Mengapa saya ingin menulis tentang keperawatan!! karna saya adalah seorang perawat.. kemudian saya sangat prihatin terhadap kehidupan seorang perawat.. MARI KITA BERSATU MEWUJUDKAN PERAWAT YANG PROPESIONAL
Senin, 28 Desember 2009
Jilbab
Mana jilbabku…
Bismilla….
Pakalah jilbab “sebagai penutup aurat selain pakaian pokok” dengan pedoman ibadah, mencari ridho Allah swt. Taat kepada Allah dan rasulNya.
Pakailah sekarang juga, jangan menuggu besok-kalau sudah taat, kalau berkelakuan sudah baik dan sebagainya..
Pakalah jilbab untuk mendorongmu taat beragama. Jadi, jangan pake jilbab menunggu nanti kalau sudah taat beragama, tetapi pakailah jilabab sekarang juga untuk mendorongmu segera taat beragama. Karena orang berjilbab sesungguhnya akan malu diri dalam berperilaku tidak baik. Malu kan sebagian dari iman. Meski nyatanya banyak kita jumpai wanita berjilbab tidak pantas perilakunaya. Tapi demikian itu anggap saja wakil-wakil setan” dalam memperkuat tipu-tipu dayanya..!
Gitu yaaa..!! sekarang pake jilbab yaa..!! yuk.. bismillah...
Firman Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an
Hai Nabi katakan lah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “hendaklah mereka mengeluarkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. “yang demikian itu supaya mereka lebuh mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun dan maha penyayang. (QSAl-Ahzab{33}:59)
Yang sudah berjilbab saja, diperintahkan Allah Swt. Untuk mengeluarkan jilbabnya, sehingga bukan hanya seluruh tubuh tertutupi tetapi juga bentuk-bentuk juga tidak nampak.
Sungguh, penampakan aurat memicu gairah seks. Gairah seks yang tidak terkendali akan mendoroang kepada perbuatan zina.
So... apa yang menghalangimu untuk mengenakan jilabab wahai sahabat-sahabatku..
Puisi pengingat_ingat:
Puriku kenakan jilbabmu
Pakailah kerudungmu
Tak dengarkah kamu perin-Nya
Tak simakkah kamu sunah kekasihNya
Putriku, tutupi auratmu
Hanya ujung tangan serta wajah yang boleh tampak
Putriku, lindungi malumu
Sekarang!! Bukan lusa, bulan depan atau kelak
Lima tahun lalu kau berkata
Akan kupakai jilabab penutup aurat
Hari ini ku dengar janji yang sama
Nanti bila tingkah laku sudah taat
Lalu kapan kau merasa sudah siap
Kapan kau merasa sudah taat
Bukan itu barometernya sobat!!!
Itu ibadah dan pendorong perilaku mu’minat
Yakinkah esok engkau tak mati??
Yakinkah esok lebih baik dari kini??
Jangan kalau sudah merasa baru aurat ditutupi
Pakailah jilbab agar bersemi malu diri
Bila akhirnya kau tutupi
Setelah diri merasa suci
Lalu kau terjebak pada bangga diri
Kesombongan yang paling dibenci
Lihat aku berjilbab kini, karena sudah soleh dan suci.
(Anat, air mata tahajud, 2008)
Rabu, 25 November 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMFISEMA
DEFINISI
Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
KLASIFIKASI
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru.
a. Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
b. Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
ETIOLOGI
1.Merokok adalah penyebab utama
2.Faktor predisposisi. Genetik terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin alfa-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Secara genetik sensitif terhadap faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen).
PATOFISIOLOGI
ter lampir...
MANIFESTASI KLINIK
1.Dispnea
2.Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3.Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
4.Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
5.Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6.Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7.Distensi vena leher selama ekspirasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b.Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
c.TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
d.Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
e.Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
f.FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
g.GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
i.JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
j.Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
k.Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
l.EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
m.EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
a.Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas
b.Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
c.Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
d.Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
e.Dukungan psikologis
f.Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
g.Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel mrnjadi serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.
Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.
Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam perhari sampai 24 jam perhari
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Keletihan, kelelahan, malaise
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda:
- Keletihan, gelisah, insomnia
- Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala:
- pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda:
- Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
- Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
- Pucat dapat menunjukkan anemia
c. Makanan/Cairan
Gejala:
- Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda:
- Turgor kulit buruk, edema dependen
- Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
- Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)
d. Hygiene
Gejala:
- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda:
- Kebersihan, buruk, bau badan
e. Pernafasan
Gejala:
- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
- “Lapar udara” kronis
- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
- Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda:
- Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
- Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
- Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
- Perkusi: hiperesonan pada area paru
- Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
f. Keamanan
Gejala:
- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
- Adanya/berulangnya infeksi
- Kemerahan/berkeringat (asma)
g. Seksualitas
Gejala:
- Penurunan libido
h. Interaksi sosial
Gejala:
- Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama
Tanda:
- Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mempertahankan patensi jalan napas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan masukan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jalan nafas inefektif b/d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental d/d pernyataan kesulitan bernapas, perubahan kedalaman/kecepatan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tidak normal, mis., ronki, mengi, krekels; batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil:
- Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan sekret
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
• Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas tambahan, mis., mengi, krekels, ronki
• Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu napas
• Tempatkan/atur posisi pasien senyaman mungkin, mis., peninggian kepala tempat tidur 15-30°, duduk pada sandaran tempat tidur.
• Pertahankan udara lingkungan/minimalkan polusi lingkungan, mis., debu, asap, dll.
• Bantu latihan napas abdomen atau bibir
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Berikan/anjurkan minum air hangat.
Kolaborasi:
• Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis., bronkodilator
• Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanyan bunyi napas advertisius.
• Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapt ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.
• Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di Rumah Sakit.
• Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
• Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan dapat mentriger episode akut.
• Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
• Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
• Merilekskan otot halus dan menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas) oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara, kerusakan alveoli d/d dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret nilai GDA tidak normal (hipoksia dan hiperkapnea), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot bantu pernapasan, napas bibir.
• Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan
• Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
• Anjurkan mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
• Auskultasi bunyi nafas, cata area penurunan udara/bunyi tambahan
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan hati-hati sesuai indikasi • Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan/kronisnya proses penyakit
• Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps paru
• Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
• Sputum kental, tebal serta banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif
• Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi, adanya mengidentifikasi spasme bronkus
• Takikardi, disritmia dan penurunan td dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
• Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia
• Untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi/kebutuhan oksigen
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah d/d penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, keengganan untuk makan.
Kriteri hasil:
- Menunjukkan BB meningkatkat
- Mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk menngkatkan dan mempertahankan BB yang tepat.
INTERVENSI RASIONAL
• Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB, ketidakmampuan menelan.
• Pastikan pola diet biasa pada pasien yang disukai/tidak disukai
• Awasi pemasukan/pengeluaran dan BB secara periodik.
• Selidiki anoreksia, mual dan muntah. Catat kemungkinan dengan obat, awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
• Berikan periode istirahat sering.
• Berikan perawatan mulut
• Hindari makanan penghasi gas dan minuman karbonat. Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
• Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan TKTP
• Motivasi orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi
Kolaborasi
• Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
• Kaji/observasi nilai pemeriksaan Laboratorium, mis., profil asam amino, besi, glukosa, pemeriksaan fungsi hati dan elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi • Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
• Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
• Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
• Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrien.
• Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
• Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum/obat yang merangsang pasien muntah.
• Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma. Suhu yang ekstrim dapat meningkatkan spasme batuk
• Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan, menurunkan iritasi gaster.
• Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal.
• Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
• Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan dan peningkatan pemajanan terhadap lingkungan, proses penyakit kronis dan malnutrisi.
Kriteria Hasil:
- Pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
- Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
• Kaji dan awasi suhu tubuh
• Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat
• Observasi warna, karakter dan bau sputum
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi:
• Dapatkan spesimen sputum dengan batuk dan pengisapan untuk pewarnaan gram, /kultur/sensitifitas
• Berikan anti mikrobial sesuai indikasi
• Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
• Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan terjadinya resiko infeksi paru
• Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru
• Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
• Dikakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobial
• Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan tindakan perawatan b/d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi d/d pertanyaan tentang informasi, tidak akurat mengikuti instruksi
Kriteria Hasil:
- Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
• Jelaskan tentang proses penyakit individu
• Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum
• Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif
• Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan meghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat
• Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan
• Tunjukkan/ajarkan teknik penggunaan inhaler • Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
• Napas bibir dan napas perut (abdominal) menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat
• Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran pernapasan atas
• Penghentian rokok dapat menghambat kemajuan PPOM.
• Pentung bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan
• Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
MAAF SEBELUMNYA KARENA PENYUSUNANNYA MASIH RANCU.. BELOM DI SEMPURNAKAN..
MAKASIH.
Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
KLASIFIKASI
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru.
a. Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
b. Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
ETIOLOGI
1.Merokok adalah penyebab utama
2.Faktor predisposisi. Genetik terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin alfa-1, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Secara genetik sensitif terhadap faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen).
PATOFISIOLOGI
ter lampir...
MANIFESTASI KLINIK
1.Dispnea
2.Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3.Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
4.Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
5.Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6.Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7.Distensi vena leher selama ekspirasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b.Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
c.TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema
d.Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
e.Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
f.FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma
g.GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
i.JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma)
j.Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer
k.Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
l.EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)
m.EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
a.Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas
b.Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
c.Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
d.Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
e.Dukungan psikologis
f.Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
g.Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel mrnjadi serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.
Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.
Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam perhari sampai 24 jam perhari
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Keletihan, kelelahan, malaise
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda:
- Keletihan, gelisah, insomnia
- Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala:
- pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda:
- Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
- Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
- Pucat dapat menunjukkan anemia
c. Makanan/Cairan
Gejala:
- Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda:
- Turgor kulit buruk, edema dependen
- Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
- Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)
d. Hygiene
Gejala:
- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda:
- Kebersihan, buruk, bau badan
e. Pernafasan
Gejala:
- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
- “Lapar udara” kronis
- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
- Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda:
- Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
- Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
- Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
- Perkusi: hiperesonan pada area paru
- Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
f. Keamanan
Gejala:
- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
- Adanya/berulangnya infeksi
- Kemerahan/berkeringat (asma)
g. Seksualitas
Gejala:
- Penurunan libido
h. Interaksi sosial
Gejala:
- Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama
Tanda:
- Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mempertahankan patensi jalan napas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan masukan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jalan nafas inefektif b/d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental d/d pernyataan kesulitan bernapas, perubahan kedalaman/kecepatan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tidak normal, mis., ronki, mengi, krekels; batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil:
- Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan sekret
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
• Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas tambahan, mis., mengi, krekels, ronki
• Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu napas
• Tempatkan/atur posisi pasien senyaman mungkin, mis., peninggian kepala tempat tidur 15-30°, duduk pada sandaran tempat tidur.
• Pertahankan udara lingkungan/minimalkan polusi lingkungan, mis., debu, asap, dll.
• Bantu latihan napas abdomen atau bibir
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Berikan/anjurkan minum air hangat.
Kolaborasi:
• Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis., bronkodilator
• Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanyan bunyi napas advertisius.
• Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapt ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.
• Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di Rumah Sakit.
• Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
• Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan dapat mentriger episode akut.
• Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
• Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
• Merilekskan otot halus dan menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas) oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara, kerusakan alveoli d/d dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret nilai GDA tidak normal (hipoksia dan hiperkapnea), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot bantu pernapasan, napas bibir.
• Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan
• Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
• Anjurkan mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
• Auskultasi bunyi nafas, cata area penurunan udara/bunyi tambahan
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan hati-hati sesuai indikasi • Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan/kronisnya proses penyakit
• Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps paru
• Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
• Sputum kental, tebal serta banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif
• Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi, adanya mengidentifikasi spasme bronkus
• Takikardi, disritmia dan penurunan td dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
• Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia
• Untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi/kebutuhan oksigen
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah d/d penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, keengganan untuk makan.
Kriteri hasil:
- Menunjukkan BB meningkatkat
- Mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk menngkatkan dan mempertahankan BB yang tepat.
INTERVENSI RASIONAL
• Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB, ketidakmampuan menelan.
• Pastikan pola diet biasa pada pasien yang disukai/tidak disukai
• Awasi pemasukan/pengeluaran dan BB secara periodik.
• Selidiki anoreksia, mual dan muntah. Catat kemungkinan dengan obat, awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
• Berikan periode istirahat sering.
• Berikan perawatan mulut
• Hindari makanan penghasi gas dan minuman karbonat. Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
• Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan TKTP
• Motivasi orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi
Kolaborasi
• Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
• Kaji/observasi nilai pemeriksaan Laboratorium, mis., profil asam amino, besi, glukosa, pemeriksaan fungsi hati dan elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi • Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
• Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
• Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
• Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrien.
• Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
• Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum/obat yang merangsang pasien muntah.
• Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma. Suhu yang ekstrim dapat meningkatkan spasme batuk
• Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan, menurunkan iritasi gaster.
• Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal.
• Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
• Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan dan peningkatan pemajanan terhadap lingkungan, proses penyakit kronis dan malnutrisi.
Kriteria Hasil:
- Pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
- Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
• Kaji dan awasi suhu tubuh
• Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat
• Observasi warna, karakter dan bau sputum
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi:
• Dapatkan spesimen sputum dengan batuk dan pengisapan untuk pewarnaan gram, /kultur/sensitifitas
• Berikan anti mikrobial sesuai indikasi
• Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
• Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan terjadinya resiko infeksi paru
• Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru
• Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
• Dikakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobial
• Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan tindakan perawatan b/d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi d/d pertanyaan tentang informasi, tidak akurat mengikuti instruksi
Kriteria Hasil:
- Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
• Jelaskan tentang proses penyakit individu
• Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum
• Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif
• Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan meghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat
• Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan
• Tunjukkan/ajarkan teknik penggunaan inhaler • Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
• Napas bibir dan napas perut (abdominal) menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat
• Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran pernapasan atas
• Penghentian rokok dapat menghambat kemajuan PPOM.
• Pentung bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan
• Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
MAAF SEBELUMNYA KARENA PENYUSUNANNYA MASIH RANCU.. BELOM DI SEMPURNAKAN..
MAKASIH.
Sabtu, 07 November 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn H DENGAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI PADA KLIEN SKIZOPRENIA PARANOID EPS BERULANG DI RUANGAN BUKIT BARISAN RSJ PEMPROVSU
PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
DELI HUSADA-DELITUA
2 0 0 9
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
I. Pengetian
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).
Menurut Erikson (1963 dikutip dari Potter dan Perry,2005),anak-anak kecil mulai mengembangkan rasa berguna dengan cara belajar untuk bertindak berdasarkan inisiatif mereka sendiri.Contoh seorang anak yang sangat pandai dalam mata pelajaran matematika akan merasa nyaman untuk mengerjakan soal-soal matematika dabandingkan dengan temannya yang lain.Hal ini dapat meningkatkan harga diri anak tersebut.Sebaliknya,bila seorang anak yang baru pindah kesekolah baru dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman sekelasnya,maka harga dirinya dapat menurun sampai anak tersebut mencapai kembali kepercayaan dirinya didalam lingkungan yang baru.
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi.
Empat cara meningkatkan harga diri :
1. Memberi kesempatan berhasil
2. Menanamkan gagasan
3. Mendorong aspirasi
4. Membantu membentuk koping
Menurut Body (2005), individu yang memiliki harga diri yang positif akan lebih percaya diri unuk mencoba perilaku sehat yang baru dan sangat kecil kemungkinan untuk mengalami depresi. Sedangkan terhadap diri sendiri,hilang kepercayaan diri,dan merasa gagal mencapai keinginan. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Potter dan Perry (2005) bahwa seorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang dirahikan sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil,seorang individu dengan harga diri yang rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnnya adalah atas bantun orang lain dan bukan karena kemampuannya sendiri.individu yang harga dirinya rendah akan merasa tidak derdaya,frustasi,depresi,dan menjadi korban. Individu yang harga dirinya rendah sangat rentan terhadap tekanan akibat stres. Sementara itu, individu yang memiliki harga diri yang positif akan memperlihatkan keyakinan diri dan menunjukkan antusiasme pada suatu kegiatan dan dapat mengatasi rasa frutasi dengan baik.
