ENDOKARDITIS
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.
Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.
Etiologi
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.
Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.
Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi.
Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.
Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.
Patofisiologi
Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub.
Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan.
Gejala-gejala
Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.
1. Gejala umum
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.
2. Gejala Emboli dan Vaskuler
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).
3. Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .
Endokarditis infeksi akut
Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral.
Laboratorium
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.
Echocardiografi
Diperlukan untuk:
• melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)
• melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif
• mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral )
• penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub
Diagnosis
Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.
Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.
Pengobatan
Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .
Pencegahan
Faktor predisposisi sebaiknya diobati (gigi yang rusak, karies,selulitis dan abses).
Miokarditis
adalah radang otot jantung atau miokard. Peradangan ini dapat disebabkan oleh penyakit reumatik akut dan infeksi virus seperti cocksakie virus, difteri , campak, influenza , poliomielitis, dan berbagai macam bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit.
Epidemiologi
Miokarditis menyerang semua umur . Sebagian besar dapat sembuh spontan. Miokarditis post mortem karena peradangan fokal atau difus. Miokarditis sering disertai radang perikard atau mioperikarditis.
Gejala klinis
Gejala klinis tidak khas, kelainan ECG sepintas, jarang menyebabkan pembesaran jantung, irama gallop dan dekompensasi jantung. Miokarditis oleh reuma akut disertai gejala berat .
Gejala yang sering ditemukan:
• Takikardia.
Peningkatan suhu akibat infeksi menyebabkan frekuensi denyut nadi akan meningkat lebih tinggi .
• Bunyi jantung melemah, disebabkan penurunan kontraksi otot jantung . Katub-katub mitral dan trikuspid tidak dapat ditutup dengan keras
• Auskultasi: gallop, gangguan irama supraventrikular dan ventrikular
• Gagal jantung.
Dekompensasi jantung terutama mengenai jantung sebelah kanan.
Diagnosis
Bila tanda infeksi penyakit lain tidak ditemukan (decomp kanan, penyakit jantung bawaan, penyakit katub jantung , penyakit jantung koroner dan lain-lain) maka perlu dipikirkan ke miokarditis. Sukar dibedakan kardiomiopati kongestif, tetapi dengan pemeriksaan echografi dapat membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan EKG, histologik dan mikroskopik elektron dan pemeriksaaan immunofluoresensi juga membantu.
Pengobatan
• Seperti pengobatan gagal jantung
• Pengobatan mengatasi infeksi
• Bedrest
• Bantuan pacu jantung
Untuk miokarditis akibat difteri sering berbahaya karena dapat mengganggu konduksi jantung sehingga terjadi blokade jantung total dalam hal ini penderita harus mendapat alat pacu jantung permanen.
Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietal, viseral atau keduanya. Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, sub akut dan kronis. Yang sub akut dan kronis mempunyai etiologi dan pengobatan yang sama.
Perikarditis akut
disertai dengan nyeri dada dan abnormalitas EKG , serta ditemukan perikardial friction rub (trias klasik).
Etiologi
penyakit idiopatik (beningna), infeksi non spesifik (virus, bakteri, jamur , TBC, penyakit kolagen, artritis reumatoid, sistemic lupus eritromatosus, neoplasma seperti mesotelioma, tumor metastasis, trauma, radiasi, uremia, infark miokard akut, dressler sindrom, sindrom paska perikardiotomi , dan diseksi aorta). Walaupun banyak penyebab perikarditis akut, penyebab paling sering dengan urutan adalah : infeksi virus, infeksi bakteri, uremia, trauma, sindrom paska infark, sindrom paska perikardiotomi, neoplasma dan idiopatik.
Gejala klinik
Sakit dada sub sternal/para sternal , kadang menjalar ke bahu, lebih ringan bila duduk. Pemeriksaan klinik ditemukan perikardial friction rub dan pembesaran jantung. Tanda-tanda penyumbatan ditemukan lewat tekanan vena meningkat, hematomegali dan udem kaki, bunyi jantung lemah, tetapi dapat normal bila efusi perikard berada dibelakang.
Foto rontgen tampak normal bila efusi perikar sedikit. Tampak bayangan jantung membesar bila efusi perikard banyak. EKG memperlihatkan segmen ST tanpa perubahan resiprokal, voltase QRS rendah. Pemeriksaan Echo: M-mode dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi dan banyaknya cairan .
Perikarditis sub akut dan kronik
Sindrom perikarditis sub akut (6 minggu - 6 bulan) menyerupai perikarditis kronik dalam hal etiologi ,manifestasi klinik, cara pengobatannya.
Variasi Patologis :
• Efusi perikardial kronik
Kecurigaan efusi kronik bila ditemukan adanya: Pembengkakan pada foto ronsen, tekanan vena meningkat, auskultasi lemah tetapi tanpa ada kegagalan jantung.
Berdasarkan sifat cairan maka etiologinya dapat dibedakan :
• Efusi perokardial kronik yang bersifat serius disebabkan oleh gagal jantung, hipoalbuminemia, pasca radiasi dada dan virus perikarditis rekuren
• Efusi yang bersifat seroisanguinous disebabkan oleh urema, perikarditis neoplastik dan trauma tumpul.
• Efusi serofibrinous yang disebabkan bakterial, tuberkolosis dan SLE
• Efusi hemorhagik karena paska bedah jantung, infark jantung setelah terapi antikoagulan, tumor pembuluh darah .
• Efusi chylus disebabkan paska bedah obstruksi limfatik akibat metastasis dan obstruksi limfatik massa intra toraks yang dapat menyebabkan idiopatik
• Efusi kolesterol sifatnya idiopatik disebabkan miksidema
Pendekatan diagnostik
Bila efusi diketahui menentukan etiologi dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari miksidema, trauma dada, radiasi, infeksi kronik, uremia, penyakit hati kronik dan TBC. Biopsi dibiakkan dan pemeriksaan histologis diusahakan untuk menetapkan etiologi .
Pengobatan
Menggunakan indometasin/kortikosteroid. Bila efusi kronik perlu dipertimbangkan perikardiotomi.
• Perikarditis efusi konstriktif
Ditandai dengan penebalan perikard serta efusi. Biasanya diketahui setelah aspirasi perikard sedangkan tanda-tanda kompressi masih tetap ada. Penyebab paling sering ialah radiasi. Penyebab lainnya : mioplasma-TBC.
Secara klinis : berupa lelah fatigue, dyspnea d”effort , dan perasaan berat prekordial .
Gejalanya tekanan vena meningkat, tekanan nadi normal atua sedikit menurun dan pulsus paradoksus. Foto rontgen menunjukkan adanya pembesaran jantung.
• Perikarditis kontriktif
Terjadi bila jaringan parut (sikatrik) perikard viseral - parietal cukup berat sehingga pengembangan volume jantung terhambat pada fase diastolik.
Etiologi :
• Herediter : mulbreynanism
• Infeksi : bakteri, TBC, jamur,virus, parasit
• Penyakit kolagen : artritis reumatoid,SLE, periarteritis nodosa
• Metabolik: uremia
• Traumatik: trauma tumpul, pembedahan
• Terapi radiasi
• Neoplasma : tumor perikard, metastasis
• Idiopatik
Gejala :
Urutannya sbb : dispnea, edema perifer, pembesaran perut, gangguan abdominal, lelah ortopnoe,palpitasi , batuk, nausea dan paroxysmal nocturnal dispnea.
Foto rontgen dada biasanya menunjukkan besar jantung normal,kadang-kadang membesar pada 10%. Vena kava melebar di mediastinum kanan atas, atrium kiri membesar, penebalan perikard . EKG memperlihatkan low voltage, segmen ST dan inversi gelombang T yang menyeluruh. QRS irama sinus bisa juga timbul fibrilasi atrium. Ekokardiografi M Mode bisa menunjukkan penebalan dinding perikardium.
Pengobatan
Perikardiektomi merupakan tindakan untuk menghilangkan tahanan pengisian ventrikel pada fase diastolik
• Perikarditis adhesif
Merupakan akibat perlengketan diantara kedua lapis perikard atau dengan jaringan sekeliling mediastinum.
