan obat amat banyak dan bervariasi, berikut ini adalah anjuran :
Hipertensi tanpa komplikasi ; diuretik atau peyekat β
+ diabetes melitus ACEI
+PJK ; Penyekat β
+gagal jantung : ACEI, diuretik
d. Penyebab sekunder
Renovasikular; angioplasti ± stenting, bedah
Parenkim ginjal ; pembatasan garam dan cairan, ± diuretik
Etiologi endokrin – gangguan adrenal

11. Komplikasi
a) Neurologik ; TIA/CVA, ruptur aneurisma
b) Retinopati : I = penyempitan arteriolar, II = pembentukan cooper wiring, AV ancking, III = perdarahan dan eksudat IV ; papil edema
c) Jantung ; PJKLVH, gagal jantung kongestif
d) Vaskular ; diseksi aorta, anurisme aorta
e) Ginjal ; proteinuria, gagal ginjal

D. Pengertian Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dan proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Wahjudi, 2000).

1. Batasan-batasan Lansia
Menurut WHO, lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi 4 bagian:
a. fase iuventus, yaitu antara 25 dan 40 tahun.
b. fase verilitas, yaitu antara 40 sampai 50 tahun.
c. fase prasenium, yaitu antara 55 sampai 65 tahun.
d. fase senium, yaitu antara 65 sampai tutup usia.
2. Teori-teori Proses Menua
1. Teori genetik dan mutasi. Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/ DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2. ”pemakaian dan rusak”. Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan gangguan pada fungsi sel itu sendiri.
4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
5. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi.
6. Reaksi dari kekebalan sendiri. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat akan diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh adalah tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadilah kelainan autoimu.
7. Teori “immunologi slow virus”. Sistem immun menjadi efektif dengan betambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
8. Teori stress. Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
9. Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
10. Teori rantai silang. Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi

3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia.
a. Perubahan Fisik.
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukurannya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d. Menurunnnya menurunnya proporsi di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.

2. Sistem Persyarafan.
a. Berat otak menurun 10-20%. (pada setiap orang berkurang sel syaraf otaknya setiap hari).
b. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
d. Mengecilnya syaraf panca indera.
e. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
f. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.


4. Sistem Penglihatan.
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang : berkurang luas pandangannya.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.

5. Sistem Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bias menyebabakan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistansi dari pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg dan diastolic normal kurang lebih 90 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh.
a. Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Yang sering ditemui, antara lain:
b. Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik + 35 oC ini akibat metabolisme yang menurun.
c. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru- paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO2 pada arteri tidak berganti.
g. Kemampuan untuk batuk berkurang.
h. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.


8. Sistem Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lender, atropi indera pengecap (+80%), hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap.
c. Esophagus melebar.
d. Lambung; rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
g. Liver (hati); makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

9. Sistem reproduksi.
a. Atropi payudara.
b. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
c. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (dengan kondisi kesehatan baik), yaitu: Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual dan tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami.
d. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan warna.

10. Sistem Genitourinaria.
a. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron(tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya berkurangnya kemampuan mengkonsentrasikan urin.
b. Vesika urinaria (kandung kemih). Otot mejadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi urine meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urine.
c. Pembesaran prostate +75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
d. Atropi vulva.
e. Vagina orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih juga membutuhkannya; tidak ada batasan umur tertentu fungsi seksual seseorang berhenti; frekuensi seksual intercourse cenderung menurun secara bertahap setiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.
11. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran gas.
d. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen dan testosteron.

12. Sistem integumen.
Pada lansia kulit akan mengeriput akibat kehilangan jaringan lemak, dan permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. Mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut pada lansia akan menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh serta kuku menjadi pudar dan tidak bercahaya.

13. Sistem Muskuluskeletal.
Pada lansia tulang akan kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, terjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi menjadi berkurang), persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skelerosis. Terjadi atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor (Wahjudi, 2000).