Stuart dan Laraia (2001) menyatakan bahwa harga diri sangat terancam selama masa remaja. Pada masa ini harga diri remaja akan mengalami banyak perubahan,karena pada masa ini banyak keputusan yang baru dibuat remaja menyangkut dirinya sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan sendiri,dan memutuskan apakah remaja mampu meraih sukses dibidang kegiatan yang dipilihnya, dan apakah remaja dapat berpartisipasi atau diterima diberbagai macam aktivitas sosial. Harga diri akan stabil pada masa dewasa dan dapat memberikan kejelasan pada gambaran diri individu dewasa. Karena pada periode ini,individu dewasa lebih mudah untuk menerima dirinya dan lebih idealis dibandingkan usia remaja. Individu dewasa mampu belajar untuk mengatasi segala kelemahannya dan mampu mengoptimalkan kekuatan yang ada pada dirinya. Pada lansia, gangguan harga diri akan muncul kembali karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia antara lain memasuki masa pensiun,kehilangan pasangan dan kelemahan fisik.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,misalnya harus operasi,kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba}.
Gangguan pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:
a) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yangsembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal}.
b) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
c) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada gangguan fisik.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadia sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
B. LANDASAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : “ini tidak akan terjadi jika saya segera kerumah sakit,”menyalahkan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat. Contoh : “saya tidak bisa”. “saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa”. Serta ”saya tidak pernah melakukan sesuatu dengan benar.’
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klein tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan , misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga , tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
Berikut ini adalah gejala harga diri rendah :
a) Mengkritik diri sendiri
b) Perasaan tidak mampu
c) Pandangan hidup yang pesimis
d) Penurunan produktivitas
e) Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, perawat dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawtan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara, atau pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut :
1. Isolasi sosial menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Depisit perawatan diri
4. Intoleransi aktivitas
5. Regimen Therapeutik efektif
6. Gangguan komunikasi verbal
3. TINDAKAN KEPERAWATAN
I. Tindakan keperawatan pada klien:
a. Tujuan
1. klien dapat mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3. klien dapat berlatih kegiatan yang telah dipilih, sesuai kemampuan
4. klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5. klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
2. Tindakan keperawatan:
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
- diskusikan bahwa klien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif,
- beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu kliendengan penilaian negatif
2. Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
- mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini setelah mengalami bencana
- bantu klien menyebutkannya dan memberi kekuatan terhadap kemampuan dirinya
- perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengan yang aktif
3. Membantu klien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampaun.
- mendiskusikan dengan klien beberapa aktifitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan klien lakukan sehari-hari.
- bantu klien menetapkan aktivitas mana yang dapat klien lakukan secara mandiri, mana aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari perawat dan aktivitas mana yang menggunakan bantuan penuh.
4. Melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan
- mendiskusikan dengan klien untuk menerapkan urutan kegitan (yang sudah dipilih klien) yang akan dilatihkan.
- bersama klien dan keluarga memperagakkan beberapa kegiatan yang akan dilakukan klien.
- berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan klien.
5. Membantu klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuannya dan menyusun rencana kegiatan.
- memberikan kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah di latihkan.
- beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari.
- tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap aktifitasnya
- susun daftar kegiatan yang sudah dilatih bersama klien dan keluarga
- beri kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan
- yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan klien
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
b. Tujuan:
1. keluarga dapat menmbantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. keluarga mempasilitasi aktivitas klien yang sesuai kemampuan
3. keluarga memotivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan yang dilakukan, dan memberikan pujian atas keberhasilan klien
4. keluargamampu menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
b. Tindakan keperawatan:
1. jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada klien.
2. diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki klien dan memuji klien atas kemampuannya .3. anjurkan keluarga untuk memotivasi klien dalam melakukan kegiatan yang sudah dilatih klien dan perawat
4. ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan perilaku klien.
4. EVALUASI
1. Kemampuan yang diharapkan dari klien:
a. Klien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat di kerjakan
c. Klien dapat melatih kemampuan yang dapat di kerjakan
d. Klien dapat membuat jadwal harian
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kegiatan harian
2. Kemampuan yang di harapkan oleh keluarga
a. mengidentifikasi kemampuan klien
b. menyediakan fasilitas untuk klien untuk klien dapat melakukan kegiatan
c. mendorong klien melakukan kegiatan
d. memuji klien saat klien dapat melakukan kegiatan
e. membantu melatih klien
f. membantu penyusunan jadwal kegiatan klien
g. memantau perkembangan klien
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Ruang Rawat : Bukit barisan Tanggal dirawat : 07-10-09
I. DENTITAS
a. Inisial : Tn. H (L/P) Tgl Pengkajian : 15 oktober 2009
b. Umur : 35 tahun RM : 00 01 80
c. Informasi : Klien dan status
II. ALASAN MASUK
Klien sering bingung, suka melamun, suka menyendiri, tidak mau mandi, ketawa sendiri, mondar-mandir di tempat dan klien pernah melakukan pemukulan terhadap diri sendiri.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? ( √ ) Ya ( ) Tidak
2. Pengobatan sebelumnya. ( ) Berhasil ( √ ) Kurang berhasil ( ) Tidak berhasil
3. Perilaku Pelaku/usia Korban/usia Saksi/usia
a. Aniaya fisik (........./.......) (........./.......) (........./.......)
b. Aniaya seksual (........./.......) (........./.......) (........./.......)
c. Penolakan (........./.......) (........./.......) (........./.......)
d. Kekerasan dalam keluarga (........./.......) (........./.......) (........./.......)
e. Tindakan Kriminal (........./.......) (........./.......) (........./.......)
Jelaskan No. 1,2,3: Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan di rawat di RSJ, Karena tidak minum obat, klien kambuh lagi dari ruangan bukit barisan ke RSJ Medan
Masalah Keperawatan: Regimen terapiutik inefektif
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
( ) Ya ( √ ) Tidak
Hubungan Keluarga Gejala Riwayat Pengobatan/perawatan
............................... ............................... ...............................
............................... .............................. ...............................
............................... ............................... ...............................
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan yang di temukan
5. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan:
Klien menyatakan kecewa terhadap keluarganya, karena tidak peduli dengannya.
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
IV. FISIK
1. Tanda Vital : TD:120/80 mmhg N80x/i S 36oC P 20x/ menit
2. Ukur: TB195 cm BB 55 kg
3. Keluhan Fisik: ( ) Ya ( √ ) Tidak
Masalah Keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ket:
Orgtua lakilaki
Orgtua perempuan
Klien
Jelaskan : Klien anak ke 7 dari 7 bersaudara, ke-1 perempuan dan sehat, ke-2 laki-laki sehat, ke-3 laki-laki sehat, ke-4 perempuan dan sehat, ke-5 laki-laki sehat, ke-6 laki-laki sehat, ke-7 laki-laki yang menderita gangguan jiwa. Keluarga memasukkan ke RSJ medan karena dijauhi keluarga dan disingkirkan oleh orang lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri: Klien merasa senang dengan tubuhnya, terutama bagian wajahnya dan badannya,.
b. Identitas: Klien merasa tidak puas dengan dirinya
c. Peran: Klien menyatakan kecewa dengan dirinya karena tidak dapat melaksanakan peran sebagai anak.
d. Ideal Diri: Klien menyatakan ingin menjadi orang yang sukses dan ingin cepat sembuh.
c. Harga diri: Klien jarang bersosialisasi dengan tetangganya karena klien merasa terasing karena mengalami gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri, harga diri rendah.
3. Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti: Orang tuanya atau ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/sosial: peran serta dalam kegiatan pokok/sosial: klien jarang ikut dalam kegiatan kelompok/ masyarakat.
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain: Kurang percaya diri terhadap diri sendiri, karena klien lebih suka diam.dan mengatakan malu bergaul dengan orang lain
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial menarik diri.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
( √ ) Tidak rapi ( ) Penggunaan pakaian tidak sesuai ( ) Berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : Klien tidak rapi, baju klien terlihat terbalik, kusam, kotor, rambut kusut dan kuku terlihat kotor
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri.
2. Pembicaraan
( ) Cepat keras ( ) Gugup ( ) Inkoheren
( ) Apatis ( √ ) Lambat ( ( Membisu
( ) Tidak mampu mulai pembicaraan
Jelaskan : Klien selama berkomunikasi secara kontak mata, klien menjawab dengan lambat.
Masalah keperawatan : Gangguan Komunikasi Verbal.
3. Aktivitas Motorik
( ) Lesu ( ) Tegang ( ) Inkoheren ( ) Agitasi
( ) Tik ( ) Grimasem ( √ ) Tremor ( ) Kompulsip
Jelaskan : Tangan Klien gemetar saat diajak bersalaman, dan pada saat beraktifisa klien tampak tremor.
Masalah Keperawatan : Gangguan aktivitas motorik/intoleransi aktivitas.
4. Alam perasaan :
( √ ) sedih ( ) ketakutan ( ) putus asa ( ) gembira
Jelaskan : Klien merasa keluarga tidak peduli dengannya dan klien terlihat sedih karena berada di RSJ medan.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah.
5. Afek
( √ ) datar ( ) tumpul ( ) labil ( ) tidak sesuai
Jelaskan : ekspresi wajah klien datar, klien kadang-kadang termenung.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial menarik diri.
6. Interaksi selama wawancara
( ) bermusuhan ( √ ) tidak kooperatif ( ) mudah tersinggung
( ) curiga` ( ) defenitif ( ) kontak mata kurang
Jelaskan : Klien tampak tidak kooperatif saat di ajak berbicara kontak mata (-) suka menunduk
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial menarik diri.
7. Persepsi halusinasi
( ) pendengaran ( ) penglihatan ( ) perabaan
( ) pengecapan ( ) penciuman
Jelaskan : Klien tidak mengalami halusinasi terbukti dengan klien tidak melihat/mendengar suara-suara yang aneh.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
8. Proses pikir
( ) sirkumtansia ( ) tangensial ( ) kehilangan asosiasi
( ) flig if ideas ( ) bloking ( ) pengulangan pembicaraan
Jelaskan : Selama wawan cara klien dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan topik pembicaraan.
Masalah keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan.
9. Isi pikir
( ) obsesi ( ) fobia ( ) hipokondria
( ) derpersonalisasi ( ) ide yang terkait pikiran magis
Waham :
( ) agama ( ) somatik ( ) kebesaran ( ) curiga
( ) nihilistik ( ) sisip pikir ( ) siar pikir ( ) kontrol pikir
Jelaskan :
klien tidak ada masalah dalam dalam gangguan waham
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan.
10. Tingkat kesadaran
( ) bingung ( ) sedasi ( ) stupor disorientasi
( ) waktu ( √ ) tempat ( ) orang
Jelaskan
Klien tau bahwa ia berada di RSJ Medan
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan.
11. Memori
( ) gangguan daya ingat jangka panjang
( ) gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan : Klien masih ingat kejadian yang ia alami masa lalu dan sekarang.
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
( ) mudah beralih ( ) tidak mampu berkonsentrasi
( ) tidak mampu berhitung sederhan
Jelaskan: Klien mampu berhitung 20-100
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan.
13. Kemampuan penilaian
( ) gangguan ringan ( ) gangguan bermakna
Jelaskan : Klien dapata membedakan antara kotor dan bersih..
Masalah keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan..
14. Daya tilik diri
( ) mengingkari penyakit yang diderita ( ) menylahkan hal diluardirinya
Jelaskan : Klien tidak menunjukkan adanya gangguan daya tilik diri.
Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan.
VII. KEBUTUHAN PERSONAL
1. Makan
( √ ) bantuan minimal ( ) bantuan total
2. Bak / Bab
( √ ) bantuan minimal ( ) bantuan total
3. Mandi
( √ ) bantuan minimal ( ) bantuan total
4. Berpakaian / berhias
( √ ) bantuan minimal ( ) bantuan total
5. Intirahat tidur
( ) tidur siang lama : 14-00 s/d 15-00 WIB
( ) tidur malam : 20-00 s/d 05-00 WIB
6. Penggunaan obat
( √ ) bantuan minimal ( ) bantuan total
7. Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak
Keperawatan lanjutan ( √ ) ( )
Sistem pendukung ( √ ) ( )
8. Kegitan didalam rumah
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan ( ) ( √ )
Menjaga kerapian rumah ( ) ( √ )
Mencuci pakaian ( ) ( √ )
Pengaturan uang ( ) ( √ )
9. Kegiatan diluar rumah
Ya Tidak
Belanja ( ) ( √ )
Trnfortasi ( ) ( √ )
Lain-lain ( ) ( √ )
Jelaskan : Klien malas keluar rumah dan bergaul dengan orang lain.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial menarik diri
VIII. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
( √ ) berbicara dengan orang lain ( √ ) minum alkohol
( ) mampu menyelesaikan masalah ( √ ) reasksi lambat
( ) tehnik relaksasi ( ) berkerja berlebihan
( ) aktivitas konstruktif ( ) menghindar
( √ ) olah raga ( ) menciderai diri
( ) lainnya
Masalah keperawatan : Koping Individu inefektik.
XI. MASALAH PSIKOLOGI SOSIAL
a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik
Klien merasa teman nya menghindar/menjauhi dirinya setelah sakit.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik:
Klien tidak terima berada di RSJ Medan
c. Masalah dengan pendidikan, spesifik Klien tamatan SMU
d. Masalah dengan pekerjaan, spesifik
Klien pernah bekerja di suatu pabrik dan sekarang sudah berhenti
e. Masalah dengan perumahan, spesifik
Klien tinggal bersama orang tua, rumah milik peribadi
f. Masalah dengan ekonomi, spesifik
Klien memiliki masalah ekonomi yang cukup dan biaya pengobatan di tanggung oleh orang tua.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik
Klien tidak mempunyai masalah dengan pelayanan kesehatan..
h. Masalah lainnya, spesifik
Masalah keperawatan : Gangguan hubungan sosial menarik diri.
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
( √ ) penyakit jiwa ( √ ) sistem pendukung
( ) faktor presipitasi ( ) penyakit fisik
( √ ) Koping ( √ ) obat-obatan
( ) Lainnya
Masalah keperawatan: Koping individu inefektif .
XI. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : Skizoprenia Paranoid episode berulang
Terapi Medik: Cparpromazin 100 mg 3x1
Trihexyphenidry 2 mg 2x1
Halopheridole 5 mg 2x1
1. CPZ (Cparpromazin)
Indikasi: untuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi mental, waham halusinasi, gangguan perasaan, perilaku yang aneh dan tidak terkendali, berdaya berat dalam kehidupan sehari-hari tidak mau bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Komposisi: Tiap tablet mengandung Clorpromazine HCL 25 mg, Clorpromazine 5 mg
2. THP (Trihexyphenidry)
Indikasi: sekala jenis penyakit parkinson, termasuk ensepalitis dan indiopatik, sindrom prankinson akibat obat misalnya reserpina dan fenitiazine.
Komposisi: tiap tablet mengandung Trihexyphenidril hidroklorida 2 mg
3. HLP (Halopheridole)
Indikasi: berdaya berat dalam menilai kemampuan realita dan fungsi nertal serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Komposisi: Tiap tablet mengandung 0,5 mg Haloperidol,
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial menarik diri
Harga diri rendah
Defisit perawatan diri
Intoleransi aktivitas
Gangguan komunikasi perbal
ANALISA DATA
DATA MSALAH
SUBJEKTIF:
Klien mengatakan tidak suka berada di rumah sakit jiwa.