Pengkajian data dasar pasien
Aktivitas/istirahat :
Data subyektif : Keletihan, kelemahan
Data obyektif : Takikardia
Tekanan darah menurun
Dispnoe pada saat aktivitas
Sirkulasi
data subyektif :
• Mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit jantung, pernah operasi jantung, by-pass
• sering berdebar
data obyektif :
• Takikardi, disritmi , friction rub perikardia, murmur, disfungsi otot-otot papila,irama gallop S3/S4 , edem
• Peningkatan vena jugularis,ptekia (konjungtiva dan membran mukus)
• Perdarahan pada bagian tertentu
• Osler’s nodes pada jari/jari kaki
• Janeway lessions (telapak tangan,dan kaki)
Eliminasi
data subyektif :
• Riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal
• Riwayat frkwensi pemasukkan urin menurun
data obyektif :
• Konsentrasi urine keruh/pekat
Kenyaman :
data subyektif:
• Nyeri dada di bagian anterior (keras/tajam) sewaktu inspirasi , batuk, beraktivitas, berbaring ; sakit berkurang bila duduk , Nyeri dada berpindah-pindah ke belakang, tidak berkurang dengan pemberian gliserin.
data obyektif:
• Gelisah
Respirasi :
data subyektif:
• Napas pendek ,memburuk pada malam hari (miokarditis)
data obyektif:
• Dyspnea nocturnal
• Batuk
• Inspirasi wheezing
• takipnea
• creackles dan ronchi lemah
• Respirasi lambat
Keamanan:
data subyektif:
• Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur atau parasit, trauma dada, kanker yang menyebar ke dada, penyakit baru di gigi, pernah dilakukan endoskopi GI/GU, pernah mendapat terapi sistim kekebalan contoh: immunosupressin, SLE, penyakit kolagen.
data obyektif:
• demam
Kebutuhan belajar :
• bantu dalam pengolahan makanan
• rekreasi
• transportasi
• self care/kebutuhan pribadi
• kelangsungan kebutuhan rumah tangga (ibu rumah tangga)
Tes diagnostik:
• EKG menunjukkan adanya iskemia, hipertropi, blok konduksi, disritmia (elevasi ST), PR depresi
• Echocardiografi: adanya efusi perikardial, hipertropi perikardial, disfungsi katub, dilatasi atrium
• Enzim jantung: peningkatan CPK, tapi MB inzuenzim tidak ada
• Angiografi: terlihat stenosis katup dan regurgitasi dan atau menurunnya gerakan
• Rontgen: terlihat pembesaran jantung, infiltrat pulmonal
• CBC : terjadi proses infeksi akut / kronik ; anemia
• Kultur darah : untuk mengisolasi penyebab bakteri , virus dan jamur
• ESR: elevasi secara umum
• Titer ASO : demam rematik (kemungkinan faktor pencetus)
• Titer ANA : positif dengan penyakit autoimmun contoh: SLE (kemungkinan faktor pencetus)
• BUN: mengevaluasi uremia (kemungkinan faktor pencetus)
• Perikardiosentesis: cairan perikardial diperiksa untuk mengetahui penyebab infeksi, bakteri,TBC, virus atau infeksi jamur, SLE, penyakit rematik, keganasan
Prioritas keperawatan:
1. Timbulnya nyeri
2. Peningkatan istirahat dan membantu perawatan diri
3. Kaji pengobatan / penyebab yang mendasari
4. Mengatur sistim penyakit yang mendasari/ dan mencegah komplikasi
5. Petunjuk penyebab penyakit, pengobatan dan pencegahan
Rencana tujuan:
1. Nyeri dapat dikontrol
2. Tingkat aktifitas (kebutuhan dasar) dapat dipenuhi
3. Infeksi dapat dikontrol : tidak terjadi demam
4. Mempertahankan hemodinamik yang stabil; bebas keluhan payah jantung
5. Perubahan gaya jantung
Rencana Keperawatan Pasien dengan penyakit infeksi jantung (Perikarditis, Miokarditis, dan Endokarditis)
Diagnosa I. Nyeri akut sehubungan dengan peradangan miokardium atau perikardium, efek sistemik dari infeksi, dan iskemi jaringan.(miokardium). Ditandai dengan :
• Nyeri dada yang menjalar ke leher atau punggung.
• Nyeri sendi (joint pain)
• Nyeri bertambah saat inspirasi dalam, melakukan aktifitas, dan merubah posisi.
• Demam atau kedinginan.
Kriteria evaluasi :
• Klien dapat mengidentifikasi cara-cara untuk mencegah nyeri.
• Klien dapat mengontrol dan melaporkan nyeri yang timbul
• Klien dapat mendemostrasikan tehnik relaksasi dan berbagai aktivitas yang diindikasikan untuk keadaan individual.
Tindakan keperawatan Rasional
Independen:
Observasi adanya nyeri dada , catat waktu , faktor - faktor penyulit / pencetus, catat tanda - tanda nonverbal dari rasa tidak nyaman seperti kelemahan, ketegangan otot dan menangis. Lokasi nyeri perikarditis pada bagian substernal menjalar ke leher dan punggung. Tetapi berbeda dengan nyeri iskemi miokardial /infark. Nyeri tersebut akan bertambah pada saat inpirasi dalam, perubahan posisi, dan berkurang pada saat duduk/bersandar ke depan.
Catatan: Nyeri dada ini ada atau tidaknya pada endokarditis/miokarditis tergantung adanya iskemi.
Pelihara atau ciptakan lingkungan yang tenang dan tindakan yang menyenangkan seperti perubahan posisi, beri kompres dingin atau hangat, dukungan mental, dan sebagainya.
Tindakan - tindakan tersebut dapat mengurangi ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
Kolaboratif:
Berikan obat - obatan sesuai indikasi:
Nonsteroid, seperti: ndometachin (indosin), ASA (aspirin).
Antipiretik, seperti: ASA / Asetaminophen (Tylenol) , Steroid.
Berikan oksigen sesuai indikasi.
Dapat mencegah timbulnya nyeri atau mengurangi respon inflamasi.
Untuk mengurangi demam dan memberikan rasa nyaman.
Berikan untuk gejala lebih lanjut.
Memaksimalkan kemampuan pemakaian oksigen untuk mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia.
Diagnosa III. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan implamasi dan degenerasi sel-sel otot miokarditis, restriksi pengisian jantung (kardiak output)
Ditandai dengan :
• Keluhan kelemahan/kelelahan/sesak saat beraktifitas
• Perubahan tanda-tanda vital saat aktifitas
• Tanda-tanda CHF .
Kriteria evaluasi:
• Peningkatan kemampuan aktifitas.
• Pengurangan tanda-tanda fisiologik yang tidak sesuai
• Mengungkapkan pentingnya aktifitas yang terbatas
Tindakan keperawatan Rasional
Independen:
Kaji respon aktifitas pasien. Catat adanya/timbulnya dan perubahan keluhan seperti kelemahan, kelelahan dan sesak napas saat beraktifitas. Miokarditis menyebabkan imflamasi dan memungkinkan gangguan pada sel-sel otot yang dapat mengakibatkan CHF.
Penurunan pengisian jantung/kardiak output akan menyebabkan cairan terkumpul pada rongga perikardial (bila ada perikarditis) yang pada akhirnya endokarditis dapat menimbulkan gangguan fungsi katub dan kecendrungan penurunan kardiak output.
Monitor denyut atau irama jantung /nada, takanan darah dan jumlah pernapasan, sebelum/sesudah dan selama aktifitas sesuai kebutuhan. Membantu menggambarkan tingkat dekompensasi jantung dan paru. Penurunan tekanan darah, takikardi, dan takipnea adalah indikasi gangguan aktifitas jantung.
Pertahankan bedrest selama periode demam dan sesuai indikasi. Kendalikan perubahan infeksi selama fase akut pada erikarditis/endokarditis.