b. Perubahan Psikologik
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Stereotif psikologik lansia biasanya sesuai dengan pembawaannya pada waktu muda. Beberapa sifat stereotif yang dikenal adalah sebagai berikut:
Tipe konstruktif. Orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristic, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami masa pension dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
Tipe ketergantungan. Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pension, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.
Tipe defensive. Orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/ jabatan tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, seringkali emosinya tidak dapat dikontrol, memgang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Tipe bermusuhan. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda.
Tipe membenci/ menyalahkan diri sendiri. Orang ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Namun dapat menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada (Boedhi, 2006).
Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas tingkat ketergantungan atau kemandirian mereka. Dalam kaitan ini penduduk lansia dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) kelompok lansia yang sudah uzur, pikun (senile) yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; (ii) kelompok lansia yang produktif, yaitu mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain; (iii) kelompok lansia yang miskin (destitute), yaitu termasuk mereka yang secara relatif tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti pekerjaan atau pendapatan yang tidak dapat menunjang kelangsungan kehidupannya (Wirakartakusumah, 1994).
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar 90 % kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial), masalah hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka ditetapkan kerangka konsep sebagai berikut :

B. Defenisi Konseptual
B. Defenisi Konseptual
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Disini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek terhadap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 2003).
2. Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg (Noer Sjaifoellah, 1996).
3. Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Wahjudi, 2000).

C. Defenisi Operasional
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil berpikir dari otak manusia.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi.
3. Lansia
Lansia adalah bertambahnya usia yang semakin lama semakin tua, yang menyababkan penurunan fungsi tubuh.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan pasien mengenai Hipertensi pada lansia di RSUD Dr Djoelham Binjai.

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sample yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian lansia yang di rawat di RSUD Dr Djoelham binjai. Tahun 2009 yang berjumlah 30 orang (Notoadmojo, 2005).
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lansia yang rawat inap
2. Dapat berbahasa Indonesia.
3. Dapat membaca dan menulis.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Dr Djoelham binjai selama bulan 12 Pebruari 2009 sampai dengan 16 Pebruari 2009.

D. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari program studi ilmu keperawatan Deli Husada Delitua dan permintaan izin kepada Direktur RSUD Dr Djoelham binjai. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.
Pada pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan penjelasan tentang informasi esensial dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian ini.
Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner, kuisoner ini terdiri dari : kuisoner data demografi, kuisoner Hipertensi.
Kuesioner tentang data demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, penyakit yang sedang diderita bayi dan berapa lama menderita penyakit tersebut. Kuesioner tentang faktor-faktor berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada lansia yang terdiri dari 30 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup yang ber sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal menyilang jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Kuisioner terdiri dari 10 pertanyaan untuk setiap jawaban yang dianggap jawaban yang tegas dengan memberi checklist.
E. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode dengan petunjuk
c. Tabulating
Tabulating adalah untuk mempermudah analisa data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
F. Analisis Data
Analisa data dilkukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah di isi, kemudian data yang sesuai di beri kode (coding) untuk memudahkan tabulasi dan analisa data

G. Pelaksanaan Penelitian
Setelah peneliti mendapat surat rekomendasi dari pendidikan, peneliti membawa surat rekomendasi ke puskesmas delitua. Setelah mendapat izin dari RSUD Dr Djoelham binjai, peneliti diberi persetujuan pengambilan data di RSUD Dr Djoelham binjai tersebut Tahun 2009.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan pasien mengenai hipertensi pada lansia di RSUD Dr. Djoelham Binjai pada bulan januari sampai pebruari Tahun 2009 dengan jumlah yang diteliti adalah sebanyak 30 0rang lansia dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.
1. Karakteristik Responden
a. Kelompok Umur
Tabel 5. 1
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
60-70 17 56,7 %
80-90 13 43,4 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.1 diatas responden paling banyak dijumpai umur lansia 60-70 tahun yaitu 17 orang (56,7%).




b. Jenis kelamin
Tabel 5. 2
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan jenis kelamin di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Umur (Tahun) Jumlah Persentase %
Laki-laki 16 53,3 %
Perempuan 14 46,7 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5.2 diatas responden paling banyak dijumpai jenis kelaminnya laki-laki yaitu 16 orang (53,3%).

3. Suku
Tabel 5.3
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan suku di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Suku Jumlah Persentase %
Batak 13 43,3 %
Jawa 8 26,7 %
Melayu 5 16,7 %
Minang 4 13,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 3 diatas responden paling banyak dijumpai suku batak yaitu 13 orang (43,3%).