Klien mengatakan takut dengan teman-temannya.
OBJEKTIF:
Klien suka melamun,
Klien tampak sedih,
Klien suka menyendiri.
SUBJEKTIF:
Klien mengatakan malu saat wawancara dengan perawat
Klien mengatakan malu untuk bergabung dengan teman-temannya
OBJEKTIF:
Klien menunduk saat menjawab pertanyaan perawat
Kontak mata kurang menjawab pertanyaan perawat
SUBJEKTIF:
Klien mengatakan malas mandi
Klien mengatakan tidak ada sabun mandi
OBJEKTIF:
Klien tampak kotor
Rambut tidak pernah di sisir
Pakaian tampak kotor Isolasi sosial menarik diri
Harga diri rendah
Defisit perawatan diri
POHON MASALAH
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Rencana tindakan keperawatan
1. Isolasi sosial menarik diri
Strategi pertemuan I
1. mengidentifikasi penyebab isolasi sosial (teman yang disukai, yang tidak disukai, alasan)
2. menyebutkan keuntungan dan kerugian dari interaksi dari orang lain
3. latih perkenalan dengan orang lain
4. masukan jadwal kegitan klien
Strategi pertemuan II
1. mengevaluasi latiahan I
2. melatih hubungan secara bertahap ( 1dan 2 orang).
3. masukkan jadwal kegiatan klien
Strategi pertemuan III
1. mengevalusi latihan 1-2
2. mngedentifikasi kemampuan klien melatih klien melakukan aktifitas yang berhubungan dengan orang lain
4. masukkan jadwal kegiatan klien
Strategi pertemuan IV
1. evaluasi latihan 1,2,3
2. jelaskan kegunaan obat
3. melatih klien minum obat dengan prinsip 5 benar
4. masukkan jadwal kegiatan klien
No Diagnosa keperawatan Rencana tindakan keperawatan
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Strategi pertemuan I
1. mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan
3. membantu klien dalam memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien
4. melatih klien sesuai kemampuan yan g dipilih
5. memberikan pujian terhadap keberhasilan klien
6. menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
Strategi pertemuan II
1. Mengawasi jadwal kegiatan harian klien
2. melatih kemampuan klien
3. mennganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan klien
3 Defisit perawatan diri Strategi pertemuan I
1. menjelaskan pentingnya kebersihan diri
2. menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3. membantu klien mempratekkan cara menjaga kebersihan diri
4. mengenjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
strategi pertemuan II
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. menjelskan cara makan yang baik
3. membantu klien mempraktekan cara makan yang baik
4. menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
strategi pertemuan III
1. megevaluasi jadwal kegiatan kien
2. menjelaskan eleminasi yang baik
3. membantu klien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam jadwal
4. menganurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
strategi pertemuan IV
1. mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. menjelaskan cara berdandan
3. membantu klien mempraktekan cara berdandan
4. menganjurkan klien memasukkan jadwal kegiatan harian
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama/Inisial klien : tuan H
Ruangan : Bukit barisan
Strategi Pertemuan dengan Klien Gangguan Isolasi Sosial menarik diri
1. Kondisi Klien
Tuan H (35Tahun) selama dirawat diruangan bukit barisan tampak berdiam diri, klien suka melamun dan duduk dibawah tempat tidur klien menghindar bila ada yang mendekatinya saat dikaji oleh perawat tn h menyatakan putus asa sama keluarganya
2. Diagnosa keperawatan
ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI
3. Tujuan:
1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
2. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain
3. klien mampu mengidentifikasi kemampuan yang dapat dilakukannya
4. klien dapat mengisi jadwa yang diberkan suster
4. Tindakan keperawatan
• mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
• menyebutkan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
• melatih perkenalan dengan orang lain
• melatih berhubungan secara bertahap
• mengidentifikasi kemampuan klien
• melatih klien melakukan aktivitas yang berhubungan dengan orang lain
• menjelaskan penggunaan obat
• masukkan jadwal kegiatan klien
5. Fase pelaksanaan tindakan
a. orientasi
1. salam terapiutik
selamat pagi pak, boleh suster duduk disini?
Perkenalkan nama suster safitri dari PSIK Delihusada Delitua, nama bapat siapa ya? Enaknya di panggil apa? Oh bapak halomoan ya..
2. Evaluasi/validasi
Bagaimana keadaan bapak hari ini? Apa yang meyebabkan bapak datang kemari?
3. Kontrak
1. Topik:
Pak, bisakan kita bercakap-cakap sebentar untuk membahas masalah bapak?
2. waktu:
Bapak bisanya berapa lama?
3. Tempat:
Bapak maunya kita bercakap-cakap di mana
b. Fase Kerja
• mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
baiklah pak, sekarang ceritankan dengan suster, apa yang menyebabkan bapak sampai kemari? Ohh begitu ya pak!!
Bapak punya gak teman yang paling disukai, kenapa pak!!
Lalu apa bapak juga punya teman yang tidak disukai dan apa alasannya pak??
• menjelaskan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
bapak tau gak, keuntungan bila kita berinteraksi dengan orang lain??
Wahh bagus itu pak!!, selain yang bapak bilang tadi masih banyak lagi pak keuntungannya. Misalnya bapak bisa tukar pikiran, nambah temen dan yang pasti bapak tidak sendirian laigi pak!!
Kalau kerugian berinteraksi dengan orang lain?? Ya bagus pak!!
Kerugiannya Cuma sedikit pak, misalnya dia tidak ada waktu, bapak suster ajarkan cara berkenalan dengan orang lain??
• Melatih berkenalan dengan orang lain
Begini pak , kalau bapak mau berkenalan dengan orang lain, pertama-tama bapak dekati dia, lihat wajahnya, lalu bapak sebutkan nama bapak sambil menjabat tangannya dan bapak tanya nama dia lagi ini ya pak saya contohkan perkenalkan nama saya safitri nama kamu siapa??
Bapak mengertikan? Cuma bapak ulangi seperti yang suster praktekkan tadi,, wahh bagus ya pak!!
• melatih berhubugan secara bertahap
tadikan bapak sudah berkenalan dengan temen bapak. Dan pastinya sudah tau namanya kan??, nah sekarang bapak mesti berkenalan dengan satu atau 2 orang pak. begini ya pak suster ajarkan perkenalkan nama saya safitri nama bapak siapa?? Lalu bapak tanya lagi teman sebelahnya kemudian bapak langsung berbincang-bincang dengan mereka pak!! bapak mengertikan??
• mengidentifikasikan kemampuan klien
nah sekarang suster mau tanya, bapak biasa hobinya apa selama di rumah.
Ohh, bapak bisa mencuci piring ya pak.
• melatih klien melakukan aktifis yang berhubungan dengan orang lain
tadikan bapak katakan kalau bapak itu mampu mencuci piring nah bapak dapat melakukan kegiatan itu pak
nantikan jam makan siang, nantikan bapak yang mencuci pirng??
Sambil bapak mencuci piring, bapak bisa becakap-cakap bersama temen bapak, bapak mengertikan ??
• menjelaskan kegunaan obat
sekarng suster akan menjelaskan kegunaan obat bapak tau apa giunanya obat.
Wah bagus pak .
Selain yang bapak bilang tadi masih banyak lagi pak yaitu penyembuhan, pengobatan, kecantikan dan masih banyak lagi pak,
Dalam minum oabat ada 5 prinsip yang harus diperhatikan yaitu: 1 benr klien. bapak harus tau dulu bahwa obat tersebut untuk bapak dengan melihat tulisan seperti di mangkuk ini, mengertikan pak!!
Yang ke dua benar obat, tadikan udah tertulis nama bapak, dan bapak ambil obat yang sesuai dengan yang dikatakan suster, misalnya CPZ maka bapak hanya mengambil cpz bukan yang lainnya pak. yang ke tiga benar cara, bapak harus tau cpz itu di minum bukan di kunyah pak.. yang ke empat benar dosis, misalnya tertulis 2x1 maka bapak minumnya yaitu 2 tablet dalam 1 hari, kalau diminum pagi yang pertama kemudian sore nanti yang ke duanya, begitu pak.. kemudian yang ke lima benar waktu, kalau misalnya bapak minum obatnya jam 08-00 pagi maka bapak nanti 08-00 malam harus mimunnya lagi..
”apakah bapak mengerti dengan yang suster jelaskan??”
Bagus kalau begitu
• masukkan jadwak kegiatan
ini pak suster berikan jadwal, diisi ya pak.
c. Terminasi
1. Evaluasi respon klien
a. Evaluasi klien
”bagaimana, perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang”
b. Evaluasi perawar/objektif
”coba bapak ulangi apa yang sudah kita bicarakan”
”wah bagus kalua begitu”
2. Tindak Lanjut
”pak apa yang kita bicarakan tadi dikerjakan ya pak!! Dan jadwalnya jangan lupa diisi ya pak!!
3. Kontrak
”baiklah pak, karena waktunya udah habis maka kita sudahi dulu ya pak !! besok suster akan datang lagi untuk membantu bapak dalam mangatasi harga diri rendah yang bapak alami, apakah bapak bersedia??
Jam berapa ya pak,, bapak maunya di mana??
Baiklah pak besok disini jam 10’00 pagi kita akan berbincang-bincang lagi tentang masalah harga diri rendah bapak.. selamat pagi pak..
Strategi pertemuan dengan klien Gangguan Konsep diri: Harga diri rendah
1. Kondisi klien tn H 35 tahun klien sering bingung dan suka melamun dan suka menyendiri
2. Diagnosa keperawatan
HARGA DIRI RENDAH
3. Tujuan
• klien dapat mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
• klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
• klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
• klien dapat berlatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan klien selanjutnya klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
4. Tindakan keperawatan
• mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
• membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
• membantu klien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan
• melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai dengan kemampuan
• membantu klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuannya dan menyusun rencana tindakan.
5. Fase Pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Orientasi
1. salam terapiutik
- Selamat pagi pak, ”sesuai dengan janji kita kemaren kitakan mau bincang-bincang lagi untuk hari ini, bapak masih ingatkan nama suster
”bagus kalau begitu”..
2. Evaluasi?validasi
”bagaimana keadaan bapak hari ini??
Bapak sehatkan??
3. Kontrak
Topik: kemaren suster mau berbincang –bincang tentang maslah bapak yaitu tentang harga diri rendah,
”bapak ingat gak:?
Iya bagus,!!
Waktu: bapak maunya berapa lama kita bincang-bincangnya nanti??
Tempat: kalau menurut bapak enaknya bincang-bincangnya di mana??
4. Kerja
Bapak kita akan bincang-bincang tentang kegemaran bapak..! tapi sebelumnya saya mau tanya dulu, boleh pak??
Kenapa bapak selalu merenung??
Dan kalau di tanya selalu merunduk dan menghindar?
Bapak kalau bisa coba untuk tetap tersenyum dan tidak merengut terus, pasti bapak kelihatan tambah jilena!! Tuh kan ganteng!!
Dan kalau ada yang bertanya bapak harus menjawabnya, bapak gak usah takut karena tidak ada yang menyalahkan bapak??
Bapak sudah mengerti??
Bapak mau melakukannya??
Baiklah .. sekarang tegakkan kepala bapak, kemudian jawab pertanyaan saya”
Pak kalau boleh saya tau, apa saja yang menjadi kegemaran bapak??
Wah.. banyak sekali ya pak??
Diantara yang bapak sebutkan semua tadi, manalah yang paling bapak sukai??
Baik pak sekarnga kita akan membuat jadwal kegiatan bapak-bersama-sama, nanti di sini bapak bisa menulis kegiatan bapak sehari-hari,”
Ni kertasnya pak!!
Bapak bisa mengisikegiatan bapak sehari-hari
b. Terminasi
1. evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (sabjektif)
”bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang??
Evaluasi klien (Objektif)
”bapak bisa ulangi apa yang sudah kita ajarkan??
Wah bagus sekali..
2. Tindak lanjut
Nanti bapak bisa mengisi segala kegiatan di buku tadi, biar bapak tidak termenung terus, ya pak
3. Kontrak
Baiklah pak hari ini kita cukupkan dulu perbincangan kita, besok saya akan ke sini lagi, untuk berbincang-bincang lagi dengan bapak mengenai masalah bapak yaitu defisit perawatan diri.
Maukan bapak ??
Sebaiknya jam brapa besok kita jumpa lagi ya pak??
Baik lah kalau begitu saya akan ke sini lagi besok??
Selamat pagi pak..
Strategi Pertemuan dengan klien Defisit Perawatan diri
1. Kondisi klien
Tuan H Umur 35 tahun, selama di rawat di ruangan bukit barisan klien tapak kotor, bau badan(+) baju tidak diganti (seminggu sekali) rambut acak-acakan pakai baju terbalik..
2. Diagnosa keperawatan
DEFISIT PERAWATAN DIRI
3. Tujuan
1. klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. klien mampu berdandan/berhias secara baik
3. klien mampu melakukan makan dengan baik
4. klien mampu melakukan BAK/BAB secara mandiri
4. Tindakan Keperwatan
1. melatih klien cara melakukan kebersihan diri
- menjelaskan pentingnya kebersihan diri
- menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
- menjelaskan cara kebersihan diri
- melatih klien cara menjaga kebersihan diri
5. Proses pelaksanaan tindakan
a. Orientasi
1. Salam terapiutik
- Selamat pagi pak, ”sesuai dengan janji kita kemaren kitakan mau bincang-bincang lagi untuk hari ini, bapak masih ingatkan nama suster
”bagus kalau begitu”..
2. Evaluasi?validasi
”bagaimana keadaan bapak hari ini??
Bapak sehatkan??
3. Kontrak
Topik: kemaren suster mau berbincang –bincang tentang maslah bapak yaitu tentang Defisit perawatan diri,
”bapak ingat gak:?
Iya bagus,!!
Coba suster mau tanya dulu??
Waktu: bapak maunya berapa lama kita bincang-bincangnya nanti??
Tempat: kalau menurut bapak enaknya bincang-bincangnya di mana??
4. Fase kerja
1. melatih klien cara-cara perawatan kebersihan diri
kalau menurut bapak kalau mandi itu kita harus bagaimana??
Sebelum mandi apa yang harus kita persiapkan?
Wah benar sekali,
Bapak perlu menyiapkan pakaian ganti seperti, handuk, pakaian ganti, sikat gigi, sampo, dan sabun serta sisir.
Bagaimana kalau sekarang kita praktekkan ke kamar mandi?? Dan suster akan membimbing bapak melakukannya.
Sekarang bapak siram seluruh tubuh bapak termasuk rambut kemudian ambil sampo, gosokkan kekepala bapak samapai berbusa kemudian bilas sampai bersih,
Sikat gigi pakai odol ya pak...
Kemudian bersikan mulut sama air, kumur-kumur
Iya..bagus..
Kemudian siram air keseluruh tubuh, lalu sabunan, gosok seluruh tubuh.. kemudian bilas kembali
Nah setelah ini baru dikeringkan dengan menggunakan handuk..
Iya.. bagus sekali ,,
Ini kemudian sisiran, menggunakan sisir
2. melatih klien berdandan/berhias
sekarang apa yang bapak lakukan setelah mandi,
apakah bapak menyisir rambut??
Kalau begitu bagai mana cara bersisir??
Iya bagus ..
Coba cara memakai baju!!
Iya bagus sekali bapak ternyata bisa!!
Apakah bapak sering bercukur??
Iya bagus....
c. terminasi
1. Evaluasi respon klien
a. evaluasi klien
bagaimana perasaan pak lomo setelah berdandan.??
b. evaluasi perawat/objektif
Coba bapak sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi??
Wah bagus sekali pak!!!