Catatan: Demam meningkatkan kebutuhan dan kosumsi oksigen, karenanya meningkatkan kerja jantung dan mengurangi kemampuan beraktifitas.
Rencanakan perawatan dengan pengaturan istirahat/periode tidur. Memelihara keseimbangan kebutuhan aktifitas jantung, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional.
Kaji kemampuan pasien dengan program latihan berkala sesegera mungkin untuk turun dari tempat tidur. Catat respon gejala vital dan peningkatan kemampuan beraktifitas.
Evaluasi respon emosional terhadap situasi/pemberian support. Kecemasan akan timbul karena infeksi dan kardiak respon (psikologik). Tingkat kekhawatiran dan kebutuhan pasien akan koping emosional yang baik ditimbulkan oleh kemungkinan sakit yang mengancam kehidupan. Dukungan dan support dibutuhkan untuk menghadapi kemungknan frustasi karena hospitalisasi yang lama/periode penyembuhan
Kolaborasi:
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi. Peningkatan kemapuan oksigenisasi pada miokarditis mengimbangi peningkatan komsumsi oksigen. Dapat terlihat pada aktifitas.
Diagnosa III. Potensial penurunan cardiak output sehubungan dengan peningkatan/penumpukan cairan pada rongga perikardium, stenosis/insufisiensi katub, penekanan/kontriksi fungsi ventrikel, dan degenerasi otot-otot jantung.
Ditandai oleh :
(tidak dicantumkan ; tanda-tanda dan gejala -gejala hanya untuk diagnosa yang aktual).
Kriteria evaluasi:
• Berkurangnya keluhan sesak napas/dyspnea, angina dan disritmia.
• Identifikasi perilaku untuk mengurangi kerja jantung.
Tindakan keperawatan Rasional
Independen :
Monitor jumlah dan irama nadi/jantung Takikardi dan disritmia dapat terjadi sebagai usaha jantung untuk meningkatkan output sebagai respon terhadap demam, hipoksia, dan asidosis sehubungan dengan iskemia.
Auskultasi suara jantung.Catat bunyi murmur, S3 dan S4 Gallop Membantu deteksi dini adanya kompliksi seperti CHF dan kardiak tamponade.
Pertahankan bedrest dalam posisi semi fowler. Mengurangi kerja jantung dan memaksimalkan cardiac output
Berikan tindakan untuk rasa nyaman seperti perubahan posisi dan perubahan aktifitas. Meningkatkan relaksasi dan memberikan perhatian.
Berikan tehnik manegament stres seperti latihan napas . Berguna untuk mengontrol kecemasan, meningkatkan relaksasi dan mengurangi kerja jantung dan cardiac output.
Observasi adanya nadi yang cepat, hipotansi, peningkatan CVP/JVD, perubahan suara jantung, penurunan tingkat kesadaran. Manifestasi klinik pada cardiac tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardial mengurangi pengisian jantung dan cardiac output.
Evaluasi keluhan kelelahan, sesak napas, prepitasi, nyeri dada yang terus -menerus. Catat adanya pertambahan suara pernapasan, demam.
Manifestasi CHF akibat endokarditis (infeksi/disfungsi katub) atau miokarditis (disfungsi otot-otot miokardial akut)
Kolaborasi:
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi Meningkatkan penggunakan oksigen untuk fungsi miokardial dan mengurangi efek metabolisme anaerob yang dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia dan asidosis.
Berikan terapi sesuai indikasi seperti diuretika dan digitalis.
Berikan antibiotika dan antimicroba intravena
Persiapkan klien untuk operasi sesuai indikasi. Dapat diberikan untuk meningkatkan kontraksi otot jantung dan mengurangi kerja jantung yang berlebihan pada CHF (miokarditis).
Diberikan untuk patogen tertentu (pada endokarditis, perikarditis, miokarditis) untuk mencegah kerusakan/gangguan lebih lanjut.
Penggantian katub perlu untuk memperbaiki cardiac output (perikarditis). Perikardiaktomi mungkin juga dilakukan karena adanya akumulasi yang berlebihan cairan perikardial atau adanya jaringan parut dan kontriksi fungsi jantung (perikarditis)
Diagnosa IV. Potensial gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan trombuemboli atau kerusakan sekunder katub-katub pada endokarditis.
Ditandai oleh :
(Tidak dicantumkan karena tanda dan gejala hanya untuk diagnosa yang aktual)
Kriteria evaluasi:
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat sesuai dengan kebiasaan individu seperti kebiasaan makan, tanda-tanda vital yang pasti, kehangatan, tekanan nadi perifer, keseimbangan intake dan output.
Tindakan keperawatan Rasional
Independen:
Evaluasi status mental. Catat adanya hemiparalisis aphasia, muntah, peningkatan tekanan darah.
Indikasi adanya emboli sistemik ke otak.
Kaji nyeri dada, dispnea yang tiba-tiba ditandai dengan takipnea, nyeri pleuritis, cyanosis. Emboli arterial pada jantung atau organ penting lain dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung atau disritmia kronik.
Kongesti vena dapat menunjukan tempat trombus pada vena-vena yang dalam dan emboli paru.
Observasi oedema pada ekstremitas. Catat kecendrungan / lokasi nyeri, tanda-tanda Homan positif. Inaktifitas / bedrest yang lama dapat menimbulkan terjadinya kongesti vena dan trombosis vena.
Observasi adanya hematuria yang ditandai oleh nyeri pinggang dan oliguria. Indikasi adanya emboli ginjal
Catat keluhan nyeri perut kiri atas menjalar ke bahu, kelemahan lokal, abdominalngiditas Indikasi emboli kandung empedu
Meningkatkan/mempertahankan bedrest sesuai dengan anjuran Untuk membantu mencegah peyebaran atau perpindahan emboli pada pasien dengan endokarditis. Pada bedrest yang lama (sering dilakukan oleh pasien dengan endokarditis dan miokarditis) beresiko untk mengalami tromboemboli.
Kolaborasi
Gunakan stoking antiemboli sesuai indikasi
Menggunakan sirkulasi perifer dan arus balik vena dan mengurangi resiko trombus pada vena superfisial/vena yang lebih dalam.
Berikan antikoagulan seperti heparin, warfarin (coumadin) Heparin dapat digunakan secara propilaksi pada pasien dengan bedrest yang lama seperti sepsis atau CHF dan sebelum atau sesudah operasi penggantian katub. Catatan heparin merupakan kontradiksi pada perikarditis dan cardiac tamponade.
Coumadin adalah pengobatan jangka panjang yang digunakan untuk setelah penggatian katub atau pada emboli perifer.
Diagnosa V. Kurangnya pengetahuan (mengenai kondisi dan tindakan) sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, cara pencegahan terjadinya komplikasi.
Ditandai oleh :
• Bertanya-tanya tentang inforamsi
• Kegagalan untuk perbaikan
• Pencegahan komplikasi
Kriteria evaluasi:
• Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi.
• Mengenal perubahan gaya hidup/tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Tindakan keperawatan Rasional
Independen:
Jelaskan effek emosi inflamasi pada jantung secara individual. Berikan penjelasan mengenai gejala-gejala komplikasi dan tanda-tanda tersebut harus segera dilaporkan pada petugas kesehatan seperti demam, peningkatan nyeri dada yang luar biasa, bertambahnya keterbatasan beraktifitas.
Untuk bertanggung jawab kepada kesehatannya, pasien membutuhkan pengertian tentang penyebab khusus, tindakan dan efek jangka panjang yang mungkin terjadi pada kondisi inflamasi, baik tanda dan gejala atau komplikasinya.
Beritahukan pasien / orang terdekat mengenai dosis, aturan , dan efek pengobatan, diit yang dianjurkan, pembatasan aktifitas yang dapat dilakukan Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri, untuk menambah kejelasan efektifitas pengobatan dan mencegah komplikasi.
Jelaskan tentang pentingnya pengobatan antibiotik/antimikroba jangka panjang Pemberian antibiotik/antimikroba yang lama baik selama di rumah sakit/di rumah dibutuhkan untuk mendapatkan hasil kultur darah yang negatif sebagai indikasi sembuhnya/hilangnya infeksi.