4. Agama
Tabel 5.4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Agama di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Agama Jumlah Persentase %
Islam 15 50 %
Kristen 12 43,3 %
Buddha 2 6,7 %
Hindu - 0 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai agama Islam yaitu 15 orang (50%).
5. Pendidikan
Tabel 5. 4
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Pendidikan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pendidikan Jumlah Persentase %
Tidak sekolah - -
SD 8 26,7 %
SMP 10 33,3 %
SMU 9 30 %
Diploma 3 10 %
Sarjana - -
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 4 diatas responden paling banyak dijumpai pada pendidikan SMP yaitu 10 orang (33,3%).

6. Pekerjaan
Tabel 5. 5
Distribusi lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan umur di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Pekerjaan Jumlah Persentase %
Petani 11 36,7 %
wiraswata 13 43,4 %
PNS 6 20 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel 5. 5 diatas responden paling banyak dijumpai pada pekerjaan wiraswasta yaitu 13 orang (43,3 %).

7. Penghasilan
Tabel 5.6
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
Penghasilan Jumlah Persentase
< Rp. 300.000 3 10 %
Rp. 300.000 – Rp. 600.000 21 70%
Rp. 600.000 – Rp. 900.000 3 10%
Rp. 900.000 – Rp.1.000.000 0 0%
> Rp. 1.000.000 3 10%
Total 30 100%
Berdasarkan tabel 5. 6 diatas responden paling banyak dijumpai pada penghasilan keluarga sebanyak Rp. 300.000 – Rp. 600.000 yaitu 20 orang (70 %), bahkan penghasilan keluarga ada juga sebanyak Rp. 300.000 sebanyak 5 orang (10%) dari rata-rata. Hal ini bararti pengahasilan keluarga masih sangat rendah.

8. Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi
Tabel 5. 7
Distribusi Lansia yang mengalami Hipertensi berdasarkan pengetahuan di RSUD Dr. Djoelham binjai mulai Januari-Pebruari 2009
pengetahuan Jumlah Persentase
Baik 17 56,7%
Sedang 10 33,3%
Buruk 3 10%
Total 30 100%
Dari tabel 5.7 yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa gambaran pengetahuan responden lebih banyak pada kategori baik yaitu 17 orang (56,7%).
B Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa Gambaran Pengetahuan responden mengenai Hipertensi di RSUD Dr. Djoelham Binjai dari data yang diperoleh dari 30 responden rata-rata sebanyak 17 orang (56,7%). Namun hal ini masih banyak dari antara mereka memahami pengetahuan mengenai hipertensi.
Menurut peneliti, mereka hanya menyerahkan sepenuhnya proses kejadian hipertensi melalui pengobatan dan perawatan dari dokter dan perawat. Perawat yang sering berinteraksi dengan memilki tanggung jawab penuh dalam hal proses penyampaian informasi mengenai kejadian serta perawat harus berperan aktif dalam pelaksanaannya bagi pasien dalam membantu mempercepat proses kejadian hipertensi. Pada saat peneliti membagikan kuisoner, responden juga tidak terlihat bingung dan tahu, serta mengerti mengenai kejadian hipertensi tetapi peneliti memberikan penjelasan sebelum responden menjawab kuisoner.

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mayoritas responden pada umur 60-70 tahun sebanyak 17 orang (56,7%).
2. Mayoritas responden pada laki-laki sebanyak 16 orang (53,3%)
3. Mayoritas responden pada suku batak sebanyak 13 orang (43,3%)
4. Mayoritas responden pada Agama Islam sebanyak 15 orang (50%)
5. Mayoritas responden pada Pendidikan SMP sebanyak 10 orang (33,3%)
6. Mayoritas responden pada Pekerjaan Wiraswasta sebanyak 13 orang (33,3%)
7. Mayoritas responden pada Pengahasilan Rp. 300.000 – Rp. 600.000, sebanyak 21 orang (70%)

B Saran
1. Bagi petugas kesehatan agar kiranya melakukan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan bagi penerus-penerus yang akan datang.
2. Perlu kiranya ada dorongan yang dapat mencegah kejadian hipertensi, hal ini petugas kesehatan harus berperan aktif.
3. Bagi lansia kiranya menjaga komsumsi makanan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan Hipertensi yang akan menganggu kesehatan.