2. Tindak lanjut
Selanjutnya bapak setiap setiap hari harus mandi, kemudian praktekkan apa yang sudah saya ajarkan tadi..
Dan masukkan kejadwal kegiatan bapak ya!!
3. Kontrak,
Baiklah sekarang mungkin sampai disi dulu dan kita akan bertemu kembali?? Selamat pagi menjelasng siang pak......
BAB III
PEMBAHASAN
I. Tahap Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian,penulis mengalami sedikit kendala dikarenakan klien sulit untuk diajak berkomunikasi. Untuk mendapatkan data yang lengkap,penulis melakukan pengkajian dalam. Dari hasil 3 hari.
Setiap melakukan komunikasi, klien selalu berusaha untuk menghindar, berbicara seperlunya dan selalu diam. Untuk memenuhi data yang kurang lengkap,maka penulis melihat dari status klien dan bertanya dengan keluarga klien pada saat keluarga klien mengunjungi klien di RSJ.
II. Tahap Diagnosa
Dalam menegakkan diagnosa, penulis mengobservasi klien secara langsung dan melihat status klien. Dari hasil observasi klien selalu berusaha menghindari dari perawat, kontak mata kurang, suka menyendiri, berbicara seperlunya dan klien mengatakan dirinya tidak berguna. Berdasarkan data diatas maka penulis menyimpulkan terdapat 3 diagnosa yang diderita klien yaitu :
- Ganguan isolasi : menarik diri
- Gangguan konsep diri harga diri rendah
- Depisit perawatan diri
III.Tahap Perencanaan
Dalam perencanaan penulis melakukan rencana tindakan asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa. Dalam hal perencanaan penulis melakukan berbagai strategi pertemuan kepada klien yang berlansung selama 1minggu. Setiap pertemuan akan dilakukan asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa.
IV.Tahap Implementasi
Dalam menjalankan tindakan asuhan keperawatan penulis hanya mengimplementasikan tiga diagnosa keperawatan yaitu : gangguan isolasi sosial menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri rendah dan depisit perawatan diri. Hal ini dikarenakan pada saat diobservasi secara mendalam.
V. Tahap Evaluasi
Setelah melakukan implementasi, perawat dapat melihat hasil dari tindakan asuhan keperawatan, klien menunjukkan dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitranya. Klien mau diajak berkomunikasi, melakukan aktivitas di RSJ, dan mau berkomunikasi dengan teman seruangnnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada klien isolasi sosial menarik diri di ruangan bukit barisan RSJ Medan, dapat di ambil kesimpulan:
1. Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain, individu tersebut merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tindakan mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan pikiran, prestasi atau kegagalan:
2. Klien dengan menarik diri mempunayai tingkah laku: tidak nafsu makan kurang bergairah aktifitas menurun, ekspresi wajah kurang berseri
3. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah koping yang berkaitan dengan kepreribadian anti sosial dan koping berhubungan dengan gangguan keperibadian “Borderline”
4. Setelah diberikan pengobatan klien sudah mampu mengontrol emosi dan rasa menarik dirinya dengan perlahan-lahan
II. Saran
1. kepada tim kesehatan yang ada di rumah sakut jiwa supaya dapat meningkat kan kerjasama. Agar prosses keperawatan dapat tercapai seoptimal mungkin dan memberikan keterampilan kepada kllien untuk mengisi hari2 yang telah di lewati klien di ruangan agartidak sering melamun
2. diharapkan kepada keluarga dan perawat yang menerapkan pendekatan diri dalam mengarahkan klien menujukesembuhan pada klien yang sudah di rehabilitasi untuk selalu memriksakan secara teratur dan tidak menghentikan keperawatan, nasehat dari dokter.
3. bagi keluarga dan perawat diharapkan dapat menghindar klien dari berbagai stiuasi yang dapat menimbulkan kembali gangguan/gejala dari penyakit.
diharapkan kepada keluarga dan perawat agar tetap mengawasi anak dari lingkungan mansyarakat upaya kesembuhan klien.
Rabu, 28 Oktober 2009
Pengaruh Terapi Aktivitas; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Meda
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kesehatan jiwa bukan hanya gejala kejiwaan saja tetapi sangat luas dari mulai yang ringan seperti kecemasan dan depresi, malas bekerja, sering tidak bisa kerja sama dengan teman sekerja, sering marah-marah,ketagihan napza sampai yang berat seperti skizoprenia(Administrator, 2008).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008).
Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat (Azrul,2001).
Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa kerumah sakit jiwa. Sering tampak klien didikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga(Tim jiwa UI, 1999).
Factor yang menimbulkan perilaku destruktif-diri adalah kejadian kehidupan yang memalukan,masalah interpersonal (perkembangan ego yang terlambat, hubungan orangtua yang tidak memuaskan, ras takut penolakan, ketidak mampuan mengungkapkan perasaan), dipermalukan didepan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman pengangguran(Stuart, 2008).
Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif,
sehingga terjadi perilaku kekerasan yang ditujukan pada orang lain, lingkungan dan diri sendiri(Jiwa kelompok9.2008).
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah, dapat mengarah kepada kematian, dan perilaku destruktif-diri ini langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri(Stuart, 2005).
WHO menunjukkan bahwa diperkirakan sebanyak 873.000 orang melakukan bunuh diri tiap tahun di dunia. Oleh karna itu perlu diketahui apa saja yang yang dibutuhkan dalam rangka,membangun kesadaran dan mengurangi risiko kejadian bunuh diri(Hardian, 2008).
Begitu juga kasus bunuh diri di Amerika mencapai 30.000 orang pertahun. Angka ini menunjukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri jauh lebih besar lagi, diperkirakan 8-10 kali lebih besar dari jumlah tersebut(Mustikasari, 2008).
Tragisnya, lebih dari 80% penderita skizoprenia di Indonesia tidak diobati. Mereka dibiarkan berkeliaran di jalanan, atau bahkan dipasung. Padahal, jika diobati 1/3 dari mereka bisa sembuh total. Tetapi bila tidak diobati, akan terus kambuh ,
dan 25-30% dari mereka resisten(Febriani, 2008).
Dilema yang dialami oleh Indonesia mengacu pada data WHO, prevalensi (angka kesakitan) penderita skizoprenia sekitar 0,2-2%, sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul
tiap tahun sekitar 0,01%(Febriani, 2009).
Pemerintah tidak boleh lagi menutup mata, jika tidak ingin tingkat depresi yang akan membuat orang mengambil jalan pintas seperti bunuh diri dan menjadi penderita skizoprenia di masyarakat semakin besar. Terhadap para penderita gangguan jiwa itu, hanya 30-40% gangguan jiwa bisa sembuh total, 30% harus tetap berobat jalan, dan 30% lainnya harus menjalani perawatan instruksional, atau dirawat inapkan dipanti-panti rehabilitasi(Nurdwiyanti, 2008).
Menurut Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang maladptif(Wangmubo, 2009).
Penyebab bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah (Mustikasari, 2008).
Situasi mental yang tidak stabil merupakan salah satu penyebab mudahnya seseorang terkena psikosomatis, yaitu rentannya kondisi tubuh terhadap berbagai penyakit karena factor psikis (kejiwaan). Untuk itu perlu coping stress yang sederhana dan mudah dilakukan dengan solution focus group therapy (terapi aktivitas kelompok)(Jiwakelompok9, 2008).
Linda Metcalf juga berkata, bahwa Solution Focused Group Therapy dapat menjdi satu alternatif yang luar biasa bagi seseorang untuk sembuh dan keluar dari masalahnya serta
menemukan satu solusi yang baik(Fefendi, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantug,saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memprbaiki perilaku yang lama
yang maladaptif(Keliat, 2005).
Sebaiknya mengekspresikan kemarahan dengan prilaku kontruksi dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, memberi perasaan lega, keteganganpun menurun dan perasaan marah dapat teratasi. Bila perasaan marah diekspresikan denga prilaku menantang,
biasanya dilakukan individu karena merasa kuat(Fefendi, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok Stimilasi Persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau altrnatif(Keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok ini secara signifikan memberi perubahan terhadap ekspresi kemarahan kearah yang lebih baik pada klien dengan riwayat kekerasan. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan ekspresi kemarahan setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sebesar 60,4%(Fefendi, 2008).
Pada terapi aktivitas stimulasi persepsi ini klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif(Keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok ini memberi hasil : kelompok menunjukkan loyalitas dan tanggung jawab bersama, menunjukkan partisipasi aktif semua anggotanya, mencapai tujuan kelompok, menunjukkan teerjadinya komunikasi antaranggota dan bukan hanya antara ketua
dan anggota(Ann, 2005).
Oleh karena itu, WHO meminta perhatian para praktisi kesehatan dan pihak terkait lainnya untuk memandang bunuh diri sebagai penyebab utama kematian dini yang dapat dicegah. Seseuai denga tema kesehatan jiwa se-dunia : Membangun Kesadaran Mengurangi Risiko: Gangguan Jiwa dan Bunuh Diri(Depkes, 2006).
Bedasarkan pengalaman penelitian di lapangan khususnya RS Jiwa Provinsi Lampung untuk pelaksaan terapi aktivitas kelompok jarang atau tidak rutin dilakukanoleh perawat ruangan rawat inap walaupun ada tetapi tidak didokumentasikan(Jiwakelompok9, 2008).
Dari data Rumah Sakit Jiwa Mahoni tahun 2008 (januari-desember), jumlah pasien sebanyak 252 orang : Bunuh diri 7 orang, perilaku kekerasan 26 orang. Pada tahun 2009 (januari-maret) jumlah pasien sebanyak 82 0rang : yang menarik diri 6 orang dan perilaku kekerasan 12 orang dan yang penyalahgunaan napza 20 orang. Di rumah sakit inilah peneliti ingin meneliti di rumah sakit jiwa mahoni karena selain angka kejadian perilaku kekerasan yang tinggi juga tidak pernah dilakkan terapi aktivitas kelompok kepada klien maka peneliti melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya Pengaruh Terapi Aktivitas; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
2. Mengidentifikasi Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
3. Menganalisis Pengaruh Terapi Aktivitas; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan profesi yang akan dilakukan tentang Terapi Aktifitas Kelompok terhadap pasien gangguan jiwa.
2. Bagi Iptek
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya bagi para perawat jiwa.
3. Bagi Rumah Sakit Jiwa Mahoni
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan dan sebagai dokumentasi praktek Terapi Aktivitas Kelompok Rumah Sakit serta sebagai penuntun bagi perawat jiwa dalam melanjutkan praktek asuhan keperawatan jiwa.
4. Bagi Keluarga Dan Pasien
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya bagi para perawat jiwa agar dapat menjalankan askep pada keluarga dan pasien gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP KELOMPOK/GROUP
1. Defenisi Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Seperti agresif, takut, kebencian, kompotetif, kesamaan, ketidak samaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan dan Fungsi Kelompok
a. Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan mal adaptif.
b. Fungsi Kelompok
Fungsi kelompok sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen Kelompok
a. Struktur Kelompok
Menjelaskan batasan, komunnikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut stuart dan laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut rawlins-williams, dan beck (1993) adalah 5-12 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
c. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk 1 sesi adalah 24-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi
(stuart dan laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelopok, dapat satu kali/dua kali perminggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.
Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetis, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
Elemen penting observasi komunikasi perbal dan non verbal
(Stuart dan laraia, 2001); Komunikasi setiap anggota kelompok, rancangan tempat duduk(setting), tema umum yang diekspresikan, frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi, kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok, proses penyelesaian masalah terjadi.
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobserpasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu maintenance roles, terapi aktivitas kelompok roles, dan individual roles. Maintenace roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Terapi aktivitas kelompok roles, yaitu pokus pada penyelesaian tugas. Individual roles, adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.
Peran dan Fungsi Kelompok
a. peran kelompok
1. Peran kelompok sebagai mempertahankan
Pendorong (encouraqer), Penyelaras (Harmonizer), Pemusyawara (kompromiser)
Penjaga (gatekeeper), Pengikut (polower), Pembuat Peraturan (rule maker)
Penyelesaian masalah (Problem solver).
2. Peran kelompok dalam menyelesaikan tugas
Pemimpin (leadera), Penanya (guestioner), Pasilitator (facilitator)
Penyimpul (sumarizer), Evaluator (evaluator), Pemberi inisiatip (initiator).
3. Peran kelompok sebagai individu
Korban, Monopoli, Seduser, Diam, Tukang komplain, Negatif , Moralis.
b. Fungsi kelompok
1. Fungsi Kelompok sebagai mempertahankan
Memberi pengaruh positif pada kelompok, Menjaga tetap damai, Meminimalkan konflik dengan mencari alternatif, Menetapkan tingkat penerimaan kelompok terhadap anggota secara individual, Berperan sebagai peserta yang menarik, Membuat standar perilaku kelompok mis: waktu dan pakaian, Menyelesaikan masalah angar kelompok agar kelompok dapat terus bekerja.
2. fungsi kelompok dalam menyelesaikan tugas
Memberi arahan, Mengklarifikasi isu dan informasi, Menjaga kelompok tetap fokus, Menyimpulkan posisi kelompok, Mengklaji kinerja kelompok, Memulai diskusi kelompok.
3. fungsi kelompok sebagai individu
Dipandang negatif oleh kelompok, Berperan aktif mengontrol kelompok Menjaga jarak dan meminta diperhatikan, Mengontrol secara pasif degar diam, Mengeluh dan marah pada kerja kelompok, Mengecilkan kerja kelompok, Berperan sebagai penilai benar dan salah
f. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok
( Stuart dan laraia, 2001).
g. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masalalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
h. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok, perlu diindentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara satu sama lain, diskusi dalam kata-kata ”kita” menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pijuan dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
4. Perkembangan Kelompok
a. pase pra kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok. Proposal dapat pula berupa pendoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok.
b. Pase awal Kelompok
Pase ini ditandai dengan ansietas karna masuknya kelompok baru, dan peran yang baru.
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin kelompok mengorentasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan kerahasiaan, waktu pertemuan, struktus, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang bicara pada suatu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok di upayakan terbentuk pada fase orientasi.
2. Tahap Konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini. Sebagian ingin pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konfik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antara anggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik negatif maupun positif dan membantu kelompok mengenai penyebab konflik. Serta menjega perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
3. Tahap Kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pada tahap akhir fase ini tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan. Merka belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadu suatu realitas.
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka walaupun mereka bekerja keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menajdi stabil dan realitis.
Tugas pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok kearah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi produktitivitas kelompok. Selain itu, pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Pada akhir fase ini anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian.
d. Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karna anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok.
Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sisi dapat pula dikembangkan instrumen evaluasi kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu.terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan zaherí-hari pada akhir sesi ini, perlu dicatat atau didokumen tasikan proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan inplementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada kelien diluar sesi (keliat, 2005).
B. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
1. Jenis terapi kelompok
a. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian social.
Tujuan Kelompok terapeutik:
1. Mencegah masalah kesehatan
2. Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
3. Meningkatkan kualitas kelompok, antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
b. Terapi aktivitas kelompok
Kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi presepsi, stimulasi sensoris, orientasi realita,
dan sosialisasi(keliat, 2005).
Pada terapi ini, seorang perawat spesialis yang menjadi tropis dan enam sampai delapan orang bertemu secara teratur dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan mengubah pola perilaku yang mal adaptif. Kemudian klien mempelajari bagaimana membuat ekspresi perasaan yang sesuai dan menggali cara-cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perubahan pribadi(Copel, 2007).