Diskusikan mengenai prophylaksis penggunaan antibiotika . Pasien dengan riwayat demam rematik termasuk resiko tinggi dan membutuhkan prophilaksis antibiotik jangka panjang. Pasien dengan masalah-masalah katub tanpa riwayat demam rematik membutuhkan antibiotika jangka pendek sebagai proteksi terhadap tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan transitnya bakteri, seperti pada gigi, tonsilektomi, pembedahan atau biopsi pada mukosa saluran pernapasan, broncoscopi, insisi, atau drainase infeksi jaringan dan tindakan urologi atau gastrointestinal dan kelahiran.
Identifikasi tindakan-tindakan untuk mencegah endokarditis seperti:
Perawatan gigi yang baik.
Cegah penderita agar tidak terkontaminasi infeksi(khususnya infeksi saluran pernapasan) Bakteri umumnya didapatkan di dalam mulut. Pada gusi dapat masuk melalui sirkulasi sistemik.
Perkembangan infeksi khususnya infeksi streptokokus dan pnemokokus atau influensa meningkatkan kemungkinan resiko gangguan jantung.
Pilihlah metode yang tepat untuk KB (pada penderita wanita) Penggunaan IUD dapat menjadikan mata rantai resiko terjadinya proses infeksi pelvis.
Hindari pemakaian obat suntik per intravenus sendiri. Mengurangi resiko langsung terjadinya /
masuknya patogen melalui sirkulasi sistemik.
Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik, keseimbangan antara aktifitas dan istirahat, monitor status kesehatan dan adanya infeksi.
Meningkatkan sistem immun dan pertahanan terhadap infeksi.
Patuhi immunisasi seperti vaksin influensa sesuai indikasi Mengurangi resiko terjadinya infekasi yang dapat menyebabkan infeksi jantung.
Identifikasi sumber-sumber pendukung yang memungkinkan untuk mempertahankan perawatan di rumah yang dibutuhkan. Keterbatasan aktifitas dapat mengganggu kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Identifikasikan resiko faktor predisposisi dimana pasien dapat mengontrol seperti, penggunaan obat-obatan intravena (endokarditis) dan cara pemecahan masalah. Pasien dapat dimotivasi dengan adanya masalah-masalah jantung untuk berusaha berhenti menggunakan obat-obat terlarang atau perilaku yang merugikan.
Pendidikan Kesehatan untuk klien dan keluarganya.
Rencana pendidikan kesehatan untuk pasien dengan endokarditis disesuaikan dengan penyebab penyakit, pengobatan teratur, tehnik pemberian antibiotika secara intravena dan cara-cara meminta bantuan orang lain serta identifikasi perkembangan infeksi.
Perawat mengajar pasien bagaimana memasukkan antibiotik secara intravena, bagaimana menggunakan obat-obat heparin, dan bagaimana agar tidak terjadi pembekuan darah.
Klien dan keluarganya dapat mendemonstrasikan cara-cara tersebut sebelum keluar dari rumah sakit
Perawat menganjurkan klien untuk memelihara kebersihan, khususnya kebersihan mulut. Klien dianjurkan untuk menggosok gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari dan membersihkan mulut dengan air setelah sikat gigi.
Klien diinstruksikan untuk meningkatkan perawatan kesehatannya, termasuk kebersihan gigi dan gusi, penggunaan kebutuhan antibiotik propilaksis dilakukan sesuai prosedur-prosedur diatas. Klien dapat menggunakan anti koagulan pada saat terjadinya perdarahan dan memonitor waktu pembekuan darah.
Memonitor sendiri perkembangan endokarditis untuk mencegah komplikasi terjadinya gagal jantung dan gejala-gejala emboli. Klien diinstruksikan untuk memonitor suhu setiap hari dan mencatatnya selam enam minggu. Klien diharuskan untuk mencatat saat panas, kedinginan, malas, berat badan menurun atau timbulnya pteki agar dapat meningkatkan kesehatan yang prima.
Perawatan di rumah sangat dibutuhkan sebagai tindak lanjut pada lingkungan rumah. Ini akan menjadi lebih penting bagi klien..
DAFTAR PUSTAKA :
Doenges Mariyn E, RN, BSN, MA, TS, Nursing Care Plans, Edition 3, F.A.Davis Company Philadelpia, 1993.
Ignatavicius Donna D., Medical Surgical Nursing: a nursing process approach, Philadelpia 1991.
Soeparman, DR, Dr, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke 2 Jilid I , Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1987.
Mengapa saya ingin menulis tentang keperawatan!! karna saya adalah seorang perawat.. kemudian saya sangat prihatin terhadap kehidupan seorang perawat.. MARI KITA BERSATU MEWUJUDKAN PERAWAT YANG PROPESIONAL
Sabtu, 12 September 2009
DECOMPENSASI CORDIS / PAYAH JANTUNG
DECOMPENSASI CORDIS / PAYAH JANTUNG
BATASAN
Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekwensi jantung, dilatasa, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak adekwat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung.
PENYEBAB KEGAGALAN
- Disritmia (bradikardi,tachicardi)
- Malfungsi katub (stenosis katub pulmonal/aortik)
- Abnormalitas otot jantung (kardiomiopati, aterosklerosis koroner)
- Angina pectoris, berlanjut infark miocard akut.
- Ruptur miokard
RESPON TERHADAP KEGAGALAN
A. Peningkatan tonus simpatis
Peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi arteri vena jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah normal.
B. Retensi air dan natrium
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk filtrasi, ginjal merespon dengan manahan natrium dan air dengan cara demikian mencoba untuk meningkatkan volume darah central dan aliran balik vena.
PENGKAJIAN GAGAL JANTUNG
a. Kegagalan ventrikel kiri
Tanda dan gejala :
- Kongesti vaskuler pulmonal
- Dispnoe, nyeri dada dan syok
- Ortopnoe, dispnoe nocturnal paroxismal
- Batuk iritasi, edema pulmonal akut
- Penurunan curah jantung
- Gallop atrial –S4, gallop ventrikel-S1
- Crackles paru
- Disritmia pulsus alterans
- Peningkatan BB
- Pernafasan cyne stokes
- Bukti-bukti radiografi tentang kongesti vaskuler pulmonal
b. kegagalan ventrikel kanan
Tanda dan gejala :
- Cirah jantung rendah
- Distensi vena jugularis
- Edema
- Disritmia
- S3 dan S4 ventrikel kanan
- Hipersonor pada perkusi
- Immobilisasi diafragma rendah
- Peningkatan diameter pada antero posterial
Klasifikasi gagal jantung (menurut Killip)
I. Tidak gagal
II. Gagal ringan sampai menengah
III. Edema pulmonal akut
IV. Syock kardiogenik
Sifat nyeri pada pasien dengan decompensasi cordis
1. Akut
Timbul secara mendadak dan segera lenyap bila penyebab hilang. Ditandai oleh : nyeri seperti tertusuk benda tajam, pucat, disritmia, tanda syock kardiogenik (akral dingin gan perfusi turun)
2. Kronis
Nyeri yang terjadi berkepanjangan hingga berbulan-bulan. Penyebab sulit dijelaskan dan gejala obyektif lidak jelas umumnya disertai dengan gangguan kepribadian serta kemampuan fungsional
Derajat nyeri
I. Ringan : tidak mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
II. Sedang : mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
III. Berat : mengganggu ADL dan pasien tidak dapat tidur
PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG
Bertujuan :
A. menurunkan kerja jantung
B. Meningkatkan gurah jantung dan kontraktilitas miocard
C. Menurunkan retensi garam dan air
Pelaksanaannya meliputi :
A. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
B. Pemberian diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung
C. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnoe berat.
D. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
E. Terapi nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.
F. Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik), memperlambat frekwensi ventrikel, peningkatam efisiensi jantung.