Minggu, 15 Maret 2009

BAB V, HASIL DAN PEMBAHASAN, Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi Anastesi

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi Anastesi Umum di RSU. Mitra Sejati Tahun 2009, berdasarkan hasil observasi terhadap 10 orang sample yang terdiri dari 5 orang pasien sebagai kelompok intervensi dan 5 orang pasien sebagai kelompok control. Maka didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekwensi Kelompok Responden mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi Anastesi Umum Di RSU. Mitra Sejati Medan, Menurut Terjadinya Peristaltik Usus
NO Kel. Responden Ada peristaltic Tidak ada peristaltic Total
F % F %
1
2 Kel. Kontrol
Kel. Intervensi 5
5 100
100 0
0 0
0 5
5 100
100
Total 10 100 0 0 10 100

Dari table diatas dapat kita lihat bahwa pengaruh mobilisasi dini berdasarkan kejadiannya dari 10 orang responden baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi kedua nya terjadi peristaltic yaitu 10 orang (100 %)

Tabel 2. Distribusi Frekwensi Kelompok Responden Mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi Anastesi Umum Di RSU. Mitra Sejati Medan Menurut Waktu Terjadinya Peristaltik Usus
NO Kel. Responden Waktu Terjadinya Peristaltik Total
Lebih dr atau sama dgn 24 jam kurang dr 24 jam
F % F % F %
1
2 Kel. Kontrol
Kel. Intervensi 5
0 100
0 0
5 0
100 5
5 100
100
Total 5 50 5 50 10 100

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa Pengaruh Mobilisasi Dini berdasarkan waktu terjadinya yang lebih dari atau sama dengan 24 jam sebanyak 5 orang (100%) pada kelompok kontrol, sedangkan yang kurang dari 24 jam sebanyak 5 orang (100%) pada kelompok intervensi.
Tabel 3. Analisis Pengaruh Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Terjadinya Peristaltik Usus pada Pasien Post Operasi Anastesi Umum Di RSU. Mitra Sejati Medan
Crosstabs
Crosstabs

5.2 Pembahasan
Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS berdasarkan uji Chi-Square didapatkan hasil, bahwa tidak ada pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltic usus pada pasien post operasi anastesi umum di RSU. Mitra Sejati atau P>ά, dimana ά = 0,05 sedangkan P= 0,08



BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada pasien Post Operasi Anastesi Umum Di RSU. Mitra Sejati Medan Tahun 2009 maka dapat disimpulkan :
1. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Terjadinya Peristaltik Usus Pada pasien Post Operasi Anastesi Umum. berdasarkan kejadiannya dari 10 orang responden baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi kedua nya terjadi peristaltic yaitu 10 orang (100 %)
2. Pengaruh Mobilisasi Dini berdasarkan waktu terjadinya, yang lebih dari atau sama dengan 24 jam sebanyak 5 orang (100%) pada kelompok kontrol, sedangkan yang kurang dari 24 jam sebanyak 5 orang (100%) pada kelompok intervensi
3. Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS berdasarkan uji Chi-Square didapatkan hasil, bahwa tidak ada pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltic usus pada pasien post operasi anastesi umum di RSU. Mitra Sejati atau P>ά, dimana ά = 0,05 sedangkan P= 0,08




6.2 Saran
Adapun saran-saran yang peneliti ingin sampaikan mengenai penelitian ini antara lain :
1. Bagi Pasien
Kepada pasien, setelah 6 jam selesai tindakan operasi anastesi umum dibantu dengan perawat. Pasien mau melakukan tindakan mobilisasi dini dengan mengabaikan rasa malas dan sedikit nyeri juga rumor yang berpendapat bahwa jika banyak bergerak setelah operasi maka jahitan operasi akan lepas. Mobilisasi dilakukan untuk mempercepat terjadinya platus, melancarkan peredaran darah dan menghindari komplikasi lainnya.
2. Bagi Perawat
Mobilisasi dini pada pasien post operasi anastesi umum sangat perlu dilakukan dimana keuntungan yang didapat pasien dapat lebih cepat mengakhiri puasanya karena peristaltik nya sudah baik dan mencegah komplikasi yang lain. Kepada perawat diharapkan mampu melakukan mobilisasi secara terstruktur setelah 6 jam pasien selesai dioperasi.
3. Bagi Pihak Rumah Sakit
Mengingat efek yang ditimbulkan sangat fatal jika tidak dilakukan mobilisasi dini setelah pasien 6 jam selesai di operasi, hal ini perlu menjadi perhatian yang sangat penting bagi pihak Rumag Sakit yaitu diharapkan mobilisasi secara terstruktur dapat menjadi protap yang harus dilakukan setalah 6 jam pasien selesai di operasi dengan anastesi umum.