Proses kelompok adalah makna interaksi perval dan non verbal di dalam kelompok yang meliputi:isi komunikasi, Hubungan antara anggota, Pengaturan tempat duduk, Pola atau nada bicara, bahasa dan sikap tubuh, Tema kelompok yang dapat diekspresikan baik secara terbuka atau tertutup. Kelompok terapi berfokus pada hubungan kelompok, interaksi antar anggota, dan masalah dalam hidup dan perilaku yang terjadi disana dan saat ini(Ann, 2005).
2. Bentuk terapi kelompok
a. Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya tilikan, dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai problem yang sama”.
c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok.
Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut(tomb, 2004).
Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan insinght, kepercayaan diri, sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang dipasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu(Hibbert, 2009:157).
C. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Defenisi Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama(keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktipitas kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
2. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
a. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi.
Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Stimulus yang disediakan baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara TV, stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mel adaptif atau distruktif, mis: kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
1. Defenisi Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan / atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
2. Tujuan TAK Stimulasi Persepsi
a. Tujuan Umum
Tujuan Umum adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.
3. Aktifitas dan Indikasi
a. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari.
1.Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Menonton Televisi
2.Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Membaca majalah/Koran/Artikel.
3.Terpai aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Melihat Gambar.
Klien yang mempunyai Indikasi TAK ini adalah klien perubahan sensiris persepsi dan klien menarik diri yang telah mengikuti TAKS.
4. Aktivitas Mempersepsikan stimulus Nyata dan Respons yang dialami dalam kehidupan.
Aktivitas khususnya untuk klien perilaku kekerasan. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mengenal Perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (penyebab: tanda dan gejala: perilaku kekerasan: akibat perilaku kekerasan)
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegahperilaku kekerasan malalui kegiatan: Fisik.
c. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi asertif.
d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat.
e. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien perilaku kekerasan yang telah kooperatif.
5. Aktivitas Mempersepsikan Stimulus tidak nyata dan Respon yang dialami dalam kehidupan.
Aktivitas dibagi kedalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
a. Terapi Aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah halusinasi.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengusir/menghardik halusinasi.
c. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi melakukan kegiatan.
d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Menontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien halusinasi.
6. Aktivitas Mempersepsikan Stimulasi Nyata yang menyebankan Harga diri Rendah.
Aktivitas ini dapat dibagi dalam sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Mengidentifikasi aspek yang dapat membuat harga diri rendah dan aspek positif kemampuan yang dimiliki selama hidup (dirumah dan dirumah sakit)
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Melatih kemampuan yang dapat dirumah sakit dan dirumah.
Klien yang mempunyai indikasi terapi aktivitas kelompok adalah klien gangguan konsep diri: harga diri rendah.
b. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara non Verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
Biasanya klien tidak mau menggungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi omosi dan perasaannya, serta menampilkan respon. Aktifitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni, menyanyi, menari, jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagi kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
c. Terapi Aktifitas Kelompok orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar, yaitu diri sendiri, orang lain yang di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan klien.
Aktifitas berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan semua kondisi nyata.
d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari inter personal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi pernahditeliti dan memberi dampak pada kemampuan klien dalam bersosialisasi. Terapi aktivitas yang lain telah digunakan dibeberapa Rumah Sakit Jiwa. Dengan evaluasi dan penelitian tentang manfaat terapi aktivitas kelompok yang akan memberi kontribusi peningkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan terapi aktivitas kelompok dapat diperoleh melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan diharapkan perawat yang melaksanakan terapi aktivitas kelompok telah mengikuti pendidikan khusus.
Rawlins, willians, dan beck mengidentifikasi tiga area yang perlu dipersiapkan untuk memjadi terpai atau pemimpin terapi kelompok, yaitu persiapan teoritis melalui pendidikan formal, literatur, bacaan, dan lokakarya. Pengalaman mengikuti terapi kelompok.
D. Gangguan Jiwa
1. pengertian gangguan jiwa
Salah satu persyaratan dasar bagi kesehatanjiwa Individu adalah bahwa ia mampu mengevaluasi diri dengan nilai-nilai serta kebiasaaan mesyarakatnya.sementara berkembang kita mendapatkan bahwa kita perlu mengikuti pola tradisi sosial yang adabila kita ingin diterima oleh anggota-anggota yang lain. Sebenarnya kita mempelajati tata cara sosial tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang membimbing perilaku kita. Tradisi sosial semacam ini mendasari tidak hanya standar moral kita tetapi juga penilaian kita terhadap perilaku normal dan abnormal(Mcghie, 1991, 335).
Seseorang yang masuk kerumah sakit jiwa bertujuan untuk mendapat perawatanbaik atas dasar sukarela (voluntar)maupun dibawa orang lain(dipaksa). Semua negara bagian memperbolehkan individu dirawat di rumah sakit secara paksa jika prasayarat komitmensipil terpenuhi. Klien dapat dirawat tampa persetujuan (secara paksa) jika mereka melakukan tindakan bunuh diri, pembunuhan, memiliki perilaku psikotik, kekerasn, atau paranoid(Copel, 2007).
Status kesehatan jiwa individu sangat menentukan kualitas hidup, maka sudah saatnya mendapat perhatian khususnya karena status kesehatan jiwa yang buruk akan mengakibatkan kerugian yang besar dan menurunkan indeks pembangunan manusia indonesia. Kesehatan jiwa harus terintegrasi kedalam sebuah aspek kesehatan, kebijakan publik, perencanaan, sistem kesehatan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan(Administrator, 2008).
Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan secara menyeluruh. Bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan prsaan bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup, (Febriani, 2009).
Gangguan Jiwa adalah gangguan fikiran, perasaan atau tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan, dan terganggu fungsi sehari-hari sedangkan sakit jiwa adalah gangguan jiwa berat yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus. Gangguan jiwa, walaupun tidak langsung menyebabkan ketidak matian, tapi menimbulkan penderiataan yang mendalam bagi individu serta beban berat bagi keluarga. Masyarakat menyebut sakit jiwa bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa berat(Febrida, 2007).
Gangguan kesehatan jiwa bukan hanya gejala kejiwaan saja tetapi sangat luas dari mulai yang ringan seperti kecemasan dan depresi, malas bekerja, sering tidak bisa kerja sama dengan teman sekerja, sering marah-marah, ketagihan napza sampai yang berat seperti skizoprenia(Administrator, 2008).
2. jenis gangguan jiwa
1. Gangguan Isolasi Sosial.
Isolasi Sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam.
a. Penyebab Isolasi Sosial
Kurangnya rasa percaya pada orang lain, Panik, Regoesi ketahap perkembangan sebelumnya, Waham, Sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau, Perkembangan ego yang lemah, Presepsi rasa takut.
b. Batasan karakteristik.
a. Menyendiri dalam ruangan.
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata.
c. Sedih, apek datar.
d. Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap kepintu.
e. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembanga usianya.
f. Berfikir menurut fikirannya sendiri, tindakan berulang-ulang dengan tidak bermakna.
g. Mengekspresikan perasaan menolak atau kesepian kepada orang lain (Townsend, 1991).
2. Gangguan Alam Perasaan
Alam peresaan adalah perpanjangan keadaan emosional yang mempengruhi seluruh kepribadian dan Fx kehidupan seseorang. Alam perasaan ini meliputi emosi seseorang yang kuat dan menyebar dan mempunyai arti yang sama dengan afek, keadaan perasaan, dan emosi respon mal adaptifnya adalah mania dan depresi.
Mania adalah ditandai dengan adanya alam perasaan yang meningkat, bersemangat, atau mudah terganggu.
Depresi adalah suatu kesedihan dan perasaan duka yang berkepanjangan atau abnormal(stuart, 2007).
3. Perilaku Kekerasan.
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku destruktip-diri langsung mencakup setiap bentuk aktifitas bunuh diri(stuart, 2007).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional dan atau seksualitas. Perilaku kekerasan atau agresif meupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
E. Perilaku Kekerasan.
1. Defenisi Perilaku Kekerasan
Perilaku destruktif- diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku destruktif- diri langsung mencakup setiap aktivitas bunuh diri(stuart, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan- tindakan yang dapat membahayakan/ mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yanng sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesui, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
2. Faktor Yang Melatar Belakangi
Faktor yang melatar belakangni terjadinya perilaku kekerasan merupakan dampak dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu.
a. psikologis(kejiwaan), kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul aggresif atau amuk. Masa kanak- kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement(penguatan/ dukungan), yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem persarafan ditolak turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan(harnawatiaj, 2008).
3. Faktor Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami, tiap orang yang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi / mungkin tidak terjadi perilakukekerasan jika faktor berikut dialami olehindividu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timgul agresif atau amuk.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobserpasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
4. Bioneorologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus prontal, lobus temporal, dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitas dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, kondisi klien dengan kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang jadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian juga dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang berakhir pada hinaan, kehilangan orang yang dicintai, atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebaba yang lain(Mas danang, 2008).
Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi: Merokok, Menyabu, Berjudi, Tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi, Penyalagunaan zat, Perilaku yang menyimpang secara sosial. Prilaku yang menimbulkan stress, Gangguan makan, Ketidak patuhan terhadap pengobatan Medis(stuart, 2007).
4. tanda dan gejala
Muka merah, pandaangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula klien memksakan kehendak, merampas makanan, memukul bila tidak senang. Wawancara diarahakan pada penyebab marah,perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan oleh sesorang(harnawatiaj, 2008).
5. Rentang Respon Perilaku Kekerasan.
a. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tampa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan.
c. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari, suatu tuntutan nyata.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
e. Amuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
f. Bunuh diri.
6. Tanda Ancaman Kekerasan.
a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik
b. Ancaman verbal atau fisik
c. Membawa benda atau senjata lain yang dapat digunakan sebagai senjata
d. Agitasi psikomotor progresif
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain
f. Ciri paranoid pada pasien psikotik
g. Halusinasi pendengaran dengan prilakukekerasan tetapi tidak semua pasien berada pada resiko tinggi
h. Penyakit otak
i. Kata tonik
j. Episode masih tertentu
k. Episod depresif
l. Gangguan keperibadian(mas danang, 2008).
7. perilaku unuh diri
Dalam pengkajian bunuh diri, lebih ditekankan pada letalitas dari metode yang mengancam atau digunakan. Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai alat untuk melakukan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi tiga:
1. Ancaman bunuh diri: Pernyataan verbal dan non verbal bila seseorang mempertimbangkan untuk bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri: semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang dapat memyebabkan kematian, jika tidak di cegah.
3. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan(stuart, 2007).
Seperlima dari percobaan bunuh diri tidak dapat di antisipasi sekalipun dengan kemajuan pengetahuan saat ini, presiksi yang akurat masih sulit diperoleh, kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:
1. Pasien pernah mencobah bunuh diri (terlihat di ruang gawat darurat, bangsal perawatan.
2. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan. Maupun tidak atau berupa ancaman” kamu tidak saya ganggu lebih lama lagi” terhadap keluarga.
3. Secara objektif terlihat adanya mood yang depresi atau cemas.
4. baru mengalami kehilangan yang bermakna
5. Perubahan Perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, berbicara serius dan mendalam.
6. Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri (Tamb, 2009).
Tetapi tidak semua percobaan bunuh diri menjadi bunuh diri. Mungkin sulit membedakan antara tindakan yang bertujuan agar mati dan yang merupakan tindakan segaja menyakiti diri sendiri(Hibbert, 2009).
F. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap kosep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (setiadi, 2007).
G. Hipotesis penelitian
Jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis komperatif.
Ha : µ < µ , dimana jika eksperimen lebbih kecil pembanding
H0 :µ ≥ µ , dimana jika eksperimen lebih besar dari pada pembanding
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian berdasarkan metode adalah eksperimen.
Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol. Yaitu mengobserpasi pengamatan pada kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol.
B. Lokasi dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan. Adapun alasan ini memelilih tempat penelitian ini adalah karena di tempat ini pasien dengan perilaku kekerasan peningkatannya tinggi tiap tahunnya dan tidak pernah dilakukan terapi aktivitas kelompok.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan oleh peneliti pada bulan juni 2009 sampai dengan bulan juli 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti(Notoatmojo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien dengan riwayat perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan, sebanyak 12 orang.
2. Sampel
Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah” non-Probability Sampling” dengan tehnik” sampling jenuh” yaitu tehnik penentuan sampel bila semua populasi digunakan sampel (Setiadi, 2007).
Jadi sampel penelitian ini adalah semua klien dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan sebanyak 12 orang.
D. Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memeberikan data kepada pengumpul data(lewat orang lain atau dokumen). Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan interviw dan observasi (observasi terstruktur ) yaitu pengumpulan data melalui tatap muka dan dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen peneliti yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, dengan Rating Scale.
Diawali peneliti mengobservasi, dengan instrumen peneliti klien sebelum dilakukan treatment, dan mengobservasi dengan instrumen yang sama setelah dilakukan treatment pada klien pembanding dan klien pengontrol.
E. Variabel dan Defenisi Operasional
1. variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Varibel Independen(variabel bebes) dan Varibel Dependen (variabel terikat).
Varibel Independen(variabel bebes) dalam penelitian ini adalah Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi.
Varibel Dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini adalah Ekspresi Kemarahan Pada Klien Riwayat Perilaku Kekerasan.
2. Defenisi Operasional
Variabel independen: Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi adalah terapi/aktivitas yang diberikan pada klien merangasang stimulus untuk didiskusikan.
Varibel Dependen : Ekspresi Kemarahan Pada Klien Riwayat Perilaku Kekerasan adalah respon klien terhadap sesuatu stimulus yang biberikan.
F. Metode Pengukuran Data
Pada penelitian ini menggunakan lembar observasi yang sudah vallid dengan 30 pernyataan tentang ekspresi kemarahan pada klien perilaku kekerasan dengan menggunakan skala ordinal dimana :
0 = Tidak ada atau tidak pernah
1 = sesuai dngan yang dialami sampai tingkat tertentu, kadang- kadang
2 = sering
3 = sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat.
Dengaan ekspresi kemarahan dikelompokkan menjadi:
0-30 = rendah
31-60 = sedang
61-90 = tinggi
Untuk mempermudah menentukan interval kelas dari jawaban yang masuk melalui lembar observasi maka digunakan.
Rumus
Keterangan:
R = nilai tertinngi – nilai terendah
I = lebar interval kelas.
G. Metode Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji statistik t = test polled varian, yaitu
X +X = Perbedaan Dua Rerata
Sx -x = kesalahn standart
Dimana jika nilai μ < μ berarti ho ditolak, dengan demikian ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan.
BAB IV
HASIL PENELTIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil rumah sakit jiwa mahoni medan menjadi tempat penelitian karena di rumah sakit ini pasien perilaku kekerasan tiap tahunnya meningkat dan tidak pernah dilakukan terapi aktivitas kelompok dalam asuhan keperawatan jiwa. Maka peneliti ingin meneliti dan membuktikan seberapa besar Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.
B. kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Seperti agresif, takut, kebencian, kompotetif, kesamaan, ketidak samaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok. Peneliti membagi responden dalam 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok pembanding, yuang nantinya hasil kedua kelompok ini dibandingkan untuk mengetahui besar penaruh terapi aktivitas kelompok terhadap ekspresi kemarahan pada klien dngan riwayat perilaku kekerasan.
C. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
D. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama(keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktipitas kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. dan pada penelitian ini terapi dilakukan sesudah klien diobservasi terlebih dahulu dengan lembar obsevasi kemudian diberi terapi aktivitas kelompok, dan sesudah responden diobservasi maka terapi aktivitas kelompok dilakukan kemudian responden dionservasi kembali dengan lembar observasi yang sama.
E. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan- tindakan yang dapat membahayakan/ mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yanng sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesui, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
Terapi yang dilakukan pada pasien gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan yang ekspresi kemarahannya belum terarah dengan baik(perilaku yanng mal-adaptif), menjadi terarah(perilaku adaptif).