G. Inotropik positif
- Dopamin
Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik beta-adrenergik. Dan reseptor dopamine ini mengakibatkankeluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
- Dobutamin
Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi.
Tindakan-tindakan mekanis
- Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
- Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindakan pasti seperti bedah bypass arteri koroner, perbaikan septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan adanya kerusakan miokardium yang luas ditandai dengan adanya kegagalan kompensasi jantung yaitu ; akral dingin, dispnea, pucat, kesadaran menurun, gelisah.
Tujuan :
Gangguan rasa nyaman (nyeri) hilang dalam waktu 1 jam.
Kriteria hasil :
- Nyeri dada hilang
- Pasien tenang
- Pasien merasa nyaman dan tidak cemas
INTERVENSI
1. Lakukan pendekatan terapeutik
2. Jelaskan mengenai penyakit dan tindakan yang akan dilakukan.
3. Tenangkan pasien sehingga tidak cemas akan penyakitnya
4. Tirah baring sesuai dengan keadaan pasien
5. Observasi tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian : oksigen, cairan, analgetik central (morphin), terapi digitalis, nitrit dan inotropik positit.
REFERENSI
Lewis T, Disease of The Heart, New York, Macmillan 1993
Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume I : Hudak dan Gallo Hal. 360-379, Penerbit buku kedokteran.
BATASAN
Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekwensi jantung, dilatasa, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak adekwat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung.
PENYEBAB KEGAGALAN
- Disritmia (bradikardi,tachicardi)
- Malfungsi katub (stenosis katub pulmonal/aortik)
- Abnormalitas otot jantung (kardiomiopati, aterosklerosis koroner)
- Angina pectoris, berlanjut infark miocard akut.
- Ruptur miokard
RESPON TERHADAP KEGAGALAN
A. Peningkatan tonus simpatis
Peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi arteri vena jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah normal.
B. Retensi air dan natrium
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk filtrasi, ginjal merespon dengan manahan natrium dan air dengan cara demikian mencoba untuk meningkatkan volume darah central dan aliran balik vena.
PENGKAJIAN GAGAL JANTUNG
a. Kegagalan ventrikel kiri
Tanda dan gejala :
- Kongesti vaskuler pulmonal
- Dispnoe, nyeri dada dan syok
- Ortopnoe, dispnoe nocturnal paroxismal
- Batuk iritasi, edema pulmonal akut
- Penurunan curah jantung
- Gallop atrial –S4, gallop ventrikel-S1
- Crackles paru
- Disritmia pulsus alterans
- Peningkatan BB
- Pernafasan cyne stokes
- Bukti-bukti radiografi tentang kongesti vaskuler pulmonal
b. kegagalan ventrikel kanan
Tanda dan gejala :
- Cirah jantung rendah
- Distensi vena jugularis
- Edema
- Disritmia
- S3 dan S4 ventrikel kanan
- Hipersonor pada perkusi
- Immobilisasi diafragma rendah
- Peningkatan diameter pada antero posterial
Klasifikasi gagal jantung (menurut Killip)
I. Tidak gagal
II. Gagal ringan sampai menengah
III. Edema pulmonal akut
IV. Syock kardiogenik
Sifat nyeri pada pasien dengan decompensasi cordis
1. Akut
Timbul secara mendadak dan segera lenyap bila penyebab hilang. Ditandai oleh : nyeri seperti tertusuk benda tajam, pucat, disritmia, tanda syock kardiogenik (akral dingin gan perfusi turun)
2. Kronis
Nyeri yang terjadi berkepanjangan hingga berbulan-bulan. Penyebab sulit dijelaskan dan gejala obyektif lidak jelas umumnya disertai dengan gangguan kepribadian serta kemampuan fungsional
Derajat nyeri
I. Ringan : tidak mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
II. Sedang : mengganggu ADL dan pasien dapat tidur
III. Berat : mengganggu ADL dan pasien tidak dapat tidur
PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG
Bertujuan :
A. menurunkan kerja jantung
B. Meningkatkan gurah jantung dan kontraktilitas miocard
C. Menurunkan retensi garam dan air
Pelaksanaannya meliputi :
A. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
B. Pemberian diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung
C. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnoe berat.
D. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
E. Terapi nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.
F. Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik), memperlambat frekwensi ventrikel, peningkatam efisiensi jantung.
G. Inotropik positif
- Dopamin
Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik beta-adrenergik. Dan reseptor dopamine ini mengakibatkankeluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
- Dobutamin
Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi.
Tindakan-tindakan mekanis
- Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
- Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindakan pasti seperti bedah bypass arteri koroner, perbaikan septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan adanya kerusakan miokardium yang luas ditandai dengan adanya kegagalan kompensasi jantung yaitu ; akral dingin, dispnea, pucat, kesadaran menurun, gelisah.
Tujuan :
Gangguan rasa nyaman (nyeri) hilang dalam waktu 1 jam.
Kriteria hasil :
- Nyeri dada hilang
- Pasien tenang
- Pasien merasa nyaman dan tidak cemas
INTERVENSI
1. Lakukan pendekatan terapeutik
2. Jelaskan mengenai penyakit dan tindakan yang akan dilakukan.
3. Tenangkan pasien sehingga tidak cemas akan penyakitnya
4. Tirah baring sesuai dengan keadaan pasien
5. Observasi tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian : oksigen, cairan, analgetik central (morphin), terapi digitalis, nitrit dan inotropik positit.
REFERENSI
Lewis T, Disease of The Heart, New York, Macmillan 1993
Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume I : Hudak dan Gallo Hal. 360-379, Penerbit buku kedokteran.
Kamis, 10 September 2009
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
B. Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan
C. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
C. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
D. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
F. Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Biodata klien
b) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
(7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi keperawatan
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
Pantau suhu secara teratur
Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
b) Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
Tirah baring dengan posisi kepala datar.
Pantau status neurologis.
Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
Pantau BGA.
Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen
c) Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri
Pantau adanya kejang
Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
d) Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri.
Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Kolaborasi
Berikan anal getik, asetaminofen, codein
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Kaji derajat imobilisasi pasien.
Bantu latihan rentang gerak.
Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
f) Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
Observasi respons perilaku.
Hilangkan suara bising yang berlebihan.
Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
g) Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
H. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
2. Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
3. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
4. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.
5. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
6. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
B. Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan
C. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
C. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
D. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
F. Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Biodata klien
b) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
(7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi keperawatan
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
Pantau suhu secara teratur
Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
b) Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
Tirah baring dengan posisi kepala datar.
Pantau status neurologis.
Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
Pantau BGA.
Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen
c) Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri
Pantau adanya kejang
Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
d) Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri.
Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Kolaborasi
Berikan anal getik, asetaminofen, codein
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Kaji derajat imobilisasi pasien.
Bantu latihan rentang gerak.
Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
f) Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
Observasi respons perilaku.
Hilangkan suara bising yang berlebihan.
Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
g) Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
H. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
2. Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
3. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
4. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.
5. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
6. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.
MENINGITIS
MENINGITIS
A. Pengertian Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput meninges yang menyelubungi otak yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
B. Etiologi Meningitis
Meningitis dibagi menjadi 2 jenis menurut penyebabnya :
1. Meningitis bakterial, yang disebabkan oleh organisme primer gram negatif. Pada neonatus umumnya disebabkan oleh basil gram negatif, batang gram negatif dan streptococcus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun disebabkan Haemophilus Influenzae tipe B. Pada anak-anak yang lebih besar disebabkan oleh Infeksi Neisseria Meningitis atau Infeksi Staphilococcus.
2. Meningitis Aseptik, umumnya hampir 85% disebabkan oleh entero virus diantaranya virus Influenza, Koriomeningitis Limfositik, virus EpsteinBarr namun dapat pula karena mikroplasma, klamidia dan berbagai jenis jamur, protozoa dan parasit lain.
C. Pathofisiologi Meningitis
Organisme meningitis bakterial memasuki meninges secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau cedera tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan cerebrospinalis. Pada umumnya Infeksi mencapai otak melalui peredaran darah ( hematogen ).
Pada meningitis aseptik, virus menyebar ke otak dan jaringan sekitar melalui cairan tulang belakang setelah terlebih dahulu meninges terinfeksi. Otitis media, sinuitis dan saluran pernafasan dapat menjadi tahap awal dari infeksi. Defisiensi imun meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit.
Keterlambatan penderita di bawa ke RS merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi dari meningitis yang biasanya mengarahkan anak pada kondisi kejang, kelumpuhan, dehidrasi dan koma akibat terjadinya thrombosis pada pembuluh darah di otak. Keadaan koma akan lebih memperparah kondisi fisik pasien terutama dalam masalah asupan gizi yang tidak dapat diberikan secara peroral, tubuh menjadi makin lemah, daya tahan menurun, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi tidak ada. Kebutuhan cairan tubuh tak terpenuhi untuk mendukung therapi hydrasi Introvena yang biasanya hanya memenuhi setengah dari kebutuhan cairan pada pasien per hari.
D. Gambaran klinis Meningitis
Keadaan yang sering dijumpai pada pasien meningitis antara lain :
1. Letargi 7. Sering menangis
2. Iritabilitas 8. Peningkatan tekanan Intrakranial
3. Pucat 9. Peningkatan Lingkar Kepala
4. Anoreksia 10. Fontanel menonjol
5. Kurang makan 11. Syok
6. Mual dan muntah 12. Kejang
E. Mengidentifikasi masalah gizi pada pasien meningitis
Pasien meningitis dengan kesadaran menurun cenderung mengalami gangguan asupan gizi, karena secara otomatis Intrake peroral yang dibutuhkan untuk mendukung therapi hydrasi yang terbatas untuk mencegah komplikasi oedeem cerebi, menjadi berkurang, selain untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pasien. Untuk ini biasanya dokter menganjurkan untuk pemasangan Nasogastric tube / maagslang dan pemberian diit cair guna mengatasi hal tersebut.
Dalam menentukan jumlah dan jenis diet cair yang akan diberikan pada pasien, seorang dokter anak harus memperhitungkan ; kebutuhan cairan / hr berdasarkan umur – BB pasien, status gizi saat pasien dirawat, kondisi dan fisik pasien. Disini seorang dokter anak akan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu menyusun komposisi gizi yang terkandung dari makanan cair sesuai standar gizi berdasarkan umur dan BB pasien.
Misal : Pada anak usia 1 tahun BB normal : 7,5 – 8,9 kg
kebutuhan cairan per hari : 120 – 135 ml / kg BB / hari atau sekitar ± 900 – 1000 ml / hari
Bila pada saat pemeriksaan fisik didapatkan BB pasien tidak sesuai dengan umur pasien, maka akan ditentukan diet cair jenis TKTP.
Seorang ahli gizi kemudian akan menentukan komposisi kalori dan protein dalam diet cair tersebut berdasarkan umur dan BB untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein pasien / hari.
Misal : untuk usia 1 tahun dengan BB normal 7,5 – 8,9 kg
Kebutuhan kalori / kg 1 hari = 105 kal atau 900 kalori / hari
dan protein 2,5 gr / kg / hari atau 22 gram / hari
Makanan akan dibuat dalam bentuk cairan kental yang dibuat dengan susu atau tanpa susu. Menurut kebutuhan pasien dapat diberikan cairan antara 1000 – 2000 ml dimana makanan cair standar mengandung 1000 kilokalori tiap 1000 ml, yang dapat diberikan dalam porsi kecil dan sering (6 – 8 kali sehari ).
Pada pasien meningitis, sebenarnya tidak memerlukan diet cair khusus bila tidak didapati kondisi malnutrisi atau status gizi buruk. Biasanya diet TKTP menjadi pilihan utama untuk kasus-kasus penyakit Infeksi akut seperti meningitis guna meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan Infeksi di samping obat-obatan supportif yang diberikan dokter. Bila dengan cara ini belum bisa membantu asupan gizi pasien meningitis, maka dokter akan memutuskan untuk memberikan Nutrisi Parentral seperti Amiparen dan Iriparen yang diindikasikan pada pasien dengan infeksi berat dengan gizi buruk untuk memenuhi suplai air, elektorlit dan kalori melalui vena.
Cara mengidentifikasi berhasil tidaknya pemberian manakan cair melalui sonde ( dapat dicerna baik atau tidak ) adalah dengan melihat residu yang keluar dari NGT pada saat kita menarik keluar dengan menggunakan spuit. Bila cairan yang keluar sama seperti jumlah cairan yang kita amasukkan setelah 2 jam pemberian sonde maka bisa dipastikan makanan cair tidak bisa dicerna dengan baik, namun bila residu tidak lebih dari 50% dari diit cair yang masuk berarti diit cair masih bisa ditolerir oleh sal. pencernaan. Pemberian Nutrisi parentral merupakan alternatif terakhir yang akan dianjurkan oleh dokter.
F. Metode pemasangan dan pemberian sonde
a) Pengertian :
Memasukkan slang penduga lambung ( NGT ) ke dalam lambung melalui hidung / mulut.
b) Tujuan :
( 1 ) Memenuhi kebutuhan nutrisi
( 2 ) Memenuhi kebutuhan obat
c) Indikasi :
1) Anak yang tidak dapat menelan, tidak sadar, muntah terus-menerus tidak mau makan dalam jangka waktu lebih dari 1 hari
2) Anak yang tidak boleh makan melalui mulut
d) Persiapan :
1) alat
(a) NGT dengan ukuran sesuai kebutuhan
(b) Corong / spuit 10 – 20 cc
(c) Lap makan
(d) Bengkok
(e) Plester dan gunting
(f) Makanan cair yang hangat sesuai kebutuhan
(g) Air putih matang
(h) Obat yang telah dicairkan
(i) STETOSKOP
2) Persiapan pasien
Melakukan pendekatan pada keluarga dengan memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
e) Pelaksanaan :
1. Anak diatur dalam posisi semifowler, pada keadaan gelisah, anak harus diikat, jika bayi di bedong.
2. Lap makan dipasang di atas dada, bengkok disamping pipi
3. Bersihkan Lubang hidung
4. Ukur panjang NGT dari epigastrium sampai pertengahan dahi, beri tanda
5. Ujung selang basahi dengan air / jelly, pangkal slang dilipat dengan tangan kiri
6. Masukkan ujung slang melalui hidung secara perlahan-lahan sambil perhatikan KU anak sampai batas yang diberi tanda
7. Memeriksa apakah slang betul-betul masuk lambung dengan cara :
a) Menghisap cairan lambung dengan spuit.
b) Memasukkan udara ke dalam lambung 2 – 3 cc dengan spuit sambil didengarkan dengan stetoskop, bila terdengar bunyi letupan, berarti posisi slang sudah tepat
8. Udara diisap kembali
9. Corong / spuit dipasang pangkal slang
10. Tuangkan sedikit air putih matang ( pada bayi 2 – 5 cc ) disusul dengan makanan cair melalui pinggir corong
11. Bila makanan cair sudah habis, tuangkan lagi air matang
12. Bila slang NGT dipasang menetap, pangkal slang ditutup / diikat kemudian difiksasi ke dahi
13. Alat-alat dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
14. Catat macam dan jumlah makanan cair yang diberikan dan reaksinya pada lembar catatan perawatan
15. Observasi keadaan umum selanjutnya
Perhatian :
a) Selang makanan polyetheline steril dapat dipasang sampai 3 – 4 hari
b) Pada bayi dapat digunakan NGT no. 8 dan anak no. 12 / 14
c) Memberikan obat sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah 1 – 2 jam pemberian makanan cair agar absorbsi obat sempurna
d) Obat lebih dianjurkan dalam bentuk suspensi untuk menghindari selang macet
e) Cabut segera selang sonde bila didapatkan kejang, tunda pemasangan, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian sedativa atau bila pasien tampak cianosis
f) Corong tidak boleh dalam keadaan kosong selama pemberian sonde untuk menghindari udara masuk lambung yang dapat berakibat kembung pada pasien
g) Periksa residu makanan pada selang NGT sebelum memberikan sonde / makanan cair untuk dapat mengetahui apakah lambung dapat bekerja maksimal mencerna makanan
G. Jenis Diet Makanan
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang tepat terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis. Nutrisi parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak mampu kebutuhan nutrisi enteral pasien
H. Mengatasi masalah / komplikasi pada pasien dengan pemasangan NGT
Ada banyak kendala yang mungkin timbul selama tindakan pemasangan NGT dan pemasangan secara permanen NGT pada bayi dan anak.