F. Hasil Analisa Dari Penelitian
Pada peneltian ini dilakukan pada tanggal 7 juli sampai 13 juli dengan Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.
Adapun data- data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden
Tabel 1.1 karakteristik data demografi berdasarkan usia
a. pada eksperimen
no Usia frekuensi presentase
1.
2.
3. 20-30
31-40
41-50 2
4
- 33,3%
66,7%
-
b. pada pembanding
no Usia frekuensi presentase
1.
2.
3. 20-30
31-40
41-50 1
5
- 16,7%
83,3%
-
Hasil penelitian tentang data demografi pada klien perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahhoni medan, yang dilakkukan pada tanggal 7 juli sampai 13 juli 2009 berdasarkan usia sebanyak 10 orang responden.
Tabel 1.2 karakteristik data demografi berdasarkanjenis kelamin
a. pada kelompok eksperimen
no Jenis Kelamin frekuensi presentase
1.
2.
Laki- laki
perempuan 3
3 50%
50%
b. pada kontrol
no Jenis Kelamin frekuensi presentase
1.
2.
Laki- laki
perempuan 3
3 50%
50%
Hasil penelitian tentang data demografi pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan, yang dilakukan pada tanggal 7 juli sampai tanggal 13 juli tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 6 0rang perempuan dan 6 orang laki- laki.
2. Karakteristik Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan
Tabel 2.1 distribusi frekuensi ekspresi kemarahan pada eksperimen
a. pre-test pada eksperimen
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah 1
5
- 16,7%
83,3%
-
b. post-test pada eksperimen
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah -
2
4 -
33,3%
66,7%
c. pre-test pada pembanding
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah -
6
- -
100%
-
d. post-test pada pembanding
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah 1
5
- 16,7%
83,3%
-
Karakteristik ekspresi kemarahan pada pre-test yang dikaji pada kelompok eksperimen yang dikaji dengan menggunakan lembar observasi dimana setiap pernyataan diberi kesempatan nilai: 0-3 yang mana 0= tidak ada atau tidak pernah, 1= sesuai yang dialami sampai tingkat tertentu atau kadang- kadang, 2= sering, 3= sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat. Kemudian hasil akhir discoring berdasarkan tingkat ekspresi kemarahan yaitu: tinggi= 61-90, sedang= 31-60, rendah= 0-30. hasil data yang diperoleh sebelum diberi perlakuan responden yang ekspresinya tinggi sebanyak pada kelompok eksperimen 1 orang(16,7%) dan sedang sebanyak 5 orang(83,3%) dan ssesudah dilakukan teratment tinggi -, sedang 2 orang(33,3%), rendah(66,7%).
3. Karakteristik Nilai Tingkat Ekspresi Kemarahan, Sebelum Dan Sesudah Treatment Dilakukan.
a. Pada Kolompok Eksperimen
Hasil penelitian kemudian diuji statistik dengan uji statistik uji t-test polled varian, dan didapat hasil penelitian sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen mean= 50,83 dan sesudah perlakuan mean =29,33.
b. Pada Kelompok Pembanding
Hasil penelitian kemudian diuji statistik dengan uji statistik uji t-test polled varian, dan didapat hasil penelitian sebelum perlakuan mean= 48,33 dan post test mean= 50,33.
4. Perbedaan Ekspresi Kemarahan Sebelum Dan Sesudah Treatment Dilakukan
Untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan, digunakan uji statistik t- test polled varian. Dari uji statistik didapat bahwa terapi aktivitas; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan pada eksperimen adalah μ < μ , (μ =346,04 < μ =1076,4) dan pada kelompok pembanding tidak terdapat Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan adalah μ ≥ μ (μ =346,04 dan μ =1076,4).
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KETERBASAN
A. Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti membandingkan ekspresi kemarahan pada kelompok pembanding dan kelompok eksperimen.
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 12 orang, dengan Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol., kemudian responden dikaji dengan lembar observasi yang sama sebelum dan sesudah.
Berdasarkan karakteristik data demografi usia dan jenis kelamin dari 12 responden : pada kelompok eksperimen responden yang berusia 20-30 tahun 33,3%(2 orang), 31-40 tahun 66,6%(4 orang),41-50= -, pada kelompok pembanding responden yang berusia 20-30 tahun 16,6%(1 orang), 31-40 tahun 83,3%(5 orang), 41-50 = -. Dan jenis kelamin pada kelompok eksperimen: laki- laki sebanyak 3 orang, perempuan sebanyak 3 orang. Dan pada kelompok pembanding: laki- laki sebanyak 3 oarang, perempuan sebanyak 3 orang.
Berdasarkan hasil skoring diperoleh hasil data pada kelompok eksperimen pre-test responden yang ekspresi kemarahannya tinggi= 16,6%(1 orang), sedang= 83,3%(5 orang), dan post-test bahwa pada kelompok eksperimen responden yang ekspresi kemarahannya tinggi= 33,3%(2 orang), sedang= 66,7%(4 orang). Dan pada kelompok pembanding responden yang ekspresi kemarahannya pre-test tinggi=-, sedang=100 %(6 orang), dan post-test bahwa pada kelompok pembanding responden yang ekspresi kemarahannya tinggi=16,7 %( 1orang), sedang 83,3%(5 orang), rendah = -.
Menurut Dr. Budi anna keliat, bahwa terapi aktivitas kelompok merupakan tempat klien berlatih perilaku yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang lama yang adaptif. Berdasarkan pengalaman dan survey di rumah sakit jiwa, masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, dan harga diri yang rendah. Oleh karena itu terapi aktivitas kelompok diarahkan pada ke empat masalah tersebut.
Menurut linda metcalf bahwa solution focused group therpi menjadi alternatif yang luar biasa bagi seseorang untuk sembuh dn keluar masalahnya serta mudah menemukan satu solusi yang baik.
Sebaiknya mengekspresikan kemarahan dengan perilaku konstruksi dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, memeberi perasaan lega, ketegangan menurun dan perasaan marah dapat teratasi. Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku menantang, biasanya dilakukan individu karena merasa kuat.
Berdasarkan hasil penelitian terapi aktivitas kelompok secara signifikan memberi perubahan terhadap ekspresi kemarahan kearah yang lebih baik pada klien pada riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji statistik bahwa nilai eksperimen lebih kecil dari nilai pembanding yaitu μ =346,04 < μ =1076,4. H0 ditolak. Berati ada pengaruh terapi aktivitas kelompok; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009.
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:
1. keterbatasan dalam melakukan terapi aktivitas kelompok, karena peneliti perlu bantuan dalam menjalankan terapi berhubungan pasien gangguan jiwa.
2. keterbasan dalam dalam tehnik pengumpulan data berhubung pola pikir pasien gangguan jiwa yang tidak menentu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 12 orang responden dengann Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol dengan uji t-test polled varian diproleh hasil μ =346,04 < μ =1076,4, jadi kesimpulan ada pengaruh terapi aktivitas; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009.
B. SARAN
1. Bagi Lokasi Penelitian
Terapi aktivitas kelompok mempengaruhi tingkat perubahan perilaku mal- adaptif menjadi adaptif, maka disarankan bagi tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit jiwa mahoni menerapkan terapi aktivitas kelompok menjadi intervensi dalam asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti ini membandingkan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan penelitian tentang perbandingan terapi aktivitas kelompok dengan 2 jenis terhadap gangguan jiwa yang sama untuk membandingkan terapi aktivitas yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, suharsimi. (2007). Management penelitian. Jakarta: pt. Rineka cipta.
Alimul, a. (2007). Metode penelitian keperawatan dan tehnik analisa data. Jakarta: salemba medica.
Ani durwiyanti.(2008). Internet. Penderita gangguan jiwa di indonesia semakin meningkat. Jakarta: http://www.Swaberita.com.
Bany hardian.(2008). Internet. 90% kasus bunuh diri terkait gangguan jiwa. Jakarta: http://www.banner-store.blogspot.com.
Copel,lc. (2007). Kesehatan jiwa dan psikiati pedoman klinik perawat, edisi: 2. jakarta: egc
Febriani,rn. (2009). Internet. Laporan akhir tahun bidang kesehatan penderita. Jakarta: http://www.pikiran-rakyat.com.
Fefendy. (2008). Internet. Pengaruh tarapi aktivitas kelompok; latihan asertif. Jakarta: http://www.indonesiannursing.com.
Kel.9. (1999). Kumpulan proses keperawatan masalah keperawatan jiwa. Jakarta: fikui.
Harnawatiaj. (2008). Internet. Perilaku kekerasan. Jakarta: http://www.ronawajah.wordpress.com.
Hilbbert,alison et al. (2009). Rujukan cepat psikiatri. Jakarta: egc.
Keliat,budi et al. (2005). Keperawatan kesehatan jiwa, edisi: 2. jakarta: egc.
Mcghie, andrew. (1996). Penerapan psikologi daalam perawatan, edisi: 1. yogyakarta: andi dan yayasan essentic medica.
Mas danang. (2008). Internet. Gambaran umum pasien dengan perilaku kekerasan. Batam: http://www.masdanang.com.
Mustika sari. (2006). Internet. Faktor- faktor perilaku mencederai diri. Tembolok: http://www.mustikanurse.blogspot.com.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: salemba medica.
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan, edisi: 1. yogyakarta: graha ilmu.
Sugiyono,DR,PROF. (2004). Metode penelitian bisnis. Bandung: CV.ALFABETA.
Stuart,GW.(2207). Buku saku keperawatan jiwa, edisi: 6. jakarta: EGC.
Tomb,DA. (2004). Buku saku diagnosa keperawatan psikiati pedoman untuk pemuat rencana perawatan, edisi: 3. jakarta;EGC
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kesehatan jiwa bukan hanya gejala kejiwaan saja tetapi sangat luas dari mulai yang ringan seperti kecemasan dan depresi, malas bekerja, sering tidak bisa kerja sama dengan teman sekerja, sering marah-marah,ketagihan napza sampai yang berat seperti skizoprenia(Administrator, 2008).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008).
Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat (Azrul,2001).
Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa kerumah sakit jiwa. Sering tampak klien didikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga(Tim jiwa UI, 1999).
Factor yang menimbulkan perilaku destruktif-diri adalah kejadian kehidupan yang memalukan,masalah interpersonal (perkembangan ego yang terlambat, hubungan orangtua yang tidak memuaskan, ras takut penolakan, ketidak mampuan mengungkapkan perasaan), dipermalukan didepan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman pengangguran(Stuart, 2008).
Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif,
sehingga terjadi perilaku kekerasan yang ditujukan pada orang lain, lingkungan dan diri sendiri(Jiwa kelompok9.2008).
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah, dapat mengarah kepada kematian, dan perilaku destruktif-diri ini langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri(Stuart, 2005).
WHO menunjukkan bahwa diperkirakan sebanyak 873.000 orang melakukan bunuh diri tiap tahun di dunia. Oleh karna itu perlu diketahui apa saja yang yang dibutuhkan dalam rangka,membangun kesadaran dan mengurangi risiko kejadian bunuh diri(Hardian, 2008).
Begitu juga kasus bunuh diri di Amerika mencapai 30.000 orang pertahun. Angka ini menunjukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri jauh lebih besar lagi, diperkirakan 8-10 kali lebih besar dari jumlah tersebut(Mustikasari, 2008).
Tragisnya, lebih dari 80% penderita skizoprenia di Indonesia tidak diobati. Mereka dibiarkan berkeliaran di jalanan, atau bahkan dipasung. Padahal, jika diobati 1/3 dari mereka bisa sembuh total. Tetapi bila tidak diobati, akan terus kambuh ,
dan 25-30% dari mereka resisten(Febriani, 2008).
Dilema yang dialami oleh Indonesia mengacu pada data WHO, prevalensi (angka kesakitan) penderita skizoprenia sekitar 0,2-2%, sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul
tiap tahun sekitar 0,01%(Febriani, 2009).
Pemerintah tidak boleh lagi menutup mata, jika tidak ingin tingkat depresi yang akan membuat orang mengambil jalan pintas seperti bunuh diri dan menjadi penderita skizoprenia di masyarakat semakin besar. Terhadap para penderita gangguan jiwa itu, hanya 30-40% gangguan jiwa bisa sembuh total, 30% harus tetap berobat jalan, dan 30% lainnya harus menjalani perawatan instruksional, atau dirawat inapkan dipanti-panti rehabilitasi(Nurdwiyanti, 2008).
Menurut Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang maladptif(Wangmubo, 2009).
Penyebab bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah (Mustikasari, 2008).
Situasi mental yang tidak stabil merupakan salah satu penyebab mudahnya seseorang terkena psikosomatis, yaitu rentannya kondisi tubuh terhadap berbagai penyakit karena factor psikis (kejiwaan). Untuk itu perlu coping stress yang sederhana dan mudah dilakukan dengan solution focus group therapy (terapi aktivitas kelompok)(Jiwakelompok9, 2008).
Linda Metcalf juga berkata, bahwa Solution Focused Group Therapy dapat menjdi satu alternatif yang luar biasa bagi seseorang untuk sembuh dan keluar dari masalahnya serta
menemukan satu solusi yang baik(Fefendi, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantug,saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memprbaiki perilaku yang lama
yang maladaptif(Keliat, 2005).
Sebaiknya mengekspresikan kemarahan dengan prilaku kontruksi dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, memberi perasaan lega, keteganganpun menurun dan perasaan marah dapat teratasi. Bila perasaan marah diekspresikan denga prilaku menantang,
biasanya dilakukan individu karena merasa kuat(Fefendi, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok Stimilasi Persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau altrnatif(Keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok ini secara signifikan memberi perubahan terhadap ekspresi kemarahan kearah yang lebih baik pada klien dengan riwayat kekerasan. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan ekspresi kemarahan setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sebesar 60,4%(Fefendi, 2008).
Pada terapi aktivitas stimulasi persepsi ini klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif(Keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok ini memberi hasil : kelompok menunjukkan loyalitas dan tanggung jawab bersama, menunjukkan partisipasi aktif semua anggotanya, mencapai tujuan kelompok, menunjukkan teerjadinya komunikasi antaranggota dan bukan hanya antara ketua
dan anggota(Ann, 2005).
Oleh karena itu, WHO meminta perhatian para praktisi kesehatan dan pihak terkait lainnya untuk memandang bunuh diri sebagai penyebab utama kematian dini yang dapat dicegah. Seseuai denga tema kesehatan jiwa se-dunia : Membangun Kesadaran Mengurangi Risiko: Gangguan Jiwa dan Bunuh Diri(Depkes, 2006).
Bedasarkan pengalaman penelitian di lapangan khususnya RS Jiwa Provinsi Lampung untuk pelaksaan terapi aktivitas kelompok jarang atau tidak rutin dilakukanoleh perawat ruangan rawat inap walaupun ada tetapi tidak didokumentasikan(Jiwakelompok9, 2008).
Dari data Rumah Sakit Jiwa Mahoni tahun 2008 (januari-desember), jumlah pasien sebanyak 252 orang : Bunuh diri 7 orang, perilaku kekerasan 26 orang. Pada tahun 2009 (januari-maret) jumlah pasien sebanyak 82 0rang : yang menarik diri 6 orang dan perilaku kekerasan 12 orang dan yang penyalahgunaan napza 20 orang. Di rumah sakit inilah peneliti ingin meneliti di rumah sakit jiwa mahoni karena selain angka kejadian perilaku kekerasan yang tinggi juga tidak pernah dilakkan terapi aktivitas kelompok kepada klien maka peneliti melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya Pengaruh Terapi Aktivitas; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
2. Mengidentifikasi Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
3. Menganalisis Pengaruh Terapi Aktivitas; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan profesi yang akan dilakukan tentang Terapi Aktifitas Kelompok terhadap pasien gangguan jiwa.
2. Bagi Iptek
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya bagi para perawat jiwa.
3. Bagi Rumah Sakit Jiwa Mahoni
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan dan sebagai dokumentasi praktek Terapi Aktivitas Kelompok Rumah Sakit serta sebagai penuntun bagi perawat jiwa dalam melanjutkan praktek asuhan keperawatan jiwa.
4. Bagi Keluarga Dan Pasien
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya bagi para perawat jiwa agar dapat menjalankan askep pada keluarga dan pasien gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP KELOMPOK/GROUP
1. Defenisi Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Seperti agresif, takut, kebencian, kompotetif, kesamaan, ketidak samaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan dan Fungsi Kelompok
a. Tujuan Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan mal adaptif.
b. Fungsi Kelompok
Fungsi kelompok sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen Kelompok
a. Struktur Kelompok
Menjelaskan batasan, komunnikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut stuart dan laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut rawlins-williams, dan beck (1993) adalah 5-12 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
c. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk 1 sesi adalah 24-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi
(stuart dan laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelopok, dapat satu kali/dua kali perminggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.
Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetis, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
Elemen penting observasi komunikasi perbal dan non verbal
(Stuart dan laraia, 2001); Komunikasi setiap anggota kelompok, rancangan tempat duduk(setting), tema umum yang diekspresikan, frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi, kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok, proses penyelesaian masalah terjadi.
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobserpasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu maintenance roles, terapi aktivitas kelompok roles, dan individual roles. Maintenace roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Terapi aktivitas kelompok roles, yaitu pokus pada penyelesaian tugas. Individual roles, adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.
Peran dan Fungsi Kelompok
a. peran kelompok
1. Peran kelompok sebagai mempertahankan
Pendorong (encouraqer), Penyelaras (Harmonizer), Pemusyawara (kompromiser)
Penjaga (gatekeeper), Pengikut (polower), Pembuat Peraturan (rule maker)
Penyelesaian masalah (Problem solver).
2. Peran kelompok dalam menyelesaikan tugas
Pemimpin (leadera), Penanya (guestioner), Pasilitator (facilitator)
Penyimpul (sumarizer), Evaluator (evaluator), Pemberi inisiatip (initiator).
3. Peran kelompok sebagai individu
Korban, Monopoli, Seduser, Diam, Tukang komplain, Negatif , Moralis.
b. Fungsi kelompok
1. Fungsi Kelompok sebagai mempertahankan
Memberi pengaruh positif pada kelompok, Menjaga tetap damai, Meminimalkan konflik dengan mencari alternatif, Menetapkan tingkat penerimaan kelompok terhadap anggota secara individual, Berperan sebagai peserta yang menarik, Membuat standar perilaku kelompok mis: waktu dan pakaian, Menyelesaikan masalah angar kelompok agar kelompok dapat terus bekerja.
2. fungsi kelompok dalam menyelesaikan tugas
Memberi arahan, Mengklarifikasi isu dan informasi, Menjaga kelompok tetap fokus, Menyimpulkan posisi kelompok, Mengklaji kinerja kelompok, Memulai diskusi kelompok.
3. fungsi kelompok sebagai individu
Dipandang negatif oleh kelompok, Berperan aktif mengontrol kelompok Menjaga jarak dan meminta diperhatikan, Mengontrol secara pasif degar diam, Mengeluh dan marah pada kerja kelompok, Mengecilkan kerja kelompok, Berperan sebagai penilai benar dan salah
f. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok
( Stuart dan laraia, 2001).
g. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masalalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
h. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok, perlu diindentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara satu sama lain, diskusi dalam kata-kata ”kita” menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pijuan dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
4. Perkembangan Kelompok
a. pase pra kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok. Proposal dapat pula berupa pendoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok.
b. Pase awal Kelompok
Pase ini ditandai dengan ansietas karna masuknya kelompok baru, dan peran yang baru.
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin kelompok mengorentasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan kerahasiaan, waktu pertemuan, struktus, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang bicara pada suatu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok di upayakan terbentuk pada fase orientasi.
2. Tahap Konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini. Sebagian ingin pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konfik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antara anggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik negatif maupun positif dan membantu kelompok mengenai penyebab konflik. Serta menjega perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
3. Tahap Kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pada tahap akhir fase ini tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan. Merka belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadu suatu realitas.
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka walaupun mereka bekerja keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menajdi stabil dan realitis.
Tugas pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok kearah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi produktitivitas kelompok. Selain itu, pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Pada akhir fase ini anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian.
d. Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karna anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok.
Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sisi dapat pula dikembangkan instrumen evaluasi kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu.terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan zaherí-hari pada akhir sesi ini, perlu dicatat atau didokumen tasikan proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan inplementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada kelien diluar sesi (keliat, 2005).
B. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
1. Jenis terapi kelompok
a. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian social.
Tujuan Kelompok terapeutik:
1. Mencegah masalah kesehatan
2. Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
3. Meningkatkan kualitas kelompok, antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
b. Terapi aktivitas kelompok
Kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi presepsi, stimulasi sensoris, orientasi realita,
dan sosialisasi(keliat, 2005).
Pada terapi ini, seorang perawat spesialis yang menjadi tropis dan enam sampai delapan orang bertemu secara teratur dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan mengubah pola perilaku yang mal adaptif. Kemudian klien mempelajari bagaimana membuat ekspresi perasaan yang sesuai dan menggali cara-cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perubahan pribadi(Copel, 2007).
Proses kelompok adalah makna interaksi perval dan non verbal di dalam kelompok yang meliputi:isi komunikasi, Hubungan antara anggota, Pengaturan tempat duduk, Pola atau nada bicara, bahasa dan sikap tubuh, Tema kelompok yang dapat diekspresikan baik secara terbuka atau tertutup. Kelompok terapi berfokus pada hubungan kelompok, interaksi antar anggota, dan masalah dalam hidup dan perilaku yang terjadi disana dan saat ini(Ann, 2005).
2. Bentuk terapi kelompok
a. Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya tilikan, dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai problem yang sama”.
c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok.
Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut(tomb, 2004).
Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan insinght, kepercayaan diri, sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang dipasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu(Hibbert, 2009:157).
C. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Defenisi Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama(keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktipitas kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
2. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
a. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi.
Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Stimulus yang disediakan baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara TV, stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mel adaptif atau distruktif, mis: kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
1. Defenisi Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan / atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
2. Tujuan TAK Stimulasi Persepsi
a. Tujuan Umum
Tujuan Umum adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.
3. Aktifitas dan Indikasi
a. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari.
1.Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Menonton Televisi
2.Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Membaca majalah/Koran/Artikel.
3.Terpai aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Melihat Gambar.
Klien yang mempunyai Indikasi TAK ini adalah klien perubahan sensiris persepsi dan klien menarik diri yang telah mengikuti TAKS.
4. Aktivitas Mempersepsikan stimulus Nyata dan Respons yang dialami dalam kehidupan.
Aktivitas khususnya untuk klien perilaku kekerasan. Aktivitas ini dibagi dalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mengenal Perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (penyebab: tanda dan gejala: perilaku kekerasan: akibat perilaku kekerasan)
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegahperilaku kekerasan malalui kegiatan: Fisik.
c. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi asertif.
d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat.
e. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien perilaku kekerasan yang telah kooperatif.
5. Aktivitas Mempersepsikan Stimulus tidak nyata dan Respon yang dialami dalam kehidupan.
Aktivitas dibagi kedalam beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
a. Terapi Aktivitas kelompok stimulasi persepsi: Mencegah halusinasi.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengusir/menghardik halusinasi.
c. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi melakukan kegiatan.
d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Menontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien halusinasi.
6. Aktivitas Mempersepsikan Stimulasi Nyata yang menyebankan Harga diri Rendah.
Aktivitas ini dapat dibagi dalam sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Mengidentifikasi aspek yang dapat membuat harga diri rendah dan aspek positif kemampuan yang dimiliki selama hidup (dirumah dan dirumah sakit)
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Melatih kemampuan yang dapat dirumah sakit dan dirumah.
Klien yang mempunyai indikasi terapi aktivitas kelompok adalah klien gangguan konsep diri: harga diri rendah.
b. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara non Verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
Biasanya klien tidak mau menggungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi omosi dan perasaannya, serta menampilkan respon. Aktifitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni, menyanyi, menari, jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagi kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
c. Terapi Aktifitas Kelompok orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar, yaitu diri sendiri, orang lain yang di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan klien.
Aktifitas berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan semua kondisi nyata.
d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari inter personal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi pernahditeliti dan memberi dampak pada kemampuan klien dalam bersosialisasi. Terapi aktivitas yang lain telah digunakan dibeberapa Rumah Sakit Jiwa. Dengan evaluasi dan penelitian tentang manfaat terapi aktivitas kelompok yang akan memberi kontribusi peningkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan terapi aktivitas kelompok dapat diperoleh melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan diharapkan perawat yang melaksanakan terapi aktivitas kelompok telah mengikuti pendidikan khusus.
Rawlins, willians, dan beck mengidentifikasi tiga area yang perlu dipersiapkan untuk memjadi terpai atau pemimpin terapi kelompok, yaitu persiapan teoritis melalui pendidikan formal, literatur, bacaan, dan lokakarya. Pengalaman mengikuti terapi kelompok.
D. Gangguan Jiwa
1. pengertian gangguan jiwa
Salah satu persyaratan dasar bagi kesehatanjiwa Individu adalah bahwa ia mampu mengevaluasi diri dengan nilai-nilai serta kebiasaaan mesyarakatnya.sementara berkembang kita mendapatkan bahwa kita perlu mengikuti pola tradisi sosial yang adabila kita ingin diterima oleh anggota-anggota yang lain. Sebenarnya kita mempelajati tata cara sosial tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang membimbing perilaku kita. Tradisi sosial semacam ini mendasari tidak hanya standar moral kita tetapi juga penilaian kita terhadap perilaku normal dan abnormal(Mcghie, 1991, 335).
Seseorang yang masuk kerumah sakit jiwa bertujuan untuk mendapat perawatanbaik atas dasar sukarela (voluntar)maupun dibawa orang lain(dipaksa). Semua negara bagian memperbolehkan individu dirawat di rumah sakit secara paksa jika prasayarat komitmensipil terpenuhi. Klien dapat dirawat tampa persetujuan (secara paksa) jika mereka melakukan tindakan bunuh diri, pembunuhan, memiliki perilaku psikotik, kekerasn, atau paranoid(Copel, 2007).
Status kesehatan jiwa individu sangat menentukan kualitas hidup, maka sudah saatnya mendapat perhatian khususnya karena status kesehatan jiwa yang buruk akan mengakibatkan kerugian yang besar dan menurunkan indeks pembangunan manusia indonesia. Kesehatan jiwa harus terintegrasi kedalam sebuah aspek kesehatan, kebijakan publik, perencanaan, sistem kesehatan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan(Administrator, 2008).
Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan secara menyeluruh. Bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan prsaan bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup, (Febriani, 2009).
Gangguan Jiwa adalah gangguan fikiran, perasaan atau tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan, dan terganggu fungsi sehari-hari sedangkan sakit jiwa adalah gangguan jiwa berat yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus. Gangguan jiwa, walaupun tidak langsung menyebabkan ketidak matian, tapi menimbulkan penderiataan yang mendalam bagi individu serta beban berat bagi keluarga. Masyarakat menyebut sakit jiwa bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa berat(Febrida, 2007).
Gangguan kesehatan jiwa bukan hanya gejala kejiwaan saja tetapi sangat luas dari mulai yang ringan seperti kecemasan dan depresi, malas bekerja, sering tidak bisa kerja sama dengan teman sekerja, sering marah-marah, ketagihan napza sampai yang berat seperti skizoprenia(Administrator, 2008).
2. jenis gangguan jiwa
1. Gangguan Isolasi Sosial.
Isolasi Sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam.
a. Penyebab Isolasi Sosial
Kurangnya rasa percaya pada orang lain, Panik, Regoesi ketahap perkembangan sebelumnya, Waham, Sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau, Perkembangan ego yang lemah, Presepsi rasa takut.
b. Batasan karakteristik.
a. Menyendiri dalam ruangan.
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata.
c. Sedih, apek datar.
d. Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap kepintu.
e. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembanga usianya.
f. Berfikir menurut fikirannya sendiri, tindakan berulang-ulang dengan tidak bermakna.
g. Mengekspresikan perasaan menolak atau kesepian kepada orang lain (Townsend, 1991).
2. Gangguan Alam Perasaan
Alam peresaan adalah perpanjangan keadaan emosional yang mempengruhi seluruh kepribadian dan Fx kehidupan seseorang. Alam perasaan ini meliputi emosi seseorang yang kuat dan menyebar dan mempunyai arti yang sama dengan afek, keadaan perasaan, dan emosi respon mal adaptifnya adalah mania dan depresi.
Mania adalah ditandai dengan adanya alam perasaan yang meningkat, bersemangat, atau mudah terganggu.
Depresi adalah suatu kesedihan dan perasaan duka yang berkepanjangan atau abnormal(stuart, 2007).
3. Perilaku Kekerasan.
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku destruktip-diri langsung mencakup setiap bentuk aktifitas bunuh diri(stuart, 2007).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional dan atau seksualitas. Perilaku kekerasan atau agresif meupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
E. Perilaku Kekerasan.
1. Defenisi Perilaku Kekerasan
Perilaku destruktif- diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku destruktif- diri langsung mencakup setiap aktivitas bunuh diri(stuart, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan- tindakan yang dapat membahayakan/ mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yanng sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesui, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
2. Faktor Yang Melatar Belakangi
Faktor yang melatar belakangni terjadinya perilaku kekerasan merupakan dampak dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu.
a. psikologis(kejiwaan), kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul aggresif atau amuk. Masa kanak- kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement(penguatan/ dukungan), yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem persarafan ditolak turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan(harnawatiaj, 2008).
3. Faktor Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami, tiap orang yang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi / mungkin tidak terjadi perilakukekerasan jika faktor berikut dialami olehindividu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timgul agresif atau amuk.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobserpasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
4. Bioneorologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus prontal, lobus temporal, dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitas dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, kondisi klien dengan kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang jadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian juga dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang berakhir pada hinaan, kehilangan orang yang dicintai, atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebaba yang lain(Mas danang, 2008).
Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi: Merokok, Menyabu, Berjudi, Tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi, Penyalagunaan zat, Perilaku yang menyimpang secara sosial. Prilaku yang menimbulkan stress, Gangguan makan, Ketidak patuhan terhadap pengobatan Medis(stuart, 2007).
4. tanda dan gejala
Muka merah, pandaangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula klien memksakan kehendak, merampas makanan, memukul bila tidak senang. Wawancara diarahakan pada penyebab marah,perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan oleh sesorang(harnawatiaj, 2008).
5. Rentang Respon Perilaku Kekerasan.
a. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tampa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan.
c. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari, suatu tuntutan nyata.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
e. Amuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
f. Bunuh diri.
6. Tanda Ancaman Kekerasan.
a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik
b. Ancaman verbal atau fisik
c. Membawa benda atau senjata lain yang dapat digunakan sebagai senjata
d. Agitasi psikomotor progresif
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain
f. Ciri paranoid pada pasien psikotik
g. Halusinasi pendengaran dengan prilakukekerasan tetapi tidak semua pasien berada pada resiko tinggi
h. Penyakit otak
i. Kata tonik
j. Episode masih tertentu
k. Episod depresif
l. Gangguan keperibadian(mas danang, 2008).
7. perilaku unuh diri
Dalam pengkajian bunuh diri, lebih ditekankan pada letalitas dari metode yang mengancam atau digunakan. Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai alat untuk melakukan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi tiga:
1. Ancaman bunuh diri: Pernyataan verbal dan non verbal bila seseorang mempertimbangkan untuk bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri: semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang dapat memyebabkan kematian, jika tidak di cegah.
3. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan(stuart, 2007).
Seperlima dari percobaan bunuh diri tidak dapat di antisipasi sekalipun dengan kemajuan pengetahuan saat ini, presiksi yang akurat masih sulit diperoleh, kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:
1. Pasien pernah mencobah bunuh diri (terlihat di ruang gawat darurat, bangsal perawatan.
2. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan. Maupun tidak atau berupa ancaman” kamu tidak saya ganggu lebih lama lagi” terhadap keluarga.
3. Secara objektif terlihat adanya mood yang depresi atau cemas.
4. baru mengalami kehilangan yang bermakna
5. Perubahan Perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, berbicara serius dan mendalam.
6. Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri (Tamb, 2009).
Tetapi tidak semua percobaan bunuh diri menjadi bunuh diri. Mungkin sulit membedakan antara tindakan yang bertujuan agar mati dan yang merupakan tindakan segaja menyakiti diri sendiri(Hibbert, 2009).
F. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap kosep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (setiadi, 2007).
G. Hipotesis penelitian
Jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis komperatif.
Ha : µ < µ , dimana jika eksperimen lebbih kecil pembanding
H0 :µ ≥ µ , dimana jika eksperimen lebih besar dari pada pembanding
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian berdasarkan metode adalah eksperimen.
Desain yang dipakai dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol. Yaitu mengobserpasi pengamatan pada kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol.
B. Lokasi dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan. Adapun alasan ini memelilih tempat penelitian ini adalah karena di tempat ini pasien dengan perilaku kekerasan peningkatannya tinggi tiap tahunnya dan tidak pernah dilakukan terapi aktivitas kelompok.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan oleh peneliti pada bulan juni 2009 sampai dengan bulan juli 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti(Notoatmojo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien dengan riwayat perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan, sebanyak 12 orang.
2. Sampel
Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah” non-Probability Sampling” dengan tehnik” sampling jenuh” yaitu tehnik penentuan sampel bila semua populasi digunakan sampel (Setiadi, 2007).
Jadi sampel penelitian ini adalah semua klien dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan sebanyak 12 orang.
D. Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memeberikan data kepada pengumpul data(lewat orang lain atau dokumen). Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan interviw dan observasi (observasi terstruktur ) yaitu pengumpulan data melalui tatap muka dan dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen peneliti yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, dengan Rating Scale.
Diawali peneliti mengobservasi, dengan instrumen peneliti klien sebelum dilakukan treatment, dan mengobservasi dengan instrumen yang sama setelah dilakukan treatment pada klien pembanding dan klien pengontrol.
E. Variabel dan Defenisi Operasional
1. variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Varibel Independen(variabel bebes) dan Varibel Dependen (variabel terikat).
Varibel Independen(variabel bebes) dalam penelitian ini adalah Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi.
Varibel Dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini adalah Ekspresi Kemarahan Pada Klien Riwayat Perilaku Kekerasan.
2. Defenisi Operasional
Variabel independen: Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi adalah terapi/aktivitas yang diberikan pada klien merangasang stimulus untuk didiskusikan.
Varibel Dependen : Ekspresi Kemarahan Pada Klien Riwayat Perilaku Kekerasan adalah respon klien terhadap sesuatu stimulus yang biberikan.
F. Metode Pengukuran Data
Pada penelitian ini menggunakan lembar observasi yang sudah vallid dengan 30 pernyataan tentang ekspresi kemarahan pada klien perilaku kekerasan dengan menggunakan skala ordinal dimana :
0 = Tidak ada atau tidak pernah
1 = sesuai dngan yang dialami sampai tingkat tertentu, kadang- kadang
2 = sering
3 = sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat.
Dengaan ekspresi kemarahan dikelompokkan menjadi:
0-30 = rendah
31-60 = sedang
61-90 = tinggi
Untuk mempermudah menentukan interval kelas dari jawaban yang masuk melalui lembar observasi maka digunakan.
Rumus
Keterangan:
R = nilai tertinngi – nilai terendah
I = lebar interval kelas.
G. Metode Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji statistik t = test polled varian, yaitu
X +X = Perbedaan Dua Rerata
Sx -x = kesalahn standart
Dimana jika nilai μ < μ berarti ho ditolak, dengan demikian ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan.
BAB IV
HASIL PENELTIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil rumah sakit jiwa mahoni medan menjadi tempat penelitian karena di rumah sakit ini pasien perilaku kekerasan tiap tahunnya meningkat dan tidak pernah dilakukan terapi aktivitas kelompok dalam asuhan keperawatan jiwa. Maka peneliti ingin meneliti dan membuktikan seberapa besar Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.
B. kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Seperti agresif, takut, kebencian, kompotetif, kesamaan, ketidak samaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok. Peneliti membagi responden dalam 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok pembanding, yuang nantinya hasil kedua kelompok ini dibandingkan untuk mengetahui besar penaruh terapi aktivitas kelompok terhadap ekspresi kemarahan pada klien dngan riwayat perilaku kekerasan.
C. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
D. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama(keliat, 2005).
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktipitas kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. dan pada penelitian ini terapi dilakukan sesudah klien diobservasi terlebih dahulu dengan lembar obsevasi kemudian diberi terapi aktivitas kelompok, dan sesudah responden diobservasi maka terapi aktivitas kelompok dilakukan kemudian responden dionservasi kembali dengan lembar observasi yang sama.
E. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan- tindakan yang dapat membahayakan/ mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yanng sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesui, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
Terapi yang dilakukan pada pasien gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan yang ekspresi kemarahannya belum terarah dengan baik(perilaku yanng mal-adaptif), menjadi terarah(perilaku adaptif).
F. Hasil Analisa Dari Penelitian
Pada peneltian ini dilakukan pada tanggal 7 juli sampai 13 juli dengan Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.
Adapun data- data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden
Tabel 1.1 karakteristik data demografi berdasarkan usia
a. pada eksperimen
no Usia frekuensi presentase
1.
2.
3. 20-30
31-40
41-50 2
4
- 33,3%
66,7%
-
b. pada pembanding
no Usia frekuensi presentase
1.
2.
3. 20-30
31-40
41-50 1
5
- 16,7%
83,3%
-
Hasil penelitian tentang data demografi pada klien perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahhoni medan, yang dilakkukan pada tanggal 7 juli sampai 13 juli 2009 berdasarkan usia sebanyak 10 orang responden.
Tabel 1.2 karakteristik data demografi berdasarkanjenis kelamin
a. pada kelompok eksperimen
no Jenis Kelamin frekuensi presentase
1.
2.
Laki- laki
perempuan 3
3 50%
50%
b. pada kontrol
no Jenis Kelamin frekuensi presentase
1.
2.
Laki- laki
perempuan 3
3 50%
50%
Hasil penelitian tentang data demografi pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan, yang dilakukan pada tanggal 7 juli sampai tanggal 13 juli tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 6 0rang perempuan dan 6 orang laki- laki.
2. Karakteristik Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan
Tabel 2.1 distribusi frekuensi ekspresi kemarahan pada eksperimen
a. pre-test pada eksperimen
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah 1
5
- 16,7%
83,3%
-
b. post-test pada eksperimen
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah -
2
4 -
33,3%
66,7%
c. pre-test pada pembanding
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah -
6
- -
100%
-
d. post-test pada pembanding
no karakteristik frekuensi presentase
1.
2.
3. Tinggi
Sedang
Rendah 1
5
- 16,7%
83,3%
-
Karakteristik ekspresi kemarahan pada pre-test yang dikaji pada kelompok eksperimen yang dikaji dengan menggunakan lembar observasi dimana setiap pernyataan diberi kesempatan nilai: 0-3 yang mana 0= tidak ada atau tidak pernah, 1= sesuai yang dialami sampai tingkat tertentu atau kadang- kadang, 2= sering, 3= sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat. Kemudian hasil akhir discoring berdasarkan tingkat ekspresi kemarahan yaitu: tinggi= 61-90, sedang= 31-60, rendah= 0-30. hasil data yang diperoleh sebelum diberi perlakuan responden yang ekspresinya tinggi sebanyak pada kelompok eksperimen 1 orang(16,7%) dan sedang sebanyak 5 orang(83,3%) dan ssesudah dilakukan teratment tinggi -, sedang 2 orang(33,3%), rendah(66,7%).
3. Karakteristik Nilai Tingkat Ekspresi Kemarahan, Sebelum Dan Sesudah Treatment Dilakukan.
a. Pada Kolompok Eksperimen
Hasil penelitian kemudian diuji statistik dengan uji statistik uji t-test polled varian, dan didapat hasil penelitian sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen mean= 50,83 dan sesudah perlakuan mean =29,33.
b. Pada Kelompok Pembanding
Hasil penelitian kemudian diuji statistik dengan uji statistik uji t-test polled varian, dan didapat hasil penelitian sebelum perlakuan mean= 48,33 dan post test mean= 50,33.
4. Perbedaan Ekspresi Kemarahan Sebelum Dan Sesudah Treatment Dilakukan
Untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan, digunakan uji statistik t- test polled varian. Dari uji statistik didapat bahwa terapi aktivitas; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan pada eksperimen adalah μ < μ , (μ =346,04 < μ =1076,4) dan pada kelompok pembanding tidak terdapat Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok; Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan adalah μ ≥ μ (μ =346,04 dan μ =1076,4).
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KETERBASAN
A. Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti membandingkan ekspresi kemarahan pada kelompok pembanding dan kelompok eksperimen.
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 12 orang, dengan Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol., kemudian responden dikaji dengan lembar observasi yang sama sebelum dan sesudah.
Berdasarkan karakteristik data demografi usia dan jenis kelamin dari 12 responden : pada kelompok eksperimen responden yang berusia 20-30 tahun 33,3%(2 orang), 31-40 tahun 66,6%(4 orang),41-50= -, pada kelompok pembanding responden yang berusia 20-30 tahun 16,6%(1 orang), 31-40 tahun 83,3%(5 orang), 41-50 = -. Dan jenis kelamin pada kelompok eksperimen: laki- laki sebanyak 3 orang, perempuan sebanyak 3 orang. Dan pada kelompok pembanding: laki- laki sebanyak 3 oarang, perempuan sebanyak 3 orang.
Berdasarkan hasil skoring diperoleh hasil data pada kelompok eksperimen pre-test responden yang ekspresi kemarahannya tinggi= 16,6%(1 orang), sedang= 83,3%(5 orang), dan post-test bahwa pada kelompok eksperimen responden yang ekspresi kemarahannya tinggi= 33,3%(2 orang), sedang= 66,7%(4 orang). Dan pada kelompok pembanding responden yang ekspresi kemarahannya pre-test tinggi=-, sedang=100 %(6 orang), dan post-test bahwa pada kelompok pembanding responden yang ekspresi kemarahannya tinggi=16,7 %( 1orang), sedang 83,3%(5 orang), rendah = -.
Menurut Dr. Budi anna keliat, bahwa terapi aktivitas kelompok merupakan tempat klien berlatih perilaku yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang lama yang adaptif. Berdasarkan pengalaman dan survey di rumah sakit jiwa, masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, dan harga diri yang rendah. Oleh karena itu terapi aktivitas kelompok diarahkan pada ke empat masalah tersebut.
Menurut linda metcalf bahwa solution focused group therpi menjadi alternatif yang luar biasa bagi seseorang untuk sembuh dn keluar masalahnya serta mudah menemukan satu solusi yang baik.
Sebaiknya mengekspresikan kemarahan dengan perilaku konstruksi dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, memeberi perasaan lega, ketegangan menurun dan perasaan marah dapat teratasi. Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku menantang, biasanya dilakukan individu karena merasa kuat.
Berdasarkan hasil penelitian terapi aktivitas kelompok secara signifikan memberi perubahan terhadap ekspresi kemarahan kearah yang lebih baik pada klien pada riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji statistik bahwa nilai eksperimen lebih kecil dari nilai pembanding yaitu μ =346,04 < μ =1076,4. H0 ditolak. Berati ada pengaruh terapi aktivitas kelompok; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009.
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:
1. keterbatasan dalam melakukan terapi aktivitas kelompok, karena peneliti perlu bantuan dalam menjalankan terapi berhubungan pasien gangguan jiwa.
2. keterbasan dalam dalam tehnik pengumpulan data berhubung pola pikir pasien gangguan jiwa yang tidak menentu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 12 orang responden dengann Quasi Eksperimen desain dengan pendekatan Non Equivalen Kontrol dengan uji t-test polled varian diproleh hasil μ =346,04 < μ =1076,4, jadi kesimpulan ada pengaruh terapi aktivitas; stimulasi persepsi terhadap ekspresi kemarahan pada klien dengan riwayat perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa mahoni medan tahun 2009.
B. SARAN
1. Bagi Lokasi Penelitian
Terapi aktivitas kelompok mempengaruhi tingkat perubahan perilaku mal- adaptif menjadi adaptif, maka disarankan bagi tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit jiwa mahoni menerapkan terapi aktivitas kelompok menjadi intervensi dalam asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti ini membandingkan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan penelitian tentang perbandingan terapi aktivitas kelompok dengan 2 jenis terhadap gangguan jiwa yang sama untuk membandingkan terapi aktivitas yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, suharsimi. (2007). Management penelitian. Jakarta: pt. Rineka cipta.
Alimul, a. (2007). Metode penelitian keperawatan dan tehnik analisa data. Jakarta: salemba medica.
Ani durwiyanti.(2008). Internet. Penderita gangguan jiwa di indonesia semakin meningkat. Jakarta: http://www.Swaberita.com.
Bany hardian.(2008). Internet. 90% kasus bunuh diri terkait gangguan jiwa. Jakarta: http://www.banner-store.blogspot.com.
Copel,lc. (2007). Kesehatan jiwa dan psikiati pedoman klinik perawat, edisi: 2. jakarta: egc
Febriani,rn. (2009). Internet. Laporan akhir tahun bidang kesehatan penderita. Jakarta: http://www.pikiran-rakyat.com.
Fefendy. (2008). Internet. Pengaruh tarapi aktivitas kelompok; latihan asertif. Jakarta: http://www.indonesiannursing.com.
Kel.9. (1999). Kumpulan proses keperawatan masalah keperawatan jiwa. Jakarta: fikui.
Harnawatiaj. (2008). Internet. Perilaku kekerasan. Jakarta: http://www.ronawajah.wordpress.com.
Hilbbert,alison et al. (2009). Rujukan cepat psikiatri. Jakarta: egc.
Keliat,budi et al. (2005). Keperawatan kesehatan jiwa, edisi: 2. jakarta: egc.
Mcghie, andrew. (1996). Penerapan psikologi daalam perawatan, edisi: 1. yogyakarta: andi dan yayasan essentic medica.
Mas danang. (2008). Internet. Gambaran umum pasien dengan perilaku kekerasan. Batam: http://www.masdanang.com.
Mustika sari. (2006). Internet. Faktor- faktor perilaku mencederai diri. Tembolok: http://www.mustikanurse.blogspot.com.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: salemba medica.
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan, edisi: 1. yogyakarta: graha ilmu.
Sugiyono,DR,PROF. (2004). Metode penelitian bisnis. Bandung: CV.ALFABETA.
Stuart,GW.(2207). Buku saku keperawatan jiwa, edisi: 6. jakarta: EGC.
Tomb,DA. (2004). Buku saku diagnosa keperawatan psikiati pedoman untuk pemuat rencana perawatan, edisi: 3. jakarta;EGC
Langganan:
Postingan (Atom)