a) Pasien Cyanosis :
Cabut segera sonde / NGT, periksa jalan nafas pasien, bila terdapat sumbatan seperti misalnya akumulasi lendir, pasang mounth tube sesuai ukuran anak,lakukan isap lendir
b) Pasien batuk-batuk dan tercekik :
Cabut segera NGT, periksa kembali apakah teknik pemasangan NGT sudah tepat, apakah NGT masuk ke saluran pencernaan atau saluran pernafasan.
c) Pasien kejang (meningitis) :
Hentikan tindakan, atasi kejang pasien terlebih dahulu, pasang mount tube untuk menghindari lidah pasien jatuh kebelakang
d) Selang tersumbat :
Biasanya karena slang kurang dibilas secara teratur atau karena bubuk obat, bilas dengan air hangat ± 50 ml pindah posisi pasien, ganti obat bubuk dengan suspensi / syirop, atau ganti NGT bila semua cara tidak berhasil
e) Dhiare :
Biasanya karena selang tidak biasa dibilas setelah manakan masuk , pemberian bolus terlalu banyak, lebih dari 250 cc, pemberian dan dan penyiapan makanan kuranf hygienis cara mengatasinya. Lakukan bilas selang secara teratur sebelum dan sesudah diit cair masuk, ganti posisi lebih kecil (max 200 ml). Cek prosedur menyangkut masalah cuci tangan, peralatan yang bersih dan steril dan ganti formula / diit cair dengan yang baru dengan pembuatan yang lebih bersih. Ganti alat (NGT) bila memang sudah lebih dari 4 hari
f) Mual dan muntah :
Biasanya karena terlalu besar volume pemberian , cara me ngatasi : turunkan volume pemberian max 200 ml, cek terlebih dahulu apakah ada residu sebelum pemberian diit cair
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz L dan Sowden A Linda 1999, keperawatan pedaitri, Penerbit buku kedokteran ECC, Jakarta. Halaman 316-321
2. Bagbei Laily 1990, Infectectious Diseases, Nelson Essentials of Pediatric, halaman 284-308
3. Nutricia 1999, Petunjuk Praktis Pemberian sonde, Nutricia halaman, 12-18
4. Jelliffe D. B. 1989, Penyakit Anak dan Cara Mencegahnya, hal : 56-57, hal :141-150
5. Persatuan Ahli Gizi Indonesia 1990, Penuntun Diit Pada Anak, Gramedia, Jakarta, halaman
6. PT. Otsuka Indonesia 2000, Pedoman Cairan Infus Otsuka Indonesia, jakarta halaman 26-27, 41, 61,
7. Tim Departemen RI 1991, Prosedur pearawatn anak di Rumah Sakit, Direktorat Yaitu Med Departemen RI (1991), jakarta halaman 104-108
8. Website, http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/coach.asp
A. Pengertian Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput meninges yang menyelubungi otak yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
B. Etiologi Meningitis
Meningitis dibagi menjadi 2 jenis menurut penyebabnya :
1. Meningitis bakterial, yang disebabkan oleh organisme primer gram negatif. Pada neonatus umumnya disebabkan oleh basil gram negatif, batang gram negatif dan streptococcus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun disebabkan Haemophilus Influenzae tipe B. Pada anak-anak yang lebih besar disebabkan oleh Infeksi Neisseria Meningitis atau Infeksi Staphilococcus.
2. Meningitis Aseptik, umumnya hampir 85% disebabkan oleh entero virus diantaranya virus Influenza, Koriomeningitis Limfositik, virus EpsteinBarr namun dapat pula karena mikroplasma, klamidia dan berbagai jenis jamur, protozoa dan parasit lain.
C. Pathofisiologi Meningitis
Organisme meningitis bakterial memasuki meninges secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau cedera tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan cerebrospinalis. Pada umumnya Infeksi mencapai otak melalui peredaran darah ( hematogen ).
Pada meningitis aseptik, virus menyebar ke otak dan jaringan sekitar melalui cairan tulang belakang setelah terlebih dahulu meninges terinfeksi. Otitis media, sinuitis dan saluran pernafasan dapat menjadi tahap awal dari infeksi. Defisiensi imun meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit.
Keterlambatan penderita di bawa ke RS merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi dari meningitis yang biasanya mengarahkan anak pada kondisi kejang, kelumpuhan, dehidrasi dan koma akibat terjadinya thrombosis pada pembuluh darah di otak. Keadaan koma akan lebih memperparah kondisi fisik pasien terutama dalam masalah asupan gizi yang tidak dapat diberikan secara peroral, tubuh menjadi makin lemah, daya tahan menurun, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi tidak ada. Kebutuhan cairan tubuh tak terpenuhi untuk mendukung therapi hydrasi Introvena yang biasanya hanya memenuhi setengah dari kebutuhan cairan pada pasien per hari.
D. Gambaran klinis Meningitis
Keadaan yang sering dijumpai pada pasien meningitis antara lain :
1. Letargi 7. Sering menangis
2. Iritabilitas 8. Peningkatan tekanan Intrakranial
3. Pucat 9. Peningkatan Lingkar Kepala
4. Anoreksia 10. Fontanel menonjol
5. Kurang makan 11. Syok
6. Mual dan muntah 12. Kejang
E. Mengidentifikasi masalah gizi pada pasien meningitis
Pasien meningitis dengan kesadaran menurun cenderung mengalami gangguan asupan gizi, karena secara otomatis Intrake peroral yang dibutuhkan untuk mendukung therapi hydrasi yang terbatas untuk mencegah komplikasi oedeem cerebi, menjadi berkurang, selain untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pasien. Untuk ini biasanya dokter menganjurkan untuk pemasangan Nasogastric tube / maagslang dan pemberian diit cair guna mengatasi hal tersebut.
Dalam menentukan jumlah dan jenis diet cair yang akan diberikan pada pasien, seorang dokter anak harus memperhitungkan ; kebutuhan cairan / hr berdasarkan umur – BB pasien, status gizi saat pasien dirawat, kondisi dan fisik pasien. Disini seorang dokter anak akan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu menyusun komposisi gizi yang terkandung dari makanan cair sesuai standar gizi berdasarkan umur dan BB pasien.
Misal : Pada anak usia 1 tahun BB normal : 7,5 – 8,9 kg
kebutuhan cairan per hari : 120 – 135 ml / kg BB / hari atau sekitar ± 900 – 1000 ml / hari
Bila pada saat pemeriksaan fisik didapatkan BB pasien tidak sesuai dengan umur pasien, maka akan ditentukan diet cair jenis TKTP.
Seorang ahli gizi kemudian akan menentukan komposisi kalori dan protein dalam diet cair tersebut berdasarkan umur dan BB untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein pasien / hari.
Misal : untuk usia 1 tahun dengan BB normal 7,5 – 8,9 kg
Kebutuhan kalori / kg 1 hari = 105 kal atau 900 kalori / hari
dan protein 2,5 gr / kg / hari atau 22 gram / hari
Makanan akan dibuat dalam bentuk cairan kental yang dibuat dengan susu atau tanpa susu. Menurut kebutuhan pasien dapat diberikan cairan antara 1000 – 2000 ml dimana makanan cair standar mengandung 1000 kilokalori tiap 1000 ml, yang dapat diberikan dalam porsi kecil dan sering (6 – 8 kali sehari ).
Pada pasien meningitis, sebenarnya tidak memerlukan diet cair khusus bila tidak didapati kondisi malnutrisi atau status gizi buruk. Biasanya diet TKTP menjadi pilihan utama untuk kasus-kasus penyakit Infeksi akut seperti meningitis guna meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan Infeksi di samping obat-obatan supportif yang diberikan dokter. Bila dengan cara ini belum bisa membantu asupan gizi pasien meningitis, maka dokter akan memutuskan untuk memberikan Nutrisi Parentral seperti Amiparen dan Iriparen yang diindikasikan pada pasien dengan infeksi berat dengan gizi buruk untuk memenuhi suplai air, elektorlit dan kalori melalui vena.
Cara mengidentifikasi berhasil tidaknya pemberian manakan cair melalui sonde ( dapat dicerna baik atau tidak ) adalah dengan melihat residu yang keluar dari NGT pada saat kita menarik keluar dengan menggunakan spuit. Bila cairan yang keluar sama seperti jumlah cairan yang kita amasukkan setelah 2 jam pemberian sonde maka bisa dipastikan makanan cair tidak bisa dicerna dengan baik, namun bila residu tidak lebih dari 50% dari diit cair yang masuk berarti diit cair masih bisa ditolerir oleh sal. pencernaan. Pemberian Nutrisi parentral merupakan alternatif terakhir yang akan dianjurkan oleh dokter.
F. Metode pemasangan dan pemberian sonde
a) Pengertian :
Memasukkan slang penduga lambung ( NGT ) ke dalam lambung melalui hidung / mulut.
b) Tujuan :
( 1 ) Memenuhi kebutuhan nutrisi
( 2 ) Memenuhi kebutuhan obat
c) Indikasi :
1) Anak yang tidak dapat menelan, tidak sadar, muntah terus-menerus tidak mau makan dalam jangka waktu lebih dari 1 hari
2) Anak yang tidak boleh makan melalui mulut
d) Persiapan :
1) alat
(a) NGT dengan ukuran sesuai kebutuhan
(b) Corong / spuit 10 – 20 cc
(c) Lap makan
(d) Bengkok
(e) Plester dan gunting
(f) Makanan cair yang hangat sesuai kebutuhan
(g) Air putih matang
(h) Obat yang telah dicairkan
(i) STETOSKOP
2) Persiapan pasien
Melakukan pendekatan pada keluarga dengan memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
e) Pelaksanaan :
1. Anak diatur dalam posisi semifowler, pada keadaan gelisah, anak harus diikat, jika bayi di bedong.
2. Lap makan dipasang di atas dada, bengkok disamping pipi
3. Bersihkan Lubang hidung
4. Ukur panjang NGT dari epigastrium sampai pertengahan dahi, beri tanda
5. Ujung selang basahi dengan air / jelly, pangkal slang dilipat dengan tangan kiri
6. Masukkan ujung slang melalui hidung secara perlahan-lahan sambil perhatikan KU anak sampai batas yang diberi tanda
7. Memeriksa apakah slang betul-betul masuk lambung dengan cara :
a) Menghisap cairan lambung dengan spuit.
b) Memasukkan udara ke dalam lambung 2 – 3 cc dengan spuit sambil didengarkan dengan stetoskop, bila terdengar bunyi letupan, berarti posisi slang sudah tepat
8. Udara diisap kembali
9. Corong / spuit dipasang pangkal slang
10. Tuangkan sedikit air putih matang ( pada bayi 2 – 5 cc ) disusul dengan makanan cair melalui pinggir corong
11. Bila makanan cair sudah habis, tuangkan lagi air matang
12. Bila slang NGT dipasang menetap, pangkal slang ditutup / diikat kemudian difiksasi ke dahi
13. Alat-alat dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
14. Catat macam dan jumlah makanan cair yang diberikan dan reaksinya pada lembar catatan perawatan
15. Observasi keadaan umum selanjutnya
Perhatian :
a) Selang makanan polyetheline steril dapat dipasang sampai 3 – 4 hari
b) Pada bayi dapat digunakan NGT no. 8 dan anak no. 12 / 14
c) Memberikan obat sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah 1 – 2 jam pemberian makanan cair agar absorbsi obat sempurna
d) Obat lebih dianjurkan dalam bentuk suspensi untuk menghindari selang macet
e) Cabut segera selang sonde bila didapatkan kejang, tunda pemasangan, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian sedativa atau bila pasien tampak cianosis
f) Corong tidak boleh dalam keadaan kosong selama pemberian sonde untuk menghindari udara masuk lambung yang dapat berakibat kembung pada pasien
g) Periksa residu makanan pada selang NGT sebelum memberikan sonde / makanan cair untuk dapat mengetahui apakah lambung dapat bekerja maksimal mencerna makanan
G. Jenis Diet Makanan
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang tepat terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis. Nutrisi parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak mampu kebutuhan nutrisi enteral pasien
H. Mengatasi masalah / komplikasi pada pasien dengan pemasangan NGT
Ada banyak kendala yang mungkin timbul selama tindakan pemasangan NGT dan pemasangan secara permanen NGT pada bayi dan anak.
a) Pasien Cyanosis :
Cabut segera sonde / NGT, periksa jalan nafas pasien, bila terdapat sumbatan seperti misalnya akumulasi lendir, pasang mounth tube sesuai ukuran anak,lakukan isap lendir
b) Pasien batuk-batuk dan tercekik :
Cabut segera NGT, periksa kembali apakah teknik pemasangan NGT sudah tepat, apakah NGT masuk ke saluran pencernaan atau saluran pernafasan.
c) Pasien kejang (meningitis) :
Hentikan tindakan, atasi kejang pasien terlebih dahulu, pasang mount tube untuk menghindari lidah pasien jatuh kebelakang
d) Selang tersumbat :
Biasanya karena slang kurang dibilas secara teratur atau karena bubuk obat, bilas dengan air hangat ± 50 ml pindah posisi pasien, ganti obat bubuk dengan suspensi / syirop, atau ganti NGT bila semua cara tidak berhasil
e) Dhiare :
Biasanya karena selang tidak biasa dibilas setelah manakan masuk , pemberian bolus terlalu banyak, lebih dari 250 cc, pemberian dan dan penyiapan makanan kuranf hygienis cara mengatasinya. Lakukan bilas selang secara teratur sebelum dan sesudah diit cair masuk, ganti posisi lebih kecil (max 200 ml). Cek prosedur menyangkut masalah cuci tangan, peralatan yang bersih dan steril dan ganti formula / diit cair dengan yang baru dengan pembuatan yang lebih bersih. Ganti alat (NGT) bila memang sudah lebih dari 4 hari
f) Mual dan muntah :
Biasanya karena terlalu besar volume pemberian , cara me ngatasi : turunkan volume pemberian max 200 ml, cek terlebih dahulu apakah ada residu sebelum pemberian diit cair
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz L dan Sowden A Linda 1999, keperawatan pedaitri, Penerbit buku kedokteran ECC, Jakarta. Halaman 316-321
2. Bagbei Laily 1990, Infectectious Diseases, Nelson Essentials of Pediatric, halaman 284-308
3. Nutricia 1999, Petunjuk Praktis Pemberian sonde, Nutricia halaman, 12-18
4. Jelliffe D. B. 1989, Penyakit Anak dan Cara Mencegahnya, hal : 56-57, hal :141-150
5. Persatuan Ahli Gizi Indonesia 1990, Penuntun Diit Pada Anak, Gramedia, Jakarta, halaman
6. PT. Otsuka Indonesia 2000, Pedoman Cairan Infus Otsuka Indonesia, jakarta halaman 26-27, 41, 61,
7. Tim Departemen RI 1991, Prosedur pearawatn anak di Rumah Sakit, Direktorat Yaitu Med Departemen RI (1991), jakarta halaman 104-108
8. Website, http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/coach.asp
CA PARU
A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1
Tidak terbukti adanya tumor primer
Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma in situ
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Tidak diketahui adanya metastasis jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).
Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1
Tidak terbukti adanya tumor primer
Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma in situ
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Tidak diketahui adanya metastasis jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).
Